Sebagai ilmu yang mempelajari prinsip-prinsip dan dasar-dasar dalam penegakan hukum Islam, Ushul Fiqh memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan hukum Islam itu sendiri. Sejak kedatangan Islam, khususnya pada masa Nabi Muhammad SAW hingga generasi tabi'in, Ushul Fiqh telah mengalami berbagai perubahan dan perkembangan. Dalam proses ini, tidak hanya sumber-sumber hukum seperti Al-Qur'an dan Sunnah yang dikumpulkan, tetapi juga berbagai teknik ijtihad diterapkan untuk menangani permasalahan hukum yang muncul dalam berbagai konteks sosial dan budaya. Dengan memahami konteks sejarah dan metodologi Ushul Fiqh.
Sumber Hukum :
Al-Qur'an dan sunnah menjadi pedoman utama dalam penetapan hukum pada masa Nabi. Beliau sendiri memberikan kewenangan yang signifikan kepada para sahabatnya untuk mengambil keputusan terkait hal-hal yang tidak secara eksplisit dicantumkan dalam Al-Qur'an dan Hadis.
Penggunaan Teknik Ijtihad :
Untuk menegakkan hukum yang tidak tertulis, Nabi Muhammad SAW memanfaatkan kecerdasan akal manusia. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa itu, proses ijtihad telah dimulai.
Penerapan Ushul Fiqh :
Penyelesaian masalah hukum dan sosial yang dihadapi oleh masyarakat Arab pada masa Nabi Muhammad SAW dapat dianggap sebagai contoh nyata dari penerapan Ushul Fiqh. Nabi Muhammad SAW seringkali melakukan ijtihad untuk mencari jawaban yang tepat terhadap berbagai persoalan yang muncul di tengah masyarakat.
Ushul Fiqh di Era Sahabat Nabi
Setelah Rasulullah wafat, para sahabat mulai menerapkan metode ijtihad untuk menghadapi berbagai masalah yang muncul. Mereka merujuk kepada Al-Qur'an dan sunnah sebagai sumber hukum, sambil saling berbagi informasi mengenai tradisi yang diajarkan oleh Rasul. Para sahabat yang berperan penting dalam perkembangan Ushul Fiqh adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, dan Utsman bin Affan. Masing-masing dari mereka memberikan kontribusi secara signifikan pada penetapan prinsip -- prinsip dasar Ushul Fiqh.
Sahabat dihadapkan pada masalah baru, yaitu mengintegrasikan budaya Arab dengan individu yang berasal dari latar belakang non-Arab. Selain itu, mereka juga menghadapi berbagai peristiwa baru yang membutuhkan keahlian yang tajam. Untuk mencapai tujuan ini, mereka berusaha mengembangkan metode ijtihad yang lebih inklusif dan mencakup semua kalangan.