Mohon tunggu...
Naufal Hafizh
Naufal Hafizh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan kalijaga Yogyakarta Program Studi Bahasa dan Sastra Arab

Pegiat bahasa dan sastra arab di Timur Tengah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menggugat Relevansi Hak Veto dari Konflik Israel-Palestina

12 Juni 2024   10:55 Diperbarui: 12 Juni 2024   10:55 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber dari Freepik.com

Sudah berkali-kali Amerika Serikat menolak resolusi PBB yang menuntut gencatan senjata kemanusiaan. Negara yang dijuluki negeri paman Sam itu terus menggunakan hak vetonya untuk melanggengkan agresi Israel di Palestina. Terhitung sejak tanggal 7 Oktober 2023 hingga saat ini, Amerika telah memveto 4 resolusi PBB yang penting mengenai konflik di Ghaza. Akibatnya puluhan ribu warga sipil Ghaza harus menjadi korban perang yang entah kapan berahirnya.

Lalu, mau sampai kapan Amerika menggunakan vetonya sebagai safeguard dan membiarkan warga sipil Palestina menjadi korban dari perang yang serat dengan kepentingan politik ?

Dewan Keamanan PBB dan Hak Veto yang Berbilah Dua

Organisasi pemersatu negara dunia di bawah satu bendera atau akrab disebut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), adalah organisasi bergengsi yang bertujuan untuk menjalin kerja sama dan turut serta menjaga perdamaian dunia. Organisasi yang terbentuk pasca perang dunia kedua ini memiliki badan inti yang katanya untuk menjaga stabilitas dunia, yaitu Dewan Keamanan PBB.

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) didirikan dengan tujuan mulia, yaitu menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Diberikan mandat kuat, termasuk mendirikan misi penjaga perdamaian dan memberlakukan sanksi, DK PBB memiliki potensi besar untuk mewujudkan tujuan ini.

Hak veto Dewan Keamanan PBB, sebuah hak istimewa yang dipegang oleh lima negara besar (Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Tiongkok, dan Rusia). Ibarat pedang bermata dua, hak ini di satu sisi dimaksudkan untuk menjaga perdamaian dan stabilitas global. Di sisi lain, hak ini seringkali disalahgunakan untuk melindungi kepentingan nasional.

Tahun ini, relevansi hak veto semakin runyam, dan penuh dengan kontroversi. Mengapa? Karena keistimewaan itu tidak merepresentasikan realitas geopolitik dunia. Mekanisme hak veto yang tertuang dalam piagam charter pasal 27 telah memberikan ketimpangan kekuatan kepada 5 negara besar di jajaran Dewan Keamanan PBB.

Menurut laman UN Securty Council, sistematika voting dilakukan dengan memberikan tanda setuju dan tidak setuju dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB, namun apabila salah satu dari anggota tetap tidak menyetujui, sekalipun seluruh Dewan Keamanan PBB itu menyatakan persetujuannya, tetap itu tidak akan disetujui.

Mekanisme voting yang dijelaskan dalam piagam PBB pasal 27 ayat 2, serta yang dijelaskan dalam laman UN Securty Council sangat rentan dengan ketidakadilan dan ketidakdemokratisan. Memberikan lima negara kekuasaan untuk membatalkan kehendak mayoritas komunitas internasional adalah keliru. Mengapa? Karena jelas pasal 27 itu bertentangan dengan Pasal 2 ayat 1 yang menekankan pada “persamaan kedaulatan”. 

Sumber dari Freepik.com
Sumber dari Freepik.com

Deklarasi Hukum Internasional menyebutkan bahwa menjaga perdamaian dan keamanan dunia hanya dapat terjadi jika negara-negara anggotanya dapat menikmati persamaan kedaulatan, dan sama-sama mematuhi prinisp ini dalam hubungan internasional. Sedangkan pasal 27 ayat 3 menyebutkan jika hak veto yang dimiliki oleh 5 anggota tetap mampu membatalkan rancangan resolusi sekalipun mayoritas Dewan Keamanan meyetujuinya.

Lalu, bagaimana jika Hak veto digunakan untuk melindungi pelanggaran hak asasi manusia, menghambat intervensi untuk mencegah genosida, dan memungkinkan negara-negara besar untuk lolos dari pelanggaran hukum internasional seperti yang telah terjadi saat ini, di Palestina, di Jalur Ghaza, hingga yang terbaru di Rafah? Haruskah Dewan Kemanan PBB bertekuk lutut di hadapan voters yang menolak untuk diganggu kepentingan politiknya?

Konflik Palestina Diperparah oleh Hak Veto

Konflik Palestina-Israel bagaikan luka lama yang tak kunjung sembuh. Dan luka ini semakin parah dengan adanya hak veto di Dewan Keamanan PBB. Sejak insiden 7 Oktober 2023 yang dilakukan oleh Hamas, Israel melancarkan serangan brutal dan keji, menjatuhkan puluhan bom dan mengerahkan tank-tank lapis baja ke arah masyarakat sipil yang tak berdaya.

Tragedi di Palestina terus memakan korban. Tak hanya warga sipil, tenaga medis, dan jurnalis pun tak luput dari keganasan bom Israel. Padahal, mereka dilindungi oleh hukum perang yang jelas tertuang dalam International Humanitarian Law (IHL).

Sumber dari Freepik.com
Sumber dari Freepik.com

Hukum internasional jelas menyatakan bahwa korban sipil harus diminimalisir. Namun, nyatanya, korban warga sipil di Palestina terus bertambah, tanpa tindakan tegas dari Dewan Keamanan PBB. Keengganan mereka untuk menyetujui gencatan senjata kian mempertegas keraguan terhadap keberpihakan mereka.

Di manakah peran Dewan Keamanan, yang didirikan untuk menjaga perdamaian dunia? Apakah mereka buta terhadap penderitaan rakyat Palestina? Ataukah ada kepentingan lain yang bermain di balik sikap diam mereka? Jelas memang ada.

Hak veto, yang seharusnya menjadi alat untuk menjaga perdamaian, justru menjadi tameng bagi Israel untuk terus melakukan penindasan. Negara-negara besar, dengan kepentingan politiknya, melindungi Israel dari konsekuensi atas tindakan kejamnya. Ketidakberdayaan rakyat Palestina kian teruk karena suara mereka dibungkam oleh kekuatan politik global.

Saran Hak Veto : Hapus atau Reformasi

Penghapusan hak veto akan memberikan equality dalam sidang keputusan Dewan Keamanan PBB. Resolusi yang berisi kepentingan dan kebaikan umat Manusia seringkali terhambat oleh adanya penyalahgunaan hak veto dari anggota tetap.

Jika melihat konflik yang terjadi di Palestina, mengapa konflik tersebut tak kunjung usia?, ya, karena ada hak veto yang melindungi penjahat perang seperti Netanyahu dan Israel dari hukuman internasional.

Veto yang dilakukan oleh Amerika Serikat pimpinan Joe Biden sangat jelas untuk melindungi kepentingan politik luar negerinya dengan Israel selaku “karib”. Faktor kepentingan ini lah yang menjadi akar masalah mengapa konflik dunia dapat terjadi dalam jangka waktu yang lama, padahal dunia ini sudah memiliki Lembaga penjaga perdamaian, hukum internasional, hingga badan-badan yang mengurus penjahat perang yang melakukan pelanggaran hukum internasional.

Penghapusan hak veto akan mengembalikan demokrasi dan keadilan seperti yang dulu diharapkan. Mengutamakan kepentingan umat Manusia di atas kepentingan kelompok tertentu adalah hal yang harus dan seharusnya menjadi landasan berdirinya Perserikakatan Bangsa-Bangsa.

Bagaimana dengan reformasi?,

Reformasi hak veto dilakukan dengan membatasi penggunaan hak veto, dan larangan veto yang menghambat kepentingan kemanusiaan seperti resolusi gencatan senjata yang diajukan PBB untuk mencegah terjadinya bencana kemanusiaan yang lebih parah.

Hak veto Dewan Keamanan PBB adalah masalah yang rumit dan kontroversial. Penggunaannya seringkali bertentangan dengan tujuan awal PBB untuk mempromosikan perdamaian dan stabilitas global. Reformasi Dewan Keamanan PBB sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa PBB dapat menjalankan mandatnya dengan efektif dan adil, demi terciptanya dunia yang lebih damai dan sejahtera.

Referensi diambil dari video keputusan Dewan Keamanan di sidang PBB mengenai Pengakuan Palestina sebagai negara dan anggota penuh PBB  : Veto Dewan Keamanan PBB

referensi tambahan : Jumlah Veto US

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun