Mohon tunggu...
Naufal Shalhan Adani
Naufal Shalhan Adani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1-Teknik Fisika

Mahasiswa S1-Teknik Fisika \\\ Insitut Teknologi Sepuluh Nopember(ITS) \\\ Email: naufalshalhan4@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Apakah Bioplastik Baik untuk Lingkungan?

30 April 2024   23:12 Diperbarui: 30 April 2024   23:21 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita seringkali mendengar bahwa plastik menjadi sorotan utama permasalahan lingkungan. Hal ini, karena plastik adalah salah satu material/bahan yang paling umum digunakan di dunia modern, namun dampaknya terhadap lingkungan sangatlah besar, terutama masalah limbah dan dekomposisi. Bioplastik hadir untuk mengatasi masalah yang terjadi. Namun, seberapa baik bioplastik ini bagi lingkungan? Apakah bioplastik benar-benar dapat terurai secara hayati? Sebelum itu, kita perlu mengetahui apa dan bagaimana cara kerja plastik dan bioplastik ini.

1. Apa itu Plastik dan Bioplastik?

Mari kita ketahui di awal, bahwa plastik maupun bioplastik sama-sama terbentuk dari polimer. Polimer berasal dari dua kata yaitu 'poli' berarti banyak dan 'mer' berarti struktur berulang. Maka polimer adalah senyawa kimia yang terdiri dari molekul raksasa (makromolekul) atau monomer dengan struktur subunit berulang yang saling berhubungan. 

Gambar 2. (a) struktur molekul linier, bercabang, ikatan silang, dan jaringan (b) polimer dengan struktur acak (c) dan polimer dalam microscop/researchgate.net
Gambar 2. (a) struktur molekul linier, bercabang, ikatan silang, dan jaringan (b) polimer dengan struktur acak (c) dan polimer dalam microscop/researchgate.net

Polimer dapat dibedakan menjadi polimer alami dan sintesis. Bila berbicara mengenai material, bahan akan mempengaruhi struktur, dan struktur menentukan sifat polimer. Klasifikasi struktur ini berdasarkan:

  • Ikatan monomer: Bagaimana monomer terikat dan membentuk cabang. 
  • Konfigurasi monomer: Mengetahui sifat-sifat individu monomer.
  • Konfigurasi rantai: seberapa panjang dan berat rerata rantai polimer yang menentukan derajat polimerisasi dan konfigurasi rantai polimer. 
  • Metode polimerisasi: Metode untuk menggabungkan monomer menjadi polimer menentukan struktur polimer.

Sedangkan, sifat polimer terdiri atas fisik dan kimia, dimana:

  • Sifat fisik: Mencakup kekuatan, kekerasan, elastisitas, kepadatan, dan titik leleh.
  • sifat kimia: Meliputi reaktivitas, kestabilan, kelarutan, polaritas, keasaman/kebasaan, dan stabilitas termal.

Polimer dikategorikan menjadi termoplastik, termoset, dan elastomer.

  • Termoplastik: titik leleh rendah dan dibentuk ulang berkali-kali ketika dipanaskan, karena ikatan antar molekulnya tidak permanen. Contoh polietilen, polipropilena, dan polivinil klorida (PVC).
  • Termoset: Bentuk permanen ketika dipanaskan, sehingga tidak dapat diubah kembali setelah dipanaskan. Contoh epoksi, poliuretan, dan resin fenolik.
  • Elastomer: Sifat elastisitas tinggi (dapat kembali ke bentuk asal setelah ditarik atau ditekan). Contoh karet alami, karet sintetis, dan silicone.

Namun, perlu kita ketahui bahwa tidak semua polimer memenuhi ketentuan untuk bisa dijadikan plastik maupun bioplastik.

  • Plastik

Plastik adalah polimer sintetik yang diekstraksi dari minyak bumi melalui proses polimerisasi atau polikondensasi. Meskipun polimer terbentuk secara alami, plastik seluruhnya merupakan buatan manusia. Plastik dapat dikategorikan menjadi termoplastik dan termoset. Contoh plastik dengan polimer sintetis:

Gambar 3. Berbagai jenis bahan plastik dengan kode identifikasi resin/sensoneo.com
Gambar 3. Berbagai jenis bahan plastik dengan kode identifikasi resin/sensoneo.com
  • Bioplastik

Bioplastik terbuat seluruhnya atau sebagian dari sumber daya hayati(biobased), dan belum tentu dapat terurai secara hayati(biodegradable). Bahkan 45% atau hampir setengah dari bioplastik yang dihasilkan saat ini tidak dapat terurai secara hayati. Namun, kesalahan terminologi yang sering digunakan, bawah "bioplastik" mencakup plastik berbahan dasar hayati dan plastik yang dapat terbiodegradasi.

2. Bagaimana Proses Plastik dan Bioplastik Mempengaruhi Lingkungan?

Plastik dan bioplastik memiliki dampak yang berbeda pada lingkungan. Plastik konvensional, yang terbuat dari bahan sintetis seperti minyak bumi, sulit terurai dan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. 

  • Plastik

Plastik adalah benda asing bagi mikroorganisme. Untuk mengurai sampah dibutuhkan enzim dari bakteri atau mikroba sebagai mikroorganisme di dalam tanah atau perairan. Enzim berfungsi mempercepat reaksi penguraian dari sampah menjadi senyawa atau unsur dasar yang bisa diserap dan tidak mengganggu fungsi dari tanah atau perairan. Sementara itu plastik adalah jenis bahan polimer sintetik yang senyawa dan strukturnya tidak dikenali oleh mikroorganisme baik yang ada di tanah maupun perairan. Jadi mikroorganisme kesulitan mengurai plastik karena tidak memiliki enzim yang cocok untuk menguraikannya. 

Selain itu, rantai panjang plastik memerlukan energi besar untuk memutus rantai atau terurai oleh bakteri, ini karena terdapat ikatan kovalen(ikatan kuat). Bakteri hanya bisa mengurai molekul di ujung rantai saja, ini karena ujuang rantai adalah ikatan terminasi(ikatan lemah). Hal ini menyebabkan plastik terurai puluhan, ratusan, hingga ribuan tahun, tergantung pada seberapa kuat rantai molekul. Mengingat dalam 1 molekul polimer memiliki panjang  ratusan hingga puluhan ribu monomer. Itu artinya dalam satu gram bahan plastik ada milyaran bahkan trilyunan monomer.

  • Bioplastik

Di sisi lain, bioplastik, yang terbuat dari bahan-bahan alami atau terurai, seperti tanaman jagung atau pati. Sehingga memiliki potensi untuk menjadi alternatif yang lebih ramah lingkungan. Ingat bahwa bahan mempengaruhi struktur, dan struktur akan mempengaruhi sifat yang dibawa. Dimana sifat yang diinginkan adalah mudah terurai.

Bahan yang dibawa  mengandung sifat aditif yang mudah pecah jika terkena cahaya dan oksigen (kelembaban dan panas juga penentu). Hal ini menyebabkan struktur rantai molekul bioplastik terpecah menjadi rantai kecil sehingga mudah dicerna oleh bakteri. Ini adalah alasan mengapa waktu proses penguraian bioplastik lebih cepat dari plastik konvensional.

3. Apakah Bioplastik Baik untuk lingkungan?

Secara sekilas, bioplastik menjanjikan solusi yang lebih ramah lingkungan karena kemampuannya untuk terurai lebih cepat dari plastik konvensional. Namun, kenyataannya masalah ini jauh lebih kompleks, dan terdapat banyak kontroversi. Berikut merupakan diantaranya:

  • Daya Hancur secara biologis

Berbeda dengan sifat plastik yang lebih kuat dan stabil. Bioplastik berbasis pati dan selulosa mempunyai sifat yang lebih buruk seperti kerapuhan, kerentanan terhadap degradasi, stabilitas jangka panjang dan sifat mekanik karena sifat hidrofiliknya. Sehingga bioplastik hanya bisa digunakan pada kondisis tertentu saja.

Biodegradasi adalah proses dimana bahan dapat diuraikan oleh bakteri menjadi bentuk yang lebih sederhana. Namun, tidak semua bahan yang bisa terurai akan mengalami proses biodegradasi dengan baik di semua kondisi, seperti pada daerah yang lebih dingin, bahkan bahan organik seperti alga dapat meninggalkan jejak fosil karena biodegradasi yang buruk. Sehingga, beberapa standar telah diterapkan untuk biodegradasi plastik (ISO 17556) dan juga untuk film mulsa (EN 17033). 

Laju degradasi sebagian besar bioplastik bergantung pada luas permukaan polimer. Aktivitas enzim yang mempengaruhi proses degradasi terbatas oleh luas permukaan bahan. Proses ini juga bergantung pada keseimbangan antara pemotongan rantai polimer secara hidrolitik dan penyerapan air ke dalam bahan. Waktu yang diperlukan untuk degradasi bioplastik juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti porositas, morfologi(bentuk), kristalinitas, ketebalan bahan, sifat fisik polimer, keberadaan mikroba, variasi lingkungan(suhu dan pH), serta seberapa sering variabel tersebut berfluktuasi. Degradasi permukaan biasanya lebih cepat, terutama di dalam tanah, dan semakin lama, ini bisa membuat luas permukaan bertambah, yang nantinya akan memberikan lebih banyak tempat bagi mikroba untuk menempel dan mempercepat degradasi polimer.

  • Pengomposan

Bahan yang dapat dibuat kompos dapat dipecah menjadi biomassa yang kaya nutrisi dalam waktu tiga bulan atau kurang dalam kondisi pengomposan. Terdapat kesalahpahaman seperti pada pemilihan bahan bio based dan biogradible. Meskipun semua bahan biodegradable tidak compostable, namun semua bahan composable adalah biodegradable.. Sehingga, agar dianggap dapat dibuat kompos, bioplastik harus memenuhi standar diantaranya ASTM D6400 dan standar Eropa (EN 13432).

Bahan yang dapat dikomposkan tidak boleh mempunyai sisa fisik(visual) dan tidak meninggalkan residu beracun. Pengomposan dibagi menjadi pengomposan rumah/kebun dan pengomposan industri, yang merupakan proses yang jauh lebih kompleks dan terkendali. 

Gambar 4. Tampilan botol PLA yang dikomposkan selama 30 hari/.researchgate.net
Gambar 4. Tampilan botol PLA yang dikomposkan selama 30 hari/.researchgate.net

Gambar menjelaskan perbedaan utama antara bahan biodegradable dan bahan compostable serta logo yang akan membantu konsumen membedakan jenis bahan. 

Gambar 5. Perbedaan bahan biodegradable dan compostable/dokpri
Gambar 5. Perbedaan bahan biodegradable dan compostable/dokpri

Laju degradasi bergantung pada faktor-faktor seperti ketebalan bahan, kondisi pengomposan, dan struktur polimer. Pengomposan rumah/kebun seringkali dalam kondisi dinamis(berubah-ubah) pada kualitas tanah, kadar air, suhu, dan kelembapan. Sebaliknya, pengomposan industri lebih terkendali. Beberapa bioplastik hanya dapat dikomposkan pada suhu yang lebih tinggi. Pengomposan industri menjadi proses yang lebih mahal dari sisi pembuatan infrastruktur, perawatan dan penggunaan energi. Namun, periode pengomposan berkurang secara signifikan. Ini lebih cocok untuk bahan yang tebal atau tidak mungkin dilakukan di rumah/kebun seperti peralatan. Sayangnya, proses pengomposan menghasilkan gas metana, gas rumah kaca yang berkali-kali lebih kuat dibandingkan karbon dioksida. Gas rumah kaca inilah yang berkontribusi terhadap masalah pemanasan global. 

  • Dampak Toksisitas karena kerusakan polimer 

Secara visual bioplastik dan plastik konvensional terlihat sangat mirip, namun jika keduanya tercampur dalam sampah daur ulang/pengomposan, manfaat bahan bioplastik hanyalah strategi pemasaran ramah lingkungan dan hanya akan menciptakan manfaat lingkungan semu(sedikit atau bahkan tidak ada manfaat). Hal yang berisiko adalah menciptakan masalah sampah kemasan baru, dan bukan solusi sampah kemasan yang berkelanjutan

Bila bioplastik tidak dibuang dengan benar, dapat menyebabkan kerusakan yang melemahkan ekosistem di sekitarnya. Misalnya, degradasi PLA dalam sedimen laut dapat mempengaruhi keanekaragaman mikroba dan meningkatkan dekomposisi karbon organik serta mengurangi pelepasan nitrogen anorganik, dan hal ini dapat menimbulkan dampak jangka panjang. tentang keanekaragaman flora dan fauna yang tumbuh di kawasan tersebut. 

Dalam beberapa studi degradasi, meskipun jumlah biomassa bakteri di tanah terdegradasi PLA tidak bervariasi secara signifikan, terlihat bahwa keanekaragamannya bervariasi, sehingga mengurangi aktivitas oksidatif ion amonium dan nitrit. Hingga saat ini, produk sampingan PHA belum terbukti menimbulkan efek toksik terhadap lingkungan sekitar, termasuk tanah, dasar laut, atau bahkan tubuh manusia. Faktanya, sebuah penelitian menunjukkan bahwa penempatan dan degradasi PHA dapat meningkatkan keanekaragaman mikroba di tanah sekitar selama periode degradasi, karena dapat berfungsi sebagai sumber karbon bagi organisme di sekitarnya.

  • Produksi Bioplastik

Menanam tanaman untuk membuat bioplastik menimbulkan dampak lingkungan akibat pertanian intensif, termasuk emisi rumah kaca dari minyak bumi yang dibutuhkan untuk bahan bakar mesin pertanian, dan polusi air yang disebabkan oleh limpasan dari lahan tempat pupuk digunakan dalam jumlah industri. Dalam beberapa kasus, dampak tidak langsung dari "penumbuhan" bioplastik lebih besar dibandingkan jika kita hanya membuat plastik dari minyak bumi.

Selain itu, memproduksi bioplastik dari tanaman seperti jagung memerlukan penggunaan kembali lahan untuk memproduksi bioplastik dibandingkan memenuhi kebutuhan pangan. Hampir 1/4 lahan pertanian yang menghasilkan biji-bijian digunakan untuk memproduksi biofuel dan bioplastik. Dengan semakin banyaknya lahan pertanian yang digunakan untuk memproduksi biofuel dan bioplastik, mungkin akan terjadi kenaikan harga pangan secara signifikan, sehingga berdampak pada kelompok masyarakat yang ekonominya lebih lemah.

Bioplastik masih menghadapi tantangan biaya karena tergantung pada bahan biomassa yang mahal untuk produksinya, terutama di tingkat industri kecil saat ini. Namun, dengan meningkatnya produksi skala besar dan penggunaan teknologi pencampuran yang efisien, biaya produksi dapat dikurangi. Disisi lain, produksi bioplastik mengkonsumsi energi 65% lebih sedikit dibandingkan produksi plastik petrokimia. Bioplastik akan didaur ulang dan digunakan untuk pemulihan energi. Meskipun saat ini bioplastik belum dapat bersaing secara ekonomis dengan plastik konvensional, ke depannya diperkirakan akan mampu mengejar ketertinggalannya dalam hal biaya.

4. Lalu, Bagaimana Dengan Masa Depan Plastik?

Dengan melihat banyaknya keuntungan pada bioplastik terutama dalam menciptakan ruang loop tertutup. Bioplastik tetap tidak bisa menjadi solusi untuk membuang sampah sembarangan. Disisi lain bioplastik juga masih memiliki banyak kekurangan dan kontroversial. Sebagai konsumen, kita harus cermat dan tepat dalam membeli dan menggunakan plastik maupun bioplastik, terutama membaca standard, logo, identitas kemasan. Meskipun bioplastik menjadi solusi, menggunakan ulang sesuatu, lebih baik daripada membuang atau mendaur ulang sesuatu. Dalam proses membuang atau mendaur ulang, masih membutuhkan energi tambahan(air, listrik, bahan bakar dll) untuk merubah bentuk dan sifat bahan. Belum lagi jika menimbulkan emisi, seperti gas beracun atau polusi air.

Melalui prinsip 5R yaitu "Refuse, Reduce, Reuse, Recycle, Recover", dapat mewakili kerangka gaya hidup berkelanjutan untuk membantu mengurangi sampah plastik pada lingkungan.

Gambar 6. Strategi 5R yang membantu transisi menuju lingkungan keberlanjutan/Dokpri
Gambar 6. Strategi 5R yang membantu transisi menuju lingkungan keberlanjutan/Dokpri
  • Refuse (Menolak) = Menghindari penggunaan plastik dan bioplastik. Pilihlah opsi yang tidak menggunakan plastik, seperti kemasan yang dapat terurai alami. 
  • Reduce (Mengurangi) = Mengurangi pemakaian produk plastik maupun bioplastik. Pilih produk dengan kemasan minimal atau tanpa kemasan. Jika terpaksa, pilih barang plastik atau bioplastik yang tahan lama.

  • Reuse (Menggunakan Ulang) = Memanfaatkan kembali plastik dan bioplastik memungkinkan. Misalnya, gunakan kembali botol atau wadah bioplastik untuk menyimpan makanan atau minuman. 

  • Recycle (Mendaur Ulang) = Memanfaatkan kembali plastik dan bioplastik menjadi barang lain, misal hiasan lampu, pot bunga, tempat pensil dll.

  • Recover(Memulihkan) = Membuang dan memisahakan plastik dan bioplastik pada tempatnya. Hal ini akan memudahkan proses sampah kembali pusat daur ulang atau fasilitas daur ulang agar dapat diproses kembali menjadi bahan baku untuk produk baru

Refrensi

  • Atiwesh, G., Mikhael, A., Parrish, C. C., Banoub, J., & Le, T. A. T. (2021). Environmental impact of bioplastic use: A review. Heliyon, 7(9), 3-9.
  • bajaj, s. (2023, September 6). Plastics Vs Polymers | A Comprehensive Comparison. PlasticRanger. Retrieved April 30, 2024, from https://plasticranger.com/plastics-vs-polymers/
  • Fridovich, J. L. (2024, March 29). Bioplastic | Definition, Examples, Biodegradability, & Facts. Britannica. Retrieved April 30, 2024, from https://www.britannica.com/technology/bioplastic
  • Hale, R., Thiessen, M., Gibbens, S., & Peschak, T. P. (2018, November 15). Bioplastics---are they truly better for the environment? National Geographic. Retrieved April 30, 2024, from https://www.nationalgeographic.com/environment/article/are-bioplastics-made-from-plants-better-for-environment-ocean-plastic
  • Kale, G., Kijchavengkul, T., Auras, R., Rubino, M., Selke, S. E., & Singh, S. P. (2007). Compostability of bioplastic packaging materials: an overview. Macromolecular bioscience, 7(3), 255-277.
  • Kenapa Sampah Plastik Sulit Diurai? -. (2023, June 9). Universitas Muhammadiyah Jakarta. Retrieved April 30, 2024, from https://umj.ac.id/opini-1/kenapa-sampah-plastik-sulit-diurai/
  • Ketahui Hal ini Sebelum Memutuskan Menggunakan Bioplastik - Artikel dan berita pengelolaan sampah dari Waste4Change. (2020, August 10). Waste4Change. Retrieved April 30, 2024, from https://waste4change.com/blog/bioplastik/
  • Nandakumar, A., Chuah, J. A., & Sudesh, K. (2021). Bioplastics: A boon or bane? Renewable and Sustainable Energy Reviews, 1(1), 3-15.
  • Venkatachalam, H., & Palaniswamy, R. (2020). Bioplastic world: A review. Journal of Advanced Scientific Research, 11(3), 43-53.
  • Woodford, C., Gordinier, J., Posen, D., & Guide, S. (2023, March 8). Bioplastics and biodegradable plastics - How do they work? Explain that Stuff. Retrieved April 30, 2024, from https://www.explainthatstuff.com/bioplastics.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun