Belakangan ini ramai TikTok Shop menjadi perbincangan hangat oleh khalayak ramai di Indonesia. Mengapa demikian? Karena belum lama ini juga menjadi viral lantaran para pedagang di Tanah Abang Jakarta Pusat mengeluh, lantaran penjualannya kini sepi pembeli imbas gencarnya jual-beli online atau e--commerce yang kian digandrungi oleh masyarakat Indonesia, mereka menuntut agar pemerintah yang berwenang menutup operasional TikTop Shop dengan harapan para pembeli yang tadinya senang berbelanja online kini dapat beralih kembali membeli dagangan mereka seperti sedia kala. Â Pengaruh jual-beli online di Indonesia mulai kian tumbuh pesat. Menurut data yang didapatkan dari sumber Bank Indonesia, nilai transaksi e-commerce di Indonesia diperoleh data sebanyak,
Tahun 2018 Rp105,6 T (150,24%)
Tahun 2019 Rp94,6 T (94,6%)
Tahun 2020 Rp266,3 T (29,59%)
Tahun 2021 Rp401 T (50,58%)
Tahun 2022 Rp489 T (21,95%)*
Tahun 2023 Rp572 T (16,97%)*
Tahun 2024 Rp689 T (20,45%)*
*Proyeksi
Dari data yang disajikan di atas tentunya kita dapat menganalisis bahwa angka transaksi e-commerce di Indonesia ini tentunya akan terus bertumbuh setiap tahunnya, mengingat perkembangan teknologi yang kian semakin canggih dan modern.
Lalu bagaimana dengan nilai transaksi TikTok Shop itu sendiri? Menurut data yang didapatkan dari Data Boks Katadata. Nilai transaksi TikTok Shop di Asia Tenggara Pada 2021, berdasarkan data Momentum Works, Indonesia adalah satu-satunya negara Asia Tenggara yang menjadi pasar TikTok Shop, dengan nilai GMV mencapai US$600 juta.Â
Porsinya mencapai 66,66% dari total GMV TikTok Shop global saat itu yang nilainya US$900 juta. Dan menurut Momentum Works, pada 2022 TikTok Shop menguasai 4,4% dari total pangsa pasar e-commerce di Asia Tenggara. Kemudian mereka memproyeksikan pangsanya bisa naik menjadi 13,2% pada 2023. Momentum Works pun menilai TikTok Shop dapat menjadi ancaman bagi pemain utama e-commerce di kawasan ini, seperti Shopee, Lazada, dan Tokopedia.Â
"Meski TikTok Shop saat ini masih memiliki basis pasar kecil, dan organisasinya bisa saja kacau, perusahaan ini telah terbukti berkomitmen dan cepat beradaptasi," kata Momentum Works di laman resminya, Agustus 2023. Menurut mereka, TikTok Shop berpotensi besar karena memiliki fitur video dan siaran langsung (live), sekaligus fasilitas transaksi belanja seperti marketplace.Â
Akan tetapi, TikTok Shop belum cukup berkembang pesat penjualannya dan kepopulerannya dibanding marketplace lainnya di Indonesia, seperti Shopee, Lazada, Tokopedia dll. Data yang didapatkan dari Sumber Kata Data menyebutkan, pangsa pasar e-commerce di Tanah Air sebagai berikut: Shopee 36% Tokopedia 35% Lazada 10% Bukalapak 10% TikTok Shop 5% Blibli 4%. Artinya, TikTok Shop masih cukup kalah jauh disbanding marketplace yang memang sejak lama lebih dulu keberadannya dibanding TikTok Shop itu sendiri.
Para pengguna online shop atau yang berbelanja secara online tidak hanya disenangi oleh para remaja, mulai dari anak-anak sampai orang tua sekalipun. Jika ditarik jauh ke belakang, fenomena ini lantaran dampak dari pandemic Covid-19 yang mana pada saat itu dampaknya merubah kebiasaan masyarakat untuk beradaptasi dengan teknologi dalam berbagai bidang khsusunya dalam hal ini terkait membeli kebutuhannya atau belanja, sehingga  menjadi terbiasa serba online yang mana kita dapat membeli apapun yang kita inginkan hanya dari rumah dan bermodalkan perangkat gawai seperti handphone.
 Lantas apa yang menyebabkan TikTok Shop menjadi tutup beroperasi? Hal ini lantaran mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik.Â
Padahal, jika ditutupnya TikTok Shop pun juga tidak terlalu berdampak yang signifikan terhadap keramaian di Pasar Tanah Abang, mestinya pemerintah mengatur regulasi atau peraturan untuk mengendalikan produk-produk impor yang membanjiri Indonesia, karena tentunya sangat menghambat baik itu penjualan, pendstribusian dan lain sebagainya dari produk local, lebih tepatnya para pelaku UMKM itu sendiri.Â
Namun, disisi lain pemerintah juga seharusnya melihat peluang bahwa ada pajak yang bisa dipungut atau diberlakukan pajak dari TikTok Shop tersebut, hanya saja memang TikTok Shop merupakan aplikasi yang berada dalam satu Aplikasi TikTok (Induknya), tidak terpisah menjadi aplikasi e-commerce seperti Shopee, Lazada, Tokopedia dan aplikasi marketplace online lainnya. Sedangkan dari sisi TikTok Shop sendiri seharusnya mulai mengikuti skema yang telah diatur pemerintah, seperti membuat Aplikasi TikTok Shop yang mana tidak menyatu dengan Aplikasi TikTok.Â
Karena disitu tidak dapat dipungkiri juga bahwasanya TikTok Shop telah banyak membuka lapangan pekerjaan seperti jasa ekspedisi logistic, para karyawan dan segala macamnya dan turut pula membantu para seller yang diantara sekian banyaknya seller juga tentunya terdapat  pelaku UMKM yang membantu memudahkan mereka dalam berjualan, berdagang dan berbisnis serta dapat mempromoskan produk yang dijualnya tak hanya di daerah sekitar tempat berjualannya tetapi juga dapat dilihat dari berbagai daerah dimanapun dan kapanpun, tentunya didukung oleh perkembangan teknologi dan kemahiran para seller dalam memanfaatkan dan mengoperasikan teknologi.Â
Inilah gambaran dapat kita telaah dan amati dari berbagai e-commerce di Indonesia khususnya pembahasan mengenai Regulasi TikTok Shop di Negeri kita, semoga kedepannya ditemukan titik terang supaya pedagang yang berjualannya baik secara Offline maupun hanya secara Online dapat sama-sama berkontribusi terhadap ekonomi di Indonesia dan dapat mendongkrak kesejahteraan dan membuka banyak lapangan pekerjaan serta semakin banyak kolaborasi-kolaborasi yang melahirkan usaha-usaha yang Kreatif, Inovatif dan Aktif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H