Dalam masa ini, kita perlu mempertimbangkan bahwa meskipun mungkin terdapat beberapa dimensi kognisi yang mengalami kemunduran seiring dengan bertambahnya usia, pada orang lain dimensi ini mungkin tetap stabil atau bahkan mengalami kemajuan.
a.Mekanika Kognitif dan Pragmatika Kognitif
Paul Baltes (2000, 2003; Baltes, Lindenberger, & Staudinger, 2006) secara jelas membuat pembedaan antara aspek-aspek dari pikiran lanjut usia yang menunjukkan kemunduran dan yang tetap stabil atau bahkan mengalami kemajuan:
·Mekanika kognitif (cognitive machanics) adalah “perangkat keras” dari pikiran, yang mencerminkan suatu arsitektur neurofisiologis dari otak dan berkembang melalui proses evolusi. Mekanika kognitif melibatkan input sensoris, atensi, memori visual dan motor, diskriminasi, perbandingan, dan kategorisasi. Beberapa peneliti berkesimpulan bahwa kemunduran dalam mekanika kognitif dapat dimulai di awal usia paruh baya (Finch, 2009; Salthouse, 2009).
·Pragmatika kognitif (cognitive pragmatics) adalah “perangkat lunak” berbasis budaya dari pikiran. Pragmatika kognitif meliputi keterampilan membaca dan menulis, pemahaman bacaan, kualifikasi pendidikan, keterampilan profesional, dan juga jenis pengetahuan mengenai diri dan keterampilan hidup yang dapat membantu kita menghadapi hidup. Meskipun mekanika kognitif mengalami kemunduran, pragmatika kognitif dapat mengalami kemajuan, paling tidak sampai individu menjadi tua sekali.
b.Atensi
Terdapat tiga aspek penting yang diselidiki pada orang-orang lanjut usia, yaitu:
·Atensi selektif (selective attention) adalah kemampuan fokus pada aspek tertentu dari pengalaman yang relevan dan mengabaikan aspek-aspek lain yang tidak relevan. Contoh dari atensi selektif adalah kemampuan fokus pada satu suara diantara suara-suara lainnya yang terdapat di dalam sebuah ruangan yang ramai. Secara umum, orang-orang dewasa lanjut usia kurang cakap dalam atensi selektif dibandingkan orang-orang dewasa yang lebih muda (Bucur & Madden, 2007).
·Atensi terbagi (divided attention) adalah kemampuan berkonsentrasi pada lebih dari satu aktivitas di dalam waktu yang bersamaan. Semakin sulit tugas-tugas yang diberikan, efektivitas orang lanjut usia dalam membagi atensinya juga semakin kecil dibandingkan dengan orang dewasa yang lebih muda (Bucur & Madden, 2007)
·Atensi berkesinambungan (sustained attention) adalah keterlibatan dalam waktu panjang dan fokus pada objek, tugas, peristiwa, atau aspek-aspek lainnya di lingkungan. Kadangkala atensi berkesinambungan disebut sebagai kewaspadaan (vigilance). Para peneliti menemukan bahwa orang-orang pada usia ini menampilkan performa yang sama baiknya dengan orang-orang paruh baya maupun orang-orang dewasa muda dalam pengukuran ini, tapi untuk tugas kewaspadaan yang kompleks performa orang dewasa lanjut usia biasanya menurun (Bucur & Madden, 2007).
c.Memori
Memori juga mengalami perubahan seiring dengan bertambahnya usia, namun tidak semua perubahan memori berlangsung dengan cara yang sama (Barba, Attali, & La Corte, 2010). Dimensi-dimensi utama dari memori dan proses menjadi tua yang telah dipelajari meliputi episodic memory, semantic memory, sumber daya kognitif (seperti working memory dan kecepatan perseptual), memory beliefs, dan faktor-faktor nonkognitif seperti faktor kesehatan, pendidikan, dan sosioekonomi.
·Memori episodik adalah retensi informasi mengenai di mana dan kapan peristiwa-peristiwa hidup terjadi. Orang-orang dewasa muda lebih memiliki memori episodik yang lebih baik dibandingkan orang-orang lanjut usia (Cansino, 2009).
·Memori semantik adalah pengetahuan seseorang mengenai dunia. Memori semantik meliputi bidang-bidang keahlian seseorang, seperti pengetahuan tentang catur oleh pemain catur profesional; serta “pengetahuan sehari-hari” mengenai makna kata-kata, orang-orang terkenal, tempat-tempat yang penting, dan hal-hal yang umum. Orang lanjut usia sering kali membutuhkan waktu lebih lama agar dapat mengingat kembali informasi semantik, namun biasanya mereka dapat mengingat kembali sepenuhnya. Meskipun demikian, kemampuan untuk mengingat informasi yang sangat spesifik (seperti nama) biasanya menurun pada orang lanjut usia (Luo & Craik, 2008). Memori episodik lebih banyak mengalami penurunan daripada memori semantik (Yoon, Cole, & Lee, 2009).
·Sumber daya kognitif: memori kerja dan kecepatan perseptual Memori kerja lebih menyerupai “bangku kerja” yang memungkinkan individu-individu untuk memanipulasi dan menggabungkan informasi ketika mengambil keputusan, menyelesaikan masalah, dan menguasai bahasa tertulis dan bahasa lisan (Baddeley, 2000). Para peneliti telah menemukan adanya kemunduran dalam memori kerja di masa dewasa akhir (Delaloye & kawan-kawan, 2009). Kecepatan perseptual adalah kemampuan menampilkan tugas-tugas perseptual-motor sederhana seperti menentukan waktu yang dibutuhkan untuk menginjak rem ketika sebuah mobil yang berada di depannya berhenti. Kecepatan perseptual mengalami penurunan yang cukup berarti di masa dewasa akhir, dan hal ini memiliki kaitan yang kuat dengan penurunan working memory (Bopp & Verhaeghen, 2007).
·Memori eksplisit dan implisit Memori eksplisit adalah memori mengenai fakta-fakta dan pengalaman-pengalaman yang diketahui secara sadar dan dapat dinyatakan oleh individu yang bersangkutan. Contoh dari memori eksplisit adalah mampu mengingat hal-hal yang hendak dibeli ketika sedang beradadi dalam sebuah toko. Sedangkan memori implisit adalah memori yang tidak melibatkan ingatan yang disadari, mencangkup keterampilan-keterampilan dan prosedur-prosedur rutin yang ditampilkan secara otomatis. Contoh dari memori implisit adalah mengendarai mobil. Orang lanjut usia cenderung lebih banyak lupa mengenai barang-barang yang hendak mereka beli di toko makanan, dibandingkan lupa cara mengemudi mobil.
·Memori sumber adalah kemampuan mengingat di mana seseorang mempelajari sesuatu. Kegagalan dalam memori sumber akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia di masa dewasa dan hal ini dapat menciptakan situasi-situasi yang aneh, seperti ketika orang-orang lanjut usia lupa mengenai siapakah yang menceritakan suatu lelucon dan kemudian orang lanjut usia tersebut menceritakan kembali ke sumber pembuat lelucon. (Besken & Gulgoz, 2009; Glisky & Kong, 2009).
·Memori prospektif meliputi kemampuan mengingat untuk melakukan sesuatu di waktu mendatang, seperti mengingat untuk meminum obat anda atau mengingat untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Meskipun beberapa peneliti telah menemukan adanya penurunan memori prospektif seiring dengan bertambahnya usia, sejumlah studi memperlihatkan bahwa kemunduran itu bersifat kompleks dan tergantung dengan sejumlah faktor seperti sifat dasar dari tugas dan hal-hal yang diukur (Einstein & McDaniel, 2005; Rendell & kawan-kawan, 2007).
d.Pengambilan Keputusan
Terlepas dari terjadinya penurunan di banyak aspek memori, seperti working memory dan memori jangka panjang, banyak orang dewasa lanjut usia menjaga keahlian pengambilan keputusan dengan cukup baik (Healey & Hasher, 2009). Dalam beberapa kasus, penurunan memori terkait usia akan mengganggu proses pengambilan keputusan (Brand & Markowitsch, 2010).
e.Kearifan
Kearifan adalah pengetahuan ahli mengenai aspek-aspek praktis dari kehidupan yang memungkinkan seseorang mampu melakukan penilaian yang sangat baik menyangkut persoalan-persoalan penting. Dalam mempertimbangkan kearifan, penelitian yang dilakukan Baltes dan rekan-rekannya (Baltes & Kunzmann, 2007; Baltes & Smith, 2008) menemukan bahwa:
·Hanya terdapat beberapa orang yang dapat mencapai tingkat kearifan yang tinggi.
·Masa remaja akhir dan dewasa awal adalh pintu gerbang utama begi munculnya kearifan (Staudinger & Dorner, 2007; Staudinger & Gluck, 2011).
·Faktor-faktor selain usia merupakan hal yang penting bagi perkembangan kearifan untuk memasuki taraf yang tinggi.
·Faktor-faktor yang berkaitan dengan kepribadian, seperti keterbukaan terhadap pengalaman, generativitas dan kreativitas, merupakan prediktor-prediktoryang lebih baik dibandingkan faktor-faktor kognitif seperti intelegensi.
1.Gunakan atau Kehilangan
Perubahan-perubahan dalam pola aktivitas kognitif mengakibatkan adanya keterampilan-keterampilan kognitif yang tidak terpakai dan mengalami atropi (Hughes, 2010). Konsep ini sesuai dengan peribahasa yang mengatakan “Gunakanlah atau anda akan kehilangan” (use it or lose it). Aktivitas mental yang cenderung dapat membina keterampilan kognitif pada orang-orang lanjut usia adalah aktivitas-aktivitas seeprti membaca buku, mengisi teka-teki silang, mengikuti kuliah, dan menonton konser. “Gunakanlah atau anda akan kehilangan” juga merupakan komponen signifikan dari model keterlibatan optimasi kognitif yang menekankan tentang bagaimana keterlibatan intelektualdan sosial bisa memperlambat penurunan terkait usia untuk perkembangan intelektual (La Rue, 2010; Park & Reuter-Lorenz, 2009; Stine-Morrow & kawan-kawan, 2007).
2.Perkembangan Bahasa
Di masa dewasa akhir, individu mulai menunjukkan beberapa kemunduran dalam berbahasa (Obler, 2009). Sebagai contoh, apabila orang lanjut usia mengalami masalah pendengaran, mereka dapat mengalami kesulitan membedakan bunyi-bunyi percakapan dalam konteks tertentu (Clark-Cotton & Goral, 2007). Beberapa aspek keterampilan fonologi orang dewasa lanjut usia berbeda dengan keterampilan berbahasa orang dewasa muda (Clark-Cotton dkk., 2007). Cara bicara orang dewasa usia lanjut biasanya volumenya lebih rendah, tidak terartikulasi dengan tepat, dan tidak begitu lancar (lebih banyak jeda, pengulangan, dan koreksi).
Satu aspek dari cara berbicara dimana perbedaan usia ditemukan mencakup menceritakan kembali sebuah kisah atau memberikan instruksi untuk menyelesaikan sebuah tugas. Ketika terlibat dalam cara berbicara jenis ini, orang dewasa lanjut usia cenderung menghilangkan elemen kunci, menciptakan percakapan yang kurang lancar dan lebih sulit untuk disimak (Clark-Cotton dkk., 2007). Menurunnya kecepatan dalam pemrosesan informasi dan menurunnya working memory, khususnya dalam hal kemampuan menyimpan informasi di dalam pikiran ketika melakukan pemrosesan, cenderung berkontribusi terhadap kurangnya efisiensi berbahasa pada orang-orang lanjut usia (Stine-Morrow, 2007
3.Penyesuaian Diri pada Masa Tua (Adjustment)
Yang dimaksud dengan penyesuaian diri pada lanjut usia adalah kemampuan orang yang berusia lanjut usia/lansia untuk menghadapi tekanan atau konflik akibat perubahan-perubahan fisik, maupun social psikologis yang dialaminya dan kemampuan untuk mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari lingkungan, yang disertai dengan kemampuan mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dirinya tanpa menimbulkan masalah baru.
Pada orang-orang dewasa lanjut yang menjalani masa pensiun dikatakan memiliki penyesuaian diri paling baik adalah lanjut usia yang sehat, memiliki pendapatan yang layak, aktif, berpendidikan baik, memiliki relasi sosial yang luas termasuk diantaranya teman-teman dan keluarga, dan biasanya merasa puas dengan kehidupannya sebelum pensiun (Palmore dkk, 1985). Orang-orang dewasa lanjut dengan penghasilan tidak layak dan kesehatan yang buruk dan harus menyesuaikan diri dengan stres lainnya yang terjadi seiring dengan pensiun, seperti kematian pasangannya, memiliki lebih banyak kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan fase pensiun (Stull & Hatch, 1984).
Penyesuaian diri lanjut usia pada kondisi psikologisnya berkaitan dengan dimensi emosionalnya dapat dikatakan bahwa lanjut usia dengan keterampilan emosi yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka. Orang yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosinya akan mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk berkonsentrasi ataupun untuk memiliki pikiran yang jernih. Ohman & Soares (1998) melakukan penelitian yang menghasilkan kesimpulan bahwa sistem emosi mempercepat sistem kognitif untuk mengantisipasi hal buruk yang mungkin akan terjadi. Stimuli yang relevan dengan rasa takut menimbulkan reaksi bahwa hal buruk akan terjadi. Terlihat bahwa rasa takut/khawatir dalam mempersiapkan individu untuk antisipasi datangnya hal tidak menyenangkan yang mungkin akan terjadi. Secara otomatis individu akan bersiap menghadapi hal-hal buruk yang mungkin terjadi bila muncul rasa takut. Ketika individu memasuki fase lanjut usia, gejala umum yang nampak yang dialami oleh orang lansia adalah “perasaan takut menjadi tua”. Ketakutan tersebut bersumber dari penurunan kemampuan yang ada dalam dirinya.Kemunduran mental terkait dengan penurunan fisik sehingga mempengaruhi kemampuan memori, inteligensi, dan sikap kurang senang terhadap diri sendiri.
Menurut suatu jurnal, disebutkan bahwa semakin tinggi usia seseorang maka afek-afek positifnya akan lebih banyak. Hal tersebut dikarenakan adanya faktor pendewasaan, pengalaman hidup, dll walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan, dijumpai lansia yang emosinya tidak “integrated”, hal tersebut sangat berkaitan erat dengan pengalaman hidup yang telah dilalui. (Age-Related
J.W.Santrock, 2002, hlm.190
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H