Hal ini tercermin dalam pantun masyarakat abangan yang mengejek kaum santri: "mendung-mendung cap gomek, kudung-kudung digawe lemek.” Yang artinya, meskipun kaum santri sehari-hari mengenakan "kerudung" sebagai simbol ketaatan beragama, kenyataannya mereka juga terlibat dalam perbuatan mesum.
Sebaliknya, kaum santri juga memiliki pandangan negatif terhadap kaum abangan. Mereka menuduh kaum abangan sebagai penyembah berhala dan tidak menjalankan ajaran Islam dengan benar.
Santri juga menganggap bahwa kaum abangan tidak memiliki pemahaman yang mendalam tentang Islam dan lebih condong pada praktik-praktik yang tidak islami. Ketegangan ini sering kali memunculkan tuduhan-tuduhan yang keras dari kedua belah pihak, memperparah konflik di antara mereka.
Pola Ritual, Organisasi, dan Pendidikan Kaum Santri
Komunitas Santri memiliki pola organisasi yang cukup khas. Mereka biasanya terorganisir dalam kelompok-kelompok kecil yang dipimpin oleh seorang kyai atau ulama.
Kyai adalah tokoh sentral dalam komunitas Santri, yang tidak hanya berperan sebagai pemimpin agama, tetapi juga sebagai pemimpin sosial dan moral. Kyai pada umumnya memiliki pesantren, yaitu lembaga pendidikan Islam tradisional dimana santri (murid) belajar tentang ajaran Islam.
Pesantren berperan dalam membentuk karakter dan pengetahuan Santri. Di pesantren, para santri diajarkan berbagai ilmu agama seperti tafsir, hadits, fiqih, dan tasawuf. Selain itu, mereka juga dilatih untuk menjadi pemimpin yang berakhlak mulia dan bertanggung jawab. Pesantren tidak hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga menjadi pusat kegiatan sosial dan keagamaan di komunitas Santri.
Proses pembelajaran di pesantren biasanya bersifat informal dan berpusat pada hubungan antara kyai dan santri. Kyai memberikan pelajaran secara langsung kepada santri melalui pengajian atau ceramah. Santri diharapkan untuk mematuhi ajaran dan petunjuk kyai, serta mengamalkan ilmu yang mereka peroleh dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu keunikan dari sistem pendidikan di pesantren adalah adanya sistem sorogan dan bandongan. Sorogan adalah metode pembelajaran di mana santri belajar secara individu dengan membaca kitab di hadapan kyai dan menerima koreksi langsung. Sementara itu, bandongan adalah metode pembelajaran kelompok di mana kyai membacakan dan menjelaskan kitab di hadapan sejumlah santri.
Pola ritual Santri sangat kental dengan praktik-praktik Islam yang formal. Mereka menjalankan shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadan, zakat, dan haji bagi yang mampu.
Selain itu, mereka juga sering mengadakan pengajian, majelis taklim, dan kegiatan keagamaan lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam. Dari sekian banyaknya ritual, yang menonjol di komunitas Santri adalah perayaan Maulid Nabi, Isra' Mi'raj, dan berbagai hari besar Islam lainnya.
Pada acara-acara ini, Santri biasanya mengadakan pengajian, ceramah agama, dan kegiatan sosial seperti santunan kepada fakir miskin. Kegiatan-kegiatan ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana ibadah, tetapi juga sebagai media untuk memperkuat ikatan sosial dan solidaritas antar anggota komunitas.