Pandemi Covid-19 merupakan pandemi yang disebabkan oleh koronavirus sindrom pernapasan akut berat 2 (SARS-Cov-2). Kasus Covid-19 ini pertama kali dideteksi masuk ke Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020, ketika dua orang terkonfirmasi tertular dari seorang warga negara Jepang. Sebagai tanggapan terhadap pandemi, beberapa wilayah di Indonesia termasuk kota Jakarta memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada tahun 2020, lalu kebijakan ini diganti dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada tahun 2021.
      Dengan diterapkannya PSBB dan PPKM di wilayah Jakarta tersebut, yang mana saya dulu berdomisili di kota tersebut pun turut merasakan PSBB dan PPKM yang berjalan pada masa itu. Mulanya diawali dengan PSBB, pada Pasal 13 Permenkes No. 9 Tahun 2020 ini berisi pelaksanaan dari PSBB ini, salah satunya adalah peliburan tempat sekolah, karena pada tahun tersebut saya masih berstatus pelajar di SMA, sehingga persekolahan yang saya jalani pada masa itu menjadi persekolahan daring. Dan tak hanya itu, kegiatan di tempat umum pun juga dibataskan ataupun banyak tempat umum seperti mall dan caf yang tutup karena terdampak dengan PSBB ini.
      Dampak dari PSBB ini tidak hanya berdampak pada kegiatan masyarakat saja, tetapi juga berdampak pada kejiwaan setiap individu manusianya. Saya sendiri merasakan perubahan pada diri saya sendiri di tengah-tengah pembatasan sosial ini, yaitu kejiwaan saya yang terganggu karena kurangnya interaksi sosial di luar sana dengan teman-teman saya. Walaupun adanya teknologi seperti aplikasi zoom yang mana kita bisa berkumpul dan berinteraksi satu sama lain disana, namun hal tersebut masih kurang karena kita seperti berbicara dengan gadget laptop.
      Banyak teman saya pun juga terdampak kejiwaannya oleh pembatasan sosial ini, bahkan ada teman saya yang terdampak berat oleh ini. Panggil saja namanya Udin, Udin ini merupakan seorang yang extrovert yang mana ia memiliki banyak teman di sekolahnya, karena PSBB ini udin awalnya merasa baik-baik saja di awal, namun setelah berjalan selama dua minggu dan kemudian dilanjutkan dengan new normal dan PPKM pun Udin mulai merasa gelisah dan kehampaan yang luar biasa sehingga kejiwaannya pun terserang oleh Borderline Personality Disorder (BPD). Hal ini menyebabkan ia harus membuat rujukan ke psikiater, dan untuk menangani Borderline Personality Disorder (BPD) ini ia harus mengonsumsi pil dan menjalankan beberapa terapi ketika gangguan mentalnya ini kambuh.
Mengomentari tentang dampak psikologis remaja saat belajar di rumah, psikiater dr. Nova Riyanti Yusuf mengutip teori psikososial yang mengatakan bahwa bagi kalangan remaja, yang paling bermakna bukanlah orang tua, melainkan peers (teman sebaya). "Saat ini dia (anak remaja) dipaksa untuk bertumbuh tidak sesuai dengan teori psikososial, jadi bisa dibayangkan. Dia tidak mengalami proses yang normal itu tadi," kata Nova.
      Laporan WHO memperingatkan bahaya pandemi terhadap psikologis, kekhawatiran akan tertular dari lamanya waktu pembatasan sosial ini, dan dari sini pun terbukti merusak mental banyak orang. Selain hal ini, orang-orang juga terganggu oleh kekhawatiran tentang pengangguran dan krisis keuangan. Direktur Kesehatan Jiwa, Kementerian Kesehatan, Vensya Sitohang mengatakan, Pandemi Covid-19 memperparah atau mempengaruhi Kesehatan jiwa. Angka prevalensinya meningkat satu sampai dua kali lipat dibandingkan kondisi sebelum wabah. "Kelompok yang terpapar gangguan jiwa berbeda-beda, sehingga membutuhkan penanganan yang berbeda pula." Ujar Vensya.
      Ada juga kerabat saya yang merasa kejiwaannya terganggu oleh pembatasan sosial ini, panggil saja dengan Bayu, Bayu lulus kuliah pada tahun 2020 saat pembatasan sosial ini berlaku. Karena pembatasan sosial ini, hal ini berdampak pada kebangkrutan dan tutupnya banyak perusahaan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah iklan lowongan kerja di masa pandemi sempat anjlok hingga 75% pada April lalu. Sehingga banyak lulusan pada tahun tersebut kesulitan untuk mencari kerja. Karena sulitnya mencari kerja pun kemudian hal ini menjadi beban pikiran Bayu, Bayu pun mulai stress dan kemudian didiagnosis mengalami depresi ringan.
      Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengindikasikan sebuah hasil dimana COVID-19 memang memiliki banyak pengaruh terhadap kesehatan mental masyarakat di Indonesia. Berawal dari adanya rasa kecemasan, ketakutan, dan kekhawatiran masyarakat terkena virus yang dianggap sangat berbahaya dan mematikan. Kebanyakan dari masyarakat melakukan pembatasan diri sendiri, mengurangi kontak fisik, hingga mengisolasi dan mengasingkan diri sendiri di rumah. Meskipun pembatasan sosial dan proses isolasi mandiri dilakukan berdasarkan keinginan sendiri, namun setelah beberapa waktu kebanyakan masyarakat pun merasa jengah.
Daftar Pustaka
1. PSBB Jakarta mulai 10 April selama dua minggu, namun pakar menyebut hasil efektif satu bulan untuk tekan Covid-19
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52194441
2. Pandemi Covid-19 di IndonesiaÂ
https://id.wikipedia.org/wiki/Pandemi_Covid-19_di_Indonesia#Tanggapan
3. WHO Ingatkan Dampak COVID-19 terhadap Kesehatan Mental
https://www.dw.com/id/dampak-covid-19-terhadap-kesehatan-mental/a-58605244
4. Analisis Pengaruh COVID-19 Terhadap Kesehatan Mental Masyarakat di Indonesia (Nasrullah, Sulaiman)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H