Mohon tunggu...
Naufal Shalhan Adani
Naufal Shalhan Adani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1-Teknik Fisika

Mahasiswa S1-Teknik Fisika \\\ Insitut Teknologi Sepuluh Nopember(ITS) \\\ Email: naufalshalhan4@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Apakah Thorium Menjadi Bahan Bakar Nuklir Di Masa Depan?

27 Desember 2021   09:00 Diperbarui: 27 Desember 2021   12:58 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebutuhan akan sumber daya listrik akan terus meningkat dari masa kemasa, energi nuklir adalah salah satunya. Energi nuklir adalah energi yang paling ramah lingkungan karena menghasilkan listrik bebas karbon. Namun, energi nuklir menimbulkan stigma negatif di masyarakat karena terdapat kejadian buruk pada kecelakaan reaktor nuklir. Di sisi lain, terdapat penghasil energi listrik yang lebih efisien seperti energi angin dan matahari, dan ini membuat energi nuklir menjadi usang. Oleh karena itu terdapat pengganti baru bernama thorium, sebuah kebangkitan energi nuklir di masa depan. Namun, bagaimana thorium menjadi bahan bakar masa depan?

1. Apa Itu Thorium Dan Bagaimana Bisa Menjadi Listrik?

Thorium adalah elemen dasar alam, seperti Besi dan Uranium. Sifatnya seperti uranium, ia memungkinkan untuk digunakan sebagai bahan bakar reaksi berantai nuklir yang dapat menjalankan pembangkit listrik dan menghasilkan listrik. 

Thorium sendiri tidak akan membelah dan melepaskan energi. Sebaliknya, ketika terkena neutron, ia akan menjalani serangkaian reaksi nuklir sampai akhirnya muncul sebagai isotop uranium (U-233), karena bersifat fisil dan dapat mempertahankan reaksi berantai nuklir. Oleh karena itu thorium (Th-232) disebut subur, sedangkan uranium (U-233) disebut fisil.

Liquid Fluoride Thorium Reactors (LFTR) adalah jenis reaktor garam cair. Ini secara signifikan lebih aman daripada reaktor nuklir biasa. LFTR menggunakan kombinasi thorium dan garam fluorida untuk menyalakan reaktor. thorium-232 dan uranium-233 ditambahkan ke garam fluorida dalam teras reaktor. Saat fisi terjadi, panas dan neutron dilepaskan dari inti dan diserap oleh garam di sekitarnya. Ini menciptakan isotop uranium-233, karena thorium-232 mengambil neutron tambahan. Garam mencair menjadi bentuk cair, yang menjalankan penukar panas, memanaskan gas inert seperti helium. Lalu menggerakkan turbin untuk menghasilkan listrik. Garam yang dipancarkan mengalir ke pabrik pascapemrosesan, yang memisahkan uranium dari garam. Uranium kemudian dikirim kembali ke inti untuk memulai proses fisi lagi. Berikut adalah proses sederhananya:

Neutron + Th-232  -> Th-233 -> Pa-233 -> U-233(fuel) -> Gas panas -> Turbin Berputar -> Listrik

Sumber: ensterna.com
Sumber: ensterna.com
2. Apakah Memungkinkan Dijadikan Sebagai Bahan Bakar Masa Depan?

Reaktor thorium adalah cara berbeda untuk menghasilkan listrik yang dapat bermanfaat bagi dunia. Lebih efisien daripada bahan bakar fosil (tidak menghasilkan emisi karbon), lebih aman daripada pembangkit nuklir konvensional, dan setiap sisa limbah radioaktif tidak dapat digunakan untuk membuat persenjataan.

Dilansir dari web resmi energyeducation.ca, disebutkan bahwa manfaat utama thorium adalah jumlahnya yang banyak. Ada sekitar 3 kali lebih banyak thorium daripada uranium di kerak bumi. Jadi, di masa depan, sumber daya thorium dapat menjadi cadangan potensial untuk menghasilkan listrik.

3. Mengapa Belum Ada Negara Menggunakan Thorium Sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir(PLTN)?

Jika kita mengetahui banyak manfaat yang didapat. Namun, mengapa belum ada negara yang menggunakan thorium sebagai bahan bakar nuklir? Sebenarnya thorium adalah ide yang sudah sejak lama ada.

Ada kesenjangan yang signifikan dalam penelitian dan bahan yang diperlukan untuk LFTR. Fasilitas kimia pasca-pemrosesan yang akan memisahkan uranium dari garam cair untuk digunakan kembali, belum dibangun dengan layak. Setiap reaktor akan memerlukan beberapa uranium yang sangat diperkaya (seperti uranium-235) untuk memulai reactor yang sangat mahal, menurut situs power-eng.com.

Lalu, bahan bakar thorium sedikit lebih sulit untuk disiapkan. Thorium dioksida meleleh pada suhu 550 derajat lebih tinggi daripada Uranium dioksida tradisional, sehingga suhu yang sangat tinggi diperlukan untuk menghasilkan bahan bakar padat berkualitas tinggi. Selain itu, Th cukup lembam, sehingga cukup sulit untuk diproses secara kimia. Itulah mengapa banyak negara di dunia lebih memilih uranium dan plutonium dioxide yang dikenal lebih sederhana.

Selain hal di atas, terdapat stigma negatif di kalangan masyarakat. Ini dikarenakan beberapa kejadian kecelakaan kerja terkait nuklir seperti bencana Chernobyl, Three Mile Island, dan Fukushima makin memperburuk opini publik. Jadi akan sulit membangun reaktor nuklir jika tidak ada dukungan dari publik.

Sumber: nbcnews.com
Sumber: nbcnews.com

4. Bagaimana Jika Di Indonesia?

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir(PLTN) sebenarnya sudah ada di indonesia, dan Indonesia sudah memiliki rencana untuk membangaun tenaga nuklir menggunkana bahan bakar thorium guna memenuhi kebutuhan listrik sebesar 60.000 megawatt (MW) di tahun 2025. 

Kini, bahkan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) sedang membangun reaktor nuklir terbaru atau yang ke-4 di Serpong, Banten. Reaktor ini juga akan menggunakan bahan bakar thorium (nuklir hijau). Program Reaktor Daya Eksperimental (RDE) itu berkapasitas 30 MW. Kombinasi reaktor ini bisa uranium, juga thorium, menurut situs resmi indonesia.go.id.

Tuntutan penggunaan thorium di indonesia dikarenakan terdapat cadangan thorium sebesar 70.000 ton, atau 4 kali lebih banyak daripada cadangan uranium. 1 ton thorium ini hanya sebesar bola basket. Thorium ini dapat menghasilkan listrik berdaya 1.000 MW selama 1 tahun. Bandingkan dengan uranium yang membutuhkan 200 ton atau batubara yang membutuhkan 3,5 juta ton.

Ditambah jajak pendapat tahun 2016 bahwa masyarakat indonesia dengan 4.000 responden 77% mendukung pembangunan PLTN, menurut Djarot Sulistio Wisnubroto dilansir dari web resmi cnbcindonesia.com. Ini berarti pembangunan PLTN di indonesia sangat potensial sekali untuk dijalankan.

5. Kesimpulan

Thorium akan mengakhiri penggunaan bahan bakar berbasis fosil seperti minyak dan batubara. Sehingga di masa depan akan banyak kendaraan yang memakai thorium sebagai bahan bakar. Tanpa dukungan publik dan ilmiah, mustahil kebangkitan energi nuklir dengan thorium akan sangat sulit untuk maju. Sehingga edukasi diperlukan untuk membantu mendorong/menyebarkan informasi tentang reaktor berbasis thorium, dan mendidik masyarakat tentang keselamatan yang menjamin.  Dalam masalah pembengkakan biaya, ini dapat dicapai dengan terus mengembangkan penelitian. Dalam kurun waktu 15 tahun ke depan akan ada metode dan teknologi yang dimanfaatkan sehingga masalah pembengkakan biaya akan jauh lebih murah dan efisien.

Semoga artikel ini bisa bermanfaat dan menambah pengetahuan kita. Jangan lupa untuk komen jika anda punya tanggapan lain dan  terus ikuti untuk mendapat hal menarik tentang sains. Terimakasih (.╹▽╹.)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun