Film ini diproduksi berdasarkan kejadian nyata pada tahun 2016 silam. Kasus pembunuhan dengan kopi sianida yang tepatnya terjadi pada 6 Januari 2016 kini telah menjadi topik perbincangan melalui film dokumenter oleh Netflix yang diproduseri oleh Rob Sixsmith. Film dokumenter ini hasil dari kolaborasi antara Netflix dan Beach House Pictures.
Netflix Indonesia resmi merilis film dokumenter berjudul Ice Cold: Murder, Coffe and Jessica Wongso di Netflix pada Kamis, 28 September 2023. Rob Sixsmith mengarahkan film dokumenter ini tidak seperti dokumenter serius lainnya atau kasus pembunuhan yang tidak terselesaikan, namun Rob Sixsmith mengarahkan penonton untuk membuat penonton penasaran. Karena tidak dapat dipungkiri, sebagian masyarakat Indonesia memiliki sifat kepo dan gemar berkomentar tanpa membaca. Film dokumenter ini mengundang sifat-sifat tersebut muncul dengan beberapa scene narasi yang menjadikan penonton penasaran.
Film Ice Cold: Murder, Coffe and Jessica Wongso membuat masyarakat Indonesia mengingat kembali kasus kontroversial yang terjadi tujuh tahun lalu. Perilisan film dokumenter ini menjadikan sorotan utama dalam perbincangan di sosial media. Film ini membuka diskusi kembali mengenai peran media, dan platform streaming seperti Netflix dalam mengangkat kembali kasus yang sudah lama dan menjadi drama pada era tersebut. Kemunculan film ini menarik perhatian dan memunculkan beberapa pertanyaan baru. Film seperti Ice Cold: Murder, Coffe and Jessica Wongso menjadikan pertanyaan perihal dampak positif dan negatifnya karena menceritakan ulang kasus yang kontroversial. Karya ini menjadi salah satu dampak dari media bahwa dari film dokumenter mampu mempengaruhi perasaan, persepsi, dan pandangan masyarakat terhadap suatu peristiwa ataupun perdebatan yang tak kunjung usai.
Pada awal film muncul ayah Mirna, Edy Darmawan sebagai narasumber yang mengatakan bahwa Jessica adalah pembunuh anaknya. Kasus tersebut berawal dari Jessica Wongso yang mengajak bertemu dengan teman-temannya setelah balik dari luar negeri. Salah satu teman yang turut hadir adalah Wayan Mirna Salihin. Jessica dan Mirna bertemu di Kafe Olivier, Mall Grand Indonesia, Jakarta. Jessica memesan dua gelas minuman kopi Vietnam, satu untuk dirinya dan satu untuk Mirna. Setelah minum kopi tersebut, Mirna tiba-tiba merasa sakit, tubuhnya kejang, tidak sadarkan diri, dan mengeluarkan buih dari mulutnya. Lalu ia dibawa ke rumah sakit dan dinyatakan meninggal dunia karena keracunan sianida. Sianida merupakan zat kimia yang sangat berbahaya yang dapat menyebabkan kehilangan nyawa. Sianida sendiri tidak mudah untuk didapatkan oleh orang-orang biasa dan termasuk barang yang ilegal untuk dimiliki oleh orang-orang.
Realitas yang terdapat dalam sebuah film sejatinya adalah realitas yang dikontruksikan oleh pembuat film. Dari sini kita harus memahami bahwa realitas yang disajikan dalam film Ice Cold: Murder, Coffe and Jessica Wongso adalah realitas yang diinginkan oleh sang produser. Sutradara, penulis cerita, dan tim produksi film. Realitas yang ada sudah dipililh, dipilah, dan disajikan sesuai keinginan dan tujuan dari pembuatan film ini. Jadi, realitas dalam film tentu tidak bisa semerta-merta disamakan dengan realitass yang terjadi sesungguhnya. Dalam film sangat memungkinkan untuk melakukan framming atas realitas yang sesuai dengan keinginan pembuat film. Maka dari itu, realitas yang ditampilkan dalam film tentu tidak sama dengan realitas hukum. Sehingga film ini mampu memunculkan pikiran baru penonton, namun tidak bisa mengubah putusan hukum. Berikut beberapa contoh realitas hukum yang tidak sesuai dalam film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffe and Jessica Wongso yaitu motif. Pada film dokumenter tersebut, Otto Hasibuan (pengacara Jessica Wongso) mengaku tidak percaya bahwa Jessica tega membunuh Mirna hanya karena menasihati Jessica tentang masalah kekasihnya. Dua sahabat dari Jessica dan Mirna berkata bahwa benar adanya bahwa Mirna menasihati Jessica agar putus dari kekasihnya. Mirna menyebut kekasih Jessica sebagai orang yang kasar, tidak modal, dan pemakai narkoba.
"Korban Mirna menasihati terdakwa agar putus saja dari kekasihnya yang suka kasar dan pemakai narkoba, dengan menyatakan buat apa pacaran dengan orang yang tidak baik dan tidak modal. Ucapan korban Mirna tersebut membuat terdakwa marah serta sakit hati sehingga terdakwa memutuskan komunikasi dengan Mirna," penjelasan Mahkamah Agung. Â
Pada awal dokumenter, ayah Mirna juga berkata bahwa putrinya sering dan berani berbicara secara blak-blakan.
Yang kedua yaitu terkait ada tidaknya racun di tubuh Mirna. Salah satu tanggapan dari kuasa hukum Jessica Wongso yaitu tidak adanya racun di tubuh Mirna berdasarkan temuan Laboratorium Kriminalistik Polri pada 70 menit usai Mirnal meninggal dunia. Mahkamah Agung dengan tegas mengatakan bahwa kesimpulan tersebut bertentangan dengan nalar huku yang benar dan logis, sebab Laboratorium Kriminalistik Polri menemukan bahwa Mirna memang meninggal dikarenakan racun.
"Secara sembrono Penasihat Hukum Terdalwa berani menyimpulkan bahwa korban Wayan Mirna Salihin meninggal bukan karena Natrium Sianida, padahal hasil pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik Polri menyimpulkan bahwa Korban Mirna meninggal karena Natrium Sianida," penjelasan pihak Mahkamah Agung
Pada film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffe and Jessica Wongso menampilkan visual yang menampilkan angka dosis berbahaya sianida yang dibutuhkan untuk membuat nyawa Mirna hilang. Sutradara Rob Sixsmith menampilkan argumen dari kuasa hukum Mirna yang menyatakan bahwa, jika berat badan Mirna 60 kg, maka butuh dosis 171,42 mg/l agar Mirna bisa keracunan sianida. Namun, dalam badan Mirna hanya ditemukan 0,2 mg/l. Tetapi sang sutradara tidak menampilkan argumen pembantah mengenai perhitungan terkait jumlah racun yang diminum oleh Mirna. Majelis hakim melakukan kalkulasi berapa banyak Mirna menyedot kopi tersebut dan berapa banyak natrium sianida (NaCN) yang diminum Mirna dari kopi vietnam tersebut.
"Dengan demikian alasan kasasi Penasihan Hukum Terdakwa yang mengatakan bahwa Natrium Sianida seberat 0,2 mg/l tidak dapat menimbulkan kematian telah terbantahkan karena sesunguhnya NaCn Sianida yang masuk ke tubuh Mirna sebesar 298 mg/l dan itulah yang mengakibatkan kematian Korban Wayan Mirna Salihin," ujar Mahkamah Agung
Jika dikaji dan dikaitkan dengan teori, maka teori yang cocok dengan pembahasan kali ini yaitu resepsi. Studi pemaknaan (resepsi) yang dikenalkan oleh Stuart Hall (2011) menjelaskan bahwa bagaimana pemaknaan penonton ketika melihat sebuah tayangan film. Sebuah simbol, pesan, dan tanda dimaknai sebagai pemaknaan utama dari sebuah adegan atau tayangan. Dalam kajian studi resepsi, khalayak berperan aktif dalam memaknai sebuah pesan yang sedang ditayangkan. Resepsi dalam film Ice Cold: Murder, Coffe and Jessica Wongso yang berbeda-beda merupakan hal yang wajar. Ramainya komentar penonton terkait film ini di media sosial menunjukkan bahwa mereka meresepsi film ini sesuai dengan kemampuan, pengalaman pribadi, dan beragam latar belakang masing-masing. Film dokumenter ini memang memberikan sudut pandang yang luas dan berbeda dari sudut pandang hukum. Film ini mengajak penonton untuk lebih mengetahui dan memahami latar belakang dan kepribadian Jessica Wongso yang selama ini dicap sebagai sosok yang jahat dan psikopat. Sebagai sebuah tontonan, masyarakat tidak perlu menanggapi film ini terlalu serius dengan menanggapi munculnya beberapa resepsi yang beraneka ragam. Karena hal tersebut tidak mengubah hasil keputusan hakim kepada Jessica Wongso yang menjatuhkan vonis 20 tahun penjara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H