Mohon tunggu...
Naufal Fadhil MR
Naufal Fadhil MR Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mahasiswa aktif telkom university

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Metode Penguburan dalam Kepercayaan Megalitik

13 November 2023   09:45 Diperbarui: 13 November 2023   10:26 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh gambar tempayan kubur/dokpri

Dalam kehidupan bermasyarakat, saat ini kita menyadari tentang kehadirannya lapisan sosial. Berkumpulnya masyarakat dalam bentuk berkumpul tidak hanya terlihat dalam kehidupan sehari-hari namun juga dapat dilihat dalam kehidupan dulu yang dipengaruhi oleh keyakinan-keyakinan besar. Salah satunya kepercayaan megalitik pada zaman prasejarah yang ketat dengan adat penguburan. 

Upacara peringatan kematian adalah cara umum untuk mengubah orang yang meninggal dari dunia ini menuju keabadian. Salah satu metode yang digunakan dalam penguburan masa megalitik adalah tempayan. 

Sebagian dari tempayan tersebut masih berada pada tempatnya atau belum dipindahkan dari tempatnya. Maka beberapa dari masyarakat memberikan inisiatif untuk memindahkannya dan pemerintah juga tampaknya tidak keberatan sama sekali, apabila upaya pengamanan tidak segera dilakukan, maka dapat dipastikan dalam waktu 2 atau 3 tahun barang tersebut akan hilang dan musnah secara tiba-tiba 

Menyelidiki masyarakat masa lalu merupakan salah satu metode untuk mengetahui kemungkinan adanya antikarianisme di suatu tempat. Khususnya kebudayaan purbakala memberikan data bahwa keberadaan manusia yang mempunyai kebudayaan disekitarnya ada secara mandiri. Petunjuk adanya makam pada masa raksasa di wilayah tertentu memberikan warisan budaya yang dapat diverifikasi sehubungan dengan unsur budaya interniran di sekitar sini. Warisan ini secara positif mempunyai nilai dan arti penting kebudayaan yang sangat tinggi dalam dua bidang kemajuan ilmu pengetahuan dan sejarah inovasi. 

Pengambilan tema ini di dasari ingin mengetahui dan memperdalam informasi terkait kuburan tempayan yang telah ada di zaman prasejarah yang nantinya akan berguna untuk ilmu pengetahuan lanjutan tentang bagaimana nenek moyang terdahulu menggunakan tembayan untuk kuburan. Sehingga penulis merangkumkan pertanyaan dalam artikel ini yaitu: - Apakah definisi dari tempayan kubur? - Nilai-nilai sejarah apa yang terkandung? - Bagaimana fungsi komunikasi ritual/sosial/budayanya? - Apa relevansi budayanya? - Apa nilai komunikasi yang didapatkan sebagai pelajaran? Penulisan artikel ini untuk mampu menguraikan beberapa permasalahan dan tanda tanda yang terkait dengan tema yang telah ditentukan. Selanjutnya keuntungan untuk penulis sendiri adalah adanya wawasan tambahan, sedangkan untuk instansi akan menjadi literatur mengenai tema "Metode Penguburan Dalam Kepercayaan Megalitik" 

a. Definisi Tempayan Kubur Definisi tempayan kubur menurut hasil wawancara : "Tempayan merupakan salah satu metode penguburan yang ada di zaman prasejarah. Di mana tempayan kubur ini berbentuk wadah yang jasadnya atau tulang belulang manusia dimasukkan ke dalamnya dengan cara ditekukkan ataupun diringkukkan. 

Selain itu juga, adakala tempayan kubur dimasukkan bekal kubur yakni barang-barang atau alat-alat yang sering digunakan semasa hidup mereka. Seperti priuk, blincung, kerang, kalung-kalungan, hewan dan kertas sepatu. Alasan zaman prasejarah menggunakan tempayan sebagai kubur karena kebanyakan dulu masih menganut kebudayaan megalitik sehingga menggunakan yang serupa dengan batu. Di indonesia sendiri, pernah di temukan tempayan kubur daerah pantai Anyer, Serang Banten saat Banten masih masuk Provinsi Jawa Barat"

Sementara menurut pendapat Indriastuti (2019), bahwa definisi tempayan kubur merupakan sebidang tanah yang dimanfaatkan sebagai tempat interniran dan mempunyai sifat wadah yang digunakan sebagai tempat menaruh jenazah. Tempayan berbentuk wadah semacam ini mempunyai lubang dengan batas yang cukup besar untuk menyimpan makanan dan minuman. Bahkan di beberapa lokasi arkeologi mengunakan sebagai kuburan. Di mana nenek moyang terdahulu mempercayai kebudayaan megalitik yakni kebudayaan yang tersebar luas dan dikenal di seluruh dunia. Kebudayaan ini tercipta dari zaman dahulu hingga sekarang. Penyebaran budaya megalitik sebenarnya adalah perjalanan peradaban masyarakat umum. Makam dengan tempayan termasuk sebuah karya budaya megalitik yang dikenal dan diciptakan di Indonesia yang dipisahkan dari berbagai jenis makam. Penguburan dengan tempayan dilakukan dengan cara meletakkan jenazah dalam posisi bungkuk.

b. Nilai-Nilai Sejarah Tempayan Kubur Sejarah mempunyai prinsip-prinsip khusus yang menyoroti realitas yang benar dan realitas yang benar ini perlu dicatat sebagai salinan sejarah. Di beberapa tempat di Asia Tenggara, telah ditemukan lokasi-lokasi yang memiliki kualitas yang baik dengan contoh kuburan baik di kepulauan maupun kawasan Asia tengah seperti di Jepang, Vietnam, Thailand, Filipina dan Indonesia. Tutupi wadah di bagian atas yang dibuat di wilayah Asia Tengah dan Asia Pulau pada periode Paleolitik akhir hingga jam kerajinan besi perunggu diproyeksikan. Praktik-praktik keras yang terjadi di Filipina dan Sarawak diperkirakan berasal dari sekitar tahun 1000 SM hingga tahap awal musik metal di bawah pengaruh Spanyol atau awal masehi. Sementara itu, kuburan tempayan di Thailand diperkirakan dimulai sejak awal masehi hingga masehi abad kesebelas dan diperkirakan kuburan guci di Indonesia bertahan dari masa Neolitik hingga awal masehi. Mayoritas lokasi kuburan tempayan di masing-masing lokasi memiliki ciri khasnya masing-masing secara eksplisit, baik dalam cara pemasangan wadah, bahan yang digunakan, bentuk dan desain, format dan pengangkutan di dalam satuan luas. Di lokasi tertentu kuburan tempayan ditemukan berdampingan dengan kuburan tanpa wadah, bahkan ada juga yang letaknya dekat dengan kuburan masa lalu. Menjadikan tempayan terbentuk dari ide-ide mendasar yang dianut oleh masyarakat saat yang bertumpu pada keyakinan tentang kekuatan luar biasa yang ada pada kekuatan yang ada di alam. Jiwa nenek pendahulu dan kekuatan jiwa mereka akan bersemayam dalam keadaan mereka saat ini tidak lama kemudian. Manusia akan mati dan jiwa yang meninggalkan tubuh akan terus berasosiasi dengan tempat tinggalnya. 

c. Fungsi Komunikasi Ritual/Sosial/Budaya Tempayan Kubur Di sisi komunikasi ritual, berdasarkan data arkeologi dapat diketahui bahwa digunakan ritual kenduri seko agar keturunannya kembali menjalin hubungan erat dengan para penambang dan pendahulunya. Hal ini menjadikan cermin keyakinan akan keberadaan alam kehidupan selanjutnya yang akan dihuni oleh orang yang telah meninggal. Kuburan tempayan tersebut dibuat sebagai sarana mengantarkan arwah seseorang ke alam berikutnya hingga mereka menggunakan mitologi kerinci yakni alam halus tempat tinggal para mambang sebagai penghuni pertama alam kerinci dan nenek moyang pertama yang menikah dengan putri mambang dan para arwah keturunannya.

Komunikasi sosial dilakukan dengan pesta seko yaitu penyembelihan untuk makhluk halus yang korbannya adalah seekor kerbau. Dalam pesta seko juga dilakukan pembersihan harta karun, selain ukiran daun lontar atau tanduk kerbau, tongkat, pedang, bilah, kalung khusus, tembikar Cina dan barang-barang penting lainnya. Atau istilah lainnya kenduri seko dilakukan menjaga silaturahmi dengan mambang dan arwah para pendahulu sambil memanggil nama para pendahulu hingga tak sadarkan diri. Perkataan yang terlontar dari mulut seorang yang tak sadarkan diri dipercaya merupakan pesan nenek moyang sekaligus pertanda telah terjalinnya kembali tali keakraban antar pendahulu dan sanak saudaranya. Akibat arwah nenek moyang menjelma menjadi macan, maka mereka yang dipercaya telah tergerak oleh arwah para pendahulu yang sewaktu-waktu bergemuruh bagaikan macan. Pada malam hari ada gerakan dan persembahan daging dan darah (kerbau) yang tergeletak di pinggir kota untuk para arwah pendahulu.  

Terakhir komunikasi budaya tempayan kubur saat ini misalnya perkenalan kepala kota yang dilakukan di kenduri sekolah membuat sumpah suci (koral persembahkan) yang menandai koalisi antara manusia dan makhluk halus. Roh-roh tersebut tidak hanya sebagai pihak yang menyetujui persatuan, namun juga sebagai penjaga sumpah. Mengikuti cara untuk mengungkapkan ketergantungan karang, para makhluk halus mengucapkan sumpah perbayo yang ditujukan kepada individu yang melanggar sumpah suci. Ini ada kaitannya dengan sosial bahwa untuk menandai sumpah tersebut disembelih kerbau dan kepalanya dipasang di sekitar tempat bergaya sebagai sumbangan kepada roh. Jiwa kerbau diterima sebagai pengamat tersumpah. Sebagian dagingnya dimasak untuk dimakan bersama warga setempat yang ikut serta dalam perkumpulan dan sebagian daging baru ditaruh di pinggir kota untuk diperkenalkan kepada makhluk halus 

d. Relevansi Nilai Budaya Berdasarkan informasi tersebut, maka tempayan kubur dapat terlihat bahwa sisa-sisa kebudayaan lama masih sulit dipertahankan di kalangan masyarakat sekitar, namun mereka secara pribadi tidak mengetahui atau mengakui keterkaitan dengan kebudayaan besar dan guci kuburan. Kepercayaan yang tersisa di wilayah tersebut tampaknya masuk akal, meskipun faktanya agama Islam telah menggantikan keyakinan lama. Kepercayaan yang tidak mengakar terhadap ajaran Islam dan didapat dari cerita rakyat dan adat istiadat. Dipercaya secara kuat bahwa sisa keyakinan pernah hidup dan berkreasi serta menjelma menjadi sebuah gagasan yang melandasi pembuatan monumen dan penutup wadah pada masa lampau. Maka sekarangpun terdapat dibeberapa meseum untuk menghormati nilai budayanya. 

e. Nilai Komunikasi Ada keyakinan pada kepercayaan setelah mati bahwa landasan untuk memberikan pengaturan serius kepada individu yang telah meninggal adalah keyakinan akan kehidupan kekal. Individu pada masa budidaya telah mendominasi habitat umum disekitarnya dan nilai-nilai kehidupannya semakin berkembang. Salah satu perbaikan nyata dalam arena publik adalah mentalitas menuju ranah kehidupan setelah mati. Pada masa ini, masyarakat percaya bahwa jiwa seseorang yang meninggal tidak hilang begitu saja. Makhluk halus dianggap mempunyai kehidupan di wilayahnya sendiri yang sama dengan kehidupan ketika ia masih hidup. Akhirnya, identitas individu yang meninggal biasanya disertai dengan bekal di mana mereka dikubur. Dengan mengetahui adanya metode penguburan tempayan, maka dalam lingkup dunia pendidikan akan terus terhubung untuk ilmu penguburan ini. 

Penulisan artikel ini memuat kesimpulan bahwa salah satu metode yang digunakan pada masa kepercayaan megalitik adalah kubur tempayan yang berbentuk wadah dan jasad manusia dimasukkan ke dalamnya dengan cara ditekukkan ataupun diringkukkan. Dengan mengetahui informasi tersebut bisa kita ambil dari sisi komunikasi ritual/sosial/budaya Dipercaya secara kuat bahwa sisa keyakinan pernah hidup dan berkreasi serta menjelma menjadi sebuah gagasan yang melandasi pembuatan monumen dan penutup wadah pada masa lampau untuk menghargai apa yang terjadi di masa prasejarah 

REFERENSI Aziz, F.A (1998). Karakteristik dan Sebaran Situs Kubur Tempayan di Asia Daratan dan Kepulauan, Kawasan Asia Tenggara. Buku. Berkala Arkeologi, 18(2), 57-71. https://doi.org/10.30883/jba.v18i2278 Budisantosa, T.M (2015). Kuburan Tempayan Di Siulak Tenang, Dataran Tinggi Jambi Dalam Perspektif Ekonomi, Sosial Dan Kepercayaan. Forum Arkeologi, 28(1), 1-10. Indriastuti, K (2019). Tempayan Kubur Di Desa Tebat Monok, Kecamatan Kepahiang, Kabupaten Kapahiang, Provinsi Bengkulu. Siddhayatra: Jurnal Arkeologi, 24(2), 106- 119.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun