Cerpen identik dengan karangan cerita yang bersifat imajinatif atau fiksi. Cerpen merupakan salah satu jenis karya sastra yang berbentuk prosa, serta memiliki isi cerita yang padat dengan satu kejadian saja. Menurut Devi (2019: 48) "Cerpen adalah jenis prosa baru yang sangat populer. Walaupun cerpen dan novel memiliki jalan cerita yang sama yaitu berupa cerminan kehidupan sehari-hari, tetapi keduanya mempunyai perbedaan dalam menciptakan sebuah cerita. Jika novel terdapat banyak konflik, maka cerpen hanya menceritakan sebagian kecil kisah pelaku utamanya dan tidak menyebabkan perubahan sikap pada tokoh utama."
Di sini penulis akan membahas mengenai kritik sosial yang ada pada cerpen berjudul "Mata yang Enak dipandang" karya Ahmad Tohari. Cerpen tersebut merupakan sebuah cerita yang mengangkat kehidupan orang-orang kecil atau kalangan bawah dengan segala lika-likunya. Cerpen tersebut lebih memfokuskan pada si pengarang cerpen itu sendiri yaitu Ahmad Tohari, yang sangat mengenal kehidupan masyarakat disekitarnya dengan baik. Sehingga, dapat melukiskan sebuah cerita dengan rasa simpati dan empati agar kisahnya memperkaya batin pembaca.
Baik, langsung saja pada pembahasannya, pertama penulis akan menjelaskan tentang kritik sosial. Kritik sosial adalah bentuk tanggapan terhadap suatu peristiwa yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Menurut Oksinata (2010) "Kritik sosial sebagai salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat, yang bertujuan sebagai kontrol untuk menjalankan sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat". Dalam cerpen "Mata yang Enak dipandang" penulis menemukan beberapa gambaran cerita yang dapat dijadikan sebagai bahan kritik sosial.
“Kereta datang, kang. Ayo masuk stasiun.” Mirta tak memberi tanggapan. Ia hanya menggoyang-goyangkan kepala untuk mengusir pening. “Kang, kereta datang. Ayo masuk. Nanti ketinggalan.” Tarsa tak sabar. Diraihnya tangan Mirta. Kere picek ini harus apa lagi kalau tidak mengemis kepada para penumpang? Piker Tarsa. Tetapi Tarsa terkejut ketika menyentuh tangan Mirta. Panas. Tarsa juga melihat bibir Mirta sangat pucat. “Kamu sakit Kadang?” “Tidak,” jawab Mirta lirih. Tarsa bertambah ragu. “Bila kamu tidak sakit, ayo bangun. Kamu kere, bukan? Yang namanya kere harus makan bukan?” "kali ini aku malas” "Tapi uangmu sudah habis dan kita belum makan. Kamu juga belum kasih aku upah!” "Itu salahmu. Ku kira kamu tolol, tak pandai mengemis.” “Tolol? Aku sudah puluhan tahun jadi kere. Sudah puluhan anak jadi penuntunku. Tetapi baru bersama mu lah aku sering tak dapat duit. Jadi, siapa yang tolol?” (Mata yang Enak dipandang: 13)
Kutipan tersebut menerangkan bahwa pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, manusia pasti membutuhkan manusia lain untuk melangsungkan hidupnya. Sebagai manusia memiliki rasa kepedulian sosial kepada sesama, tolong-menolong dan saling membantu seharusnya sudah menjadi kewajiban setiap manusia. Di kota-kota besar, banyak sekali tuna netra yang mengemis demi mencari sesuap nasi. Tuna netra tersebut ditemani oleh seseorang yang dapat melihat. Tarsa merupakan penuntun seorang tuna netra bernama Mirta. Tarsa selalu memeras Mirta dengan terus menerus menyuruhnya mengemis di bawah terik matahari. Tidak hanya itu, sebagai seorang penuntun Tarsa selalu mengancam Mirta jika permintaannya tidak dikabulkan. Puluhan kali Mirta berganti penuntun, tetapi bersama Tarsa lah Ia jarang mendapatkan uang.
Selanjutnya, penulis juga menemukan adanya kritik sosial terkait keadilan. Bahwasannya aturan ada untuk ditaati, jika salah maka sudah sewajarnya harus mengakui apa yang telah diperbuat. Ada hukuman yang harus diterima oleh orang yang telah melakukan perbuatan kesalahan tersebut.
"Verina memberi tahu pengacaranya dia akan mengaku bersalah dan bersedia menerima hukuman apapun yang dijatuhkan kepadanya." (Di Balik Kabut Amnesia: 167)
Dari kutipan cerpen tersebut, terlihat pada saat Verina dilaporkan kepada pihak berwajib oleh anggota keluarga salah satu pasiennya dan Verina tidak merasa keberatan. Verina mengakui bahwa Ia bersalah dan Ia siap dihukum atas kesalahannya itu.
Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa cerpen "Mata yang Enak dipandang" karya Ahmad Tohari digolongkan sebagai kajian sosiologi sastra yang berisi tentang berbagai macam permasalahan sosial, sehingga penulis dapat menganalisis bentuk kritik sosial dalam cerpen tersebut.
Daftar Pustaka
Devi, Wika Soviana. 2019. Teori Sastra. Karanganyar: CV Al Chalief.
Imam, Agus. 2017. Kritik Sosial dalam Novel O Karya Eka Kurniawan: Kajian Sosiologi Sastra. HUMANIS. Vol.9 No.2, Juli 2017.
Tohari, Ahmad. 2019. Mata yang Enak dipandang. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H