Mohon tunggu...
Naufal Zakwan
Naufal Zakwan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kasus Kopi Sianida ,Jessica Wongso

25 September 2024   20:00 Diperbarui: 25 September 2024   20:09 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

kasus yang ramai dibicarakan di Indonesia pada periode tahun 2016 lalu, yaitu kasus kopi

sianida yang melibatkan Jessica Kumala Wongso dengan Wayan Mirna Salihin.

Kasus ini kembali mencuat ke permukaan pasca dirilisnya film dokumenter Netflix yang berjudul

Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso. Dokumenter ini mengangkat kembali salah satu

kasus hukum terbesar dan terpopuler di Indonesia yang dulu menyita perhatian publik.

Setiap hari selama 10 bulan, seluruh stasiun televisi tidak berhenti memberitakan dan

menayangkan jalannya persidangan Jessica Wongso yang disangkakan sebagai pembunuh dari

Wayan Mirna menggunakan sianida yang dituang dalam kopi.

Namun, yang menarik dari dokumenter ini adalah alur yang digambarkan. Pada awal cerita,

ingatan kita disegarkan kembali dengan kejadian tahun 2016 beserta kronologinya. Dalam awal

cerita ini pula, Jessica Wongso digambarkan sebagai orang yang harus bertanggung jawab

terhadap kematian Mirna Salihin.

Penggambaran tersebut berubah total di pertengahan hingga akhir film. Dengan dihadirkannya

penasihat hukum Jessica Wongso, yaitu Otto Hasibuan, Djaja Surya Atmadja sebagai saksi ahli

yang menyatakan kemungkinan Mirna meninggal bukan karena sianida, hingga kesaksian dari

berbagai pihak yang menyatakan bahwa proses pengadilan memang sengaja diarahkan untuk

membuat Jessica bersalah.

Kasus ini pun ramai dibahas kembali dan banyak opini publik yang menganggap bahwa Jessica

tidak bersalah atas kematian Mirna. Kasus ini pun menjadi menarik untuk dibahas lebih jauh,

khususnya jika kita menggunakan sudut pandang urgensi reformasi peradilan pidana di

Indonesia.

Pemahaman yang coba dibangun melalui dokumenter tersebut adalah bahwa terdapat berbagai

kejanggalan yang mengarah kepada potensi bahwa Jessica tidak membunuh Mirna

menggunakan sianida. Hal ini sekaligus menunjukkan dua hal kepada kita, yaitu begitu besarnya

pengaruh dan tekanan opini publik dalam kasus ini serta urgensi reformasi peradilan pidana di

Indonesia.

Pertama, mengenai opini publik. Pada saat itu, media amat berperan dalam membangun

persepsi publik yang mengarah kepada Mirna meninggal karena sianida dan bukti situasi

menunjukkan bahwa satu-satunya yang berkemungkinan membunuh Mirna adalah Jessica.

Hal ini disebabkan gerak-gerik Jessica yang mencurigakan seperti menyusun tas sedemikian

rupa seolah untuk menutup akses kamera pengawas ke meja tempat kopi dihidangkan.

Media berperan menyebarkan dan membangun opini publik, terlebih kasus ini begitu

mengundang perhatian publik sehingga menjadi makanan empuk bagi media untuk terus

memberitakan kasus ini. Porsi pemberitaan yang tidak seimbang juga turut menyumbang faktor

pembentukan opini publik untuk menyudutkan Jessica.

Opini publik diarahkan kepada framing bahwa Mirna meninggal karena sianida yang dituang ke

dalam kopi dan Jessica adalah pembunuhnya. Framing inilah yang terus-menerus diberitakan.

sehingga menciptakan fenomena post-truth yang akhirnya memengaruhi pikiran publik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun