Berikut ini konvensi hukum laut tahun 1982, menentukan bahwa garis batas laut hanya mungkin ditentukan melalui perundingan dengan kesepakatan. Masalah kedaulatan wilayah merupakan masalah yang harus dipandang sebagai suatu hal yang sensitive dan berpotensi besar menimbulkan konflik, salah satu contoh hal yang menimbulkan potensi besar dalam menimbulkan konflik suatu wilayah adalah tentang perebutan wilayah. Karena dari semua negara yang ada didunia ini tidak mungkin dari mereka diam saja apabila kehilangan wilayahnya walaupun hanya sejengkal. Maka dari itu sebuah negara harus memiliki suatu kedaulatan yang pasti dan lebih terjamin supaya tidak menimbulkan hal-hal yang tidak di inginkan, dan itu semua membutuhkan upaya terkoordinasi dengan mekanisme yang dapat diterima semua negara. Untuk mencapai semua itu tentunya tidak mudah untuk dilaksanakan dalam waktu yang sedikit untuk menyelesaikannya.
A. Sengketa Sipadan-Legitan menguji kedaulatan Indonesia
      Indonesia dengan bentuk geografinya sebagai negara kepulauan yang membentang beribu-ribu pulau dengan corak beraneka ragam dan ciri-cirinya sendiri,maka untuk menjega keutuhan teritorial serta perlindungan kekayaan alam serta perlindungan kekayaan perlu semua pulau/kepulauan harus berada dalam keutuhan dan kesatuan yang bulat.
     Kasus pulau Sipadan dan Legitan mulai muncul sejak tahun 1966 ketika Tim Teknis Landas Kontinental Indonesia Malaysia membicarakan antara batas dasar laut antar kedua negara. Kedua pulau tersebut tertera di Peta Malaysia sebagai bagian dari wilayah negara Republik Indonesia, padahal kedua pulau tersebut tidak tertera pada peta yang menjadi lampiran perpu No.4/1960 yang menjadi pedoman kerja Tim Teknis Indonesia.
     Dalam perkembangan hukum Internasional, batas kekuasaan yang merupakan batas wilayah suatu negara sangat dipegang erat, pelanggaran terhadap wilayah suatu negara berakibat fatal bahkan dapat menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan mengakibatkan peperangan. Dengan batas wilayah dituntut hubungan yang baik bagi setiap negara dan perjanjian-perjanjian yang diciptakan perlu ditaati agar tidak merugikan kepentingan negara lain.
Â
Â
B. Sengketa Sipadan-Legitan Dalam Konteks Teori Kedaulatan
     Kedaulatan teritorial suatu negara mencakup tiga dimensi, yang terdiri dari daratan,lautan dan udara. Seperti sebuah dalil hukum Romawi yang berbunyi cujus estsolum, ejus est usque ad coelum. Dalil ini memiliki arti "Barang siapa memiliki sebidang tanah dengan demikian juga memiliki segala-galanya yang berada di atas permukaan tanah tersebut sampai kelangit dan segala apa yang berada didalam tanah".
     Sengketa  dapat  disebabkan  karena  perbedaan   pandangan   terhadap   batas    teritorial, pengingkaran perjanjian serta ketidakjelasan perbatasan ketika bangsa Belanda menjajah Indonesia. Terkait kasus sengketa pulau Sipadan dan Legitan, maka dicarilah dasar hukum dan fakta historis serta fakta lain yang dapat mendukung kepemilikan pulau tersebut.
     Di saat yang sama Malaysia mengklaim bahwa dua pulau tersebut sebagai miliknya sesuai peta uniteral 1979 Malaysia serta mengemukakan sejumlah alasan, dalil hukum dan fakta. Dilihat dari letak kedua pulau ini dapat disebut zona perbatasan (frontiers) yang seharusnya dapat disebut titik pangkal garis pangkal kepulauan Indonesia.
     Dalam konteks kedaulatan seperti yang dalil yang diatas terkait kasus sengketa pulau Sipadan dan Legitan dapat disimpulkan bahwa kasus ini merupakan kasus yang rumit dimana kedua pulau tersebut memiliki ketidakjelasan dalam konteks kedaulatan suatu negara.
C. Pengertian Teori Kedaulatan, Jenis-jenis, dan Relevansinya di era Modern
      Kedaulatan merupakan terjemahan dari kata sovereignty (Bahasa Inggris) atau sovranus (Bahasa Italia) atau souverinete (Bahasa Perancis). Pengertian kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Kedaulatan Dimiliki oleh bangsa sejak merdeka dari penjajahan bangsa lain. Kedaulatan memiliki sifat sifat permanen, asli dan tidak terbatas. Teori kedaulatan hukum menunjukkan bahwa kekuasaan tertinggi bukan di tangan raja dan juga berada di tangan negara, melainkan di tangan hukum. Kedaulatan itu pada dasarnya mengandung dua aspek yaitu :
- Aspek internal : Kekuasaan tertinggi untuk mengatur segala yang ada atau yang terjadi pada batas-batas wilayahnya.
- Aspek Eksternal : Kekuasaan tertinggi untuk mengadakan dengan anggota masyarakat internasional maupun mengatur segala sesuatu yang berada atau yang terjadi di luar wilayah tersebut atau yang terjadi di luar wilayah negara itu sepanjang masih ada kaitannya dengan kepentingan negara itu.
Salah satu contoh teori kedaulatan di era modern adalah teori kedaulatan oleh Jean Bodin yang menganggap kedaulatan sebagai atribut negara dan sebagai ciri khusus dari negara, dari pernyataan tersebut Joen Bodin menekankan teori tersebut sebagai kekuasaan tertinggi negara. Dalam konteks globalisasi dan independensi ekonomi saat ini, teori ini dapat digunakan untuk memahami bagaimana negara berusaha mempertahankan kedaulatan mereka di tengah tekanan dari organisasi internasional dan perusahaan multinasional. Hal ini menimbulkan tantangan dalam hal kontrol atas kebijakan domestik dan perlindungan terhadap kepentingan nasional.
  Â
D. Analisis Kasus Sipadan dan Legitan
      Kasus pulau Sipadan dan Legitan ini dimulai pada abad ke-20 dimana kedua negara Malaysia dan Indonesia mengklaim kepemilikan dua pulau tersebut. Awal kasus ini disebabkan karena ketidakjelasan mengenai kepemilikan kedua pulau tersebut. Kemudian pada tahun 1950-an ketika Indonesia baru merdeka, Indonesia mengklaim pulau berdasarkan geografis dan historisnya. Sedangkan pada awal tahun 1970-an Malaysia mengembangkan infrastruktur dan melakukan pengelolaan atas pulau tersebut. Hal ini termasuk pembangunan fasilitas yang bisa menarik perhatian internasional. Kemudian dari kasus dua pulau tersebut menyebabkan ketegangan yang meningkat seiring dengan eksploitasi sumber daya disekitar pulau.
      Dari ketidakjelasan identitas dari kedua pulau tersebut dan masing-masing negara sudah menunjukkan bukti-bukti sehingga kedua negara tersebut dalam kondisi yang memanas akhirnya negara Indonesia dan Malaysia sepakat untuk menyelesaikan dari jalur hukum dan meminta Mahkamah Internasional (ICJ) untuk memberikan keputusan.
      Pada tahun 2002 putusan dari Mahkamah Internasional memutuskan bahwa pulau Sipadan dan Legitan secara historis jatuh kepada Malaysia dengan pertimbangan bahwa Malaysia mampu menunjukkan dengan dokumen ketika Malaysia menjadi jajahan Inggris, bahwa Inggris pernah memasuki pulau Sipadan dan Legitan dengan membangun Mercusuar dan Konversi Penyu. Sedangkan Belanda menjajah Indonesia selama 3,5 abad hanya terbukti pernah singgah di pulau Sipadan dan Legitan, akan tetapi pada saat itu Belanda tidak meninggalkan suatu jejak atau peninggalan untuk dijadikan bukti yang akurat seperti prasasti atau sejenisnya.
      Selain itu Malaysia juga terbukti melakukan berbagai penguasaan yang efektif terhadap kedua pulau tersebut seperti adanya peraturan tentang perlindungan satwa burung, pemungutan pajak atas pengumpulan Telor Penyu dan Oprasi Mercusuar. Kemudian sengketa kedua pulau Sipadan-Legitan ini terlepas dari bagian Kepulauan Indonesia pada masa pemerintahan Megawati Soekarno Putri pada tahun 2002.
E. Sengketa Sipadan-Legitan Sebagai Contoh Kompleksitas Penegak Kedaulatan
        Wilayah Indonesia adalah wilayah yang luas dan memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah, akan tetapi terkait ketidakjelasan kedaulatan menyebabkan kerenggangan atau pertentangan antara negara tetangga, dan apabila hal ini terjadi di negara negara besar lainnya mungkin akan terjadi peperangan. Adanya perbatasan-perbatasan wilayah di seluruh dunia termasuk negara Indonesia pastinya menimbulkan berbagai banyak konflik, seperti adanya bukti sejarah tentang wilayah tersebut atau wilayah tersebut dianggap tidak berfungsi sehingga dikelola oleh negara lain. Dari hal-hal tersebut sebagai salah satu contoh supaya batas-batas antar negara bisa diperjelas agar tidak menimbulkan kekacauan atau perdebatan antara negara di seluruh dunia termasuk Indonesia.
F. Pentingnya Diplomasi dan Penegakan Hukum Internasional
        Diplomasi sangat penting dalam menyelesaikan konflik sengketa wilayah perbatasan, karena dapat mencegah eskalasi menjadi kekerasan. Melalui dialog dan negosiasi, negara-negara besar menemukan solusi yang saling menguntungkan. Penegakan Hukum Internasional juga berperan membantu masalah ini dengan kerangka hukum untuk menyelesaikan sengketa, termasuk penggunaan abritase atau keputusan Internasional. Dengan kombinasi ini, potensi konflik dapat diminimalisir, dan stabilitas regional dapat tercapai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H