Mohon tunggu...
Naufal Dzaki Abdillah
Naufal Dzaki Abdillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ekonomi Pembangunan, Universitas Negri Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keluh Kesah Petani Marginal di Kecamatan Wagir dan Tumpang: Sulitnya Melakukan Usaha Tani bagi Pemilik Lahan Sempit

7 Agustus 2024   13:00 Diperbarui: 7 Agustus 2024   13:02 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kabupaten Malang - Petani Marginal di Kabupaten Malang dari Kecamatan Wagir dan Tumpang mengeluhkan sulitnya mendapat input pertanian terutama pupuk bersubsidi dan sulitnya melakukan kegiatan pertanian bagi petani dengan lahan pertanian yang sempit. Sebenarnya kesulitan tersebut timbul dari banyak faktor lain seperti partisipasi mereka dalam kelompok tani, kelengkapan data diri bagi penerima pupuk bersubsidi, varietas yang ditanam, penyalahgunaan wewenang oleh oknum di kelompok tani, intensitas penyuluhan yang diterima, dsb., Namun faktor-faktor tersebut sering kali berawal dari sempitnya lahan yang mereka miliki, karena dengan lahan yang sempit hasil panen yang didapatkan juga sedikit, selain itu jatah pupuk yang diterima oleh penerima pupuk subsidi dipengaruhi oleh luas lahan yang dimiliki, ini berarti pemilik lahan sempit akan mendapatkan jatah pupuk subsidi yang sedikit.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Keluhan para petani ini diperoleh dari kegiatan penelitian kolaborasi gabungan yang dilakukan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Malang pada Selasa, 16 Juli 2024 dengan 500 responden yang terlibat. Beberapa keluhan langsung dari petani terkait ketersediaan pupuk subsidi sempat disampaikan oleh Pak S (Tidak dapat disebutkan namanya) di Desa Kidal, Kecamatan Tumpang. Beliau mengeluhkan sulitnya mendapatkan pupuk subsidi dikarenakan ulah oknum kelompok tani yang menyalahgunakan wewenang pendistribusian pupuk bersubsidi. Beberapa petani termasuk beliau mendapatkan pupuk subsidi tidak sesuai jatah yang berhak diterima oleh tiap petani. Pak S merasa bahwa petani dengan lahan yang sempit seperti dipandang sebelah mata dan sulit mendapatkan haknya untuk menerima pupuk bersubsidi dari kelompok tani tersebut. Selain itu keluhan terkait pupuk juga muncul dari beberapa petani jeruk di Desa Sukodadi dan Gondowangi, Kecamatan Wagir. Mereka mengeluhkan bahwa petani jeruk tidak dapat mengakses atau menerima bantuan pupuk subsidi yang dikeluarkan pemerintah akibat kebijakan terkait distribusi pupuk bersubsidi, dimana komoditas jeruk tidak termasuk dalam daftar komoditas pertanian yang berhak menerima pupuk subsidi.

Kesulitan dalam Menghasilkan Pekerjaan yang Layak

Kelangkaan pekerjaan yang layak di industri pertanian adalah salah satu masalah terbesar yang dihadapi petani marginal. Kepemilikan lahan yang sedikit membuat mereka tidak cukup produktif untuk mempertahankan kesejahteraan keluarga mereka. Bagaimana tidak, hasil panen yang mereka dapatkan juga tidak banyak, selain karena lahan yang sempit mereka juga mengalami kesulitan untuk mendapatkan input pertanian yang tepat, seperti benih dan pupuk, dimana input pertanian seperti benih dan pupuk merupakan faktor yang sangat krusial dalam penentuan kuantitas hasil panen pertanian. Ini menjadi salah satu alasan pertanian dengan lahan sempit sulit dikategorikan sebagai pekerjaan yang layak. Dengan kondisi yang ada seperti ini, para petani seringkali mencari pekerjaan sampingan untuk meningkatkan penghasilan rumah tangganya, seperti menjadi buruh tani, pedagang sayur di pasar, bahkan menjadi supir truk. 

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Sulitnya Pemasaran Hasil Panen dan Harga Jual Tidak Terjamin

Selain hasil panen yang sedikit, beberapa petani seringkali harus berhadapan dengan sulitnya menjual hasil panennya baik ke pedagang langsung maupun ke pengepul, mungkin karena sulitnya akses informasi dan sedikitnya pengepul yang menjangkau areanya. Ditambah lagi fluktuasi yang terjadi pada harga jual komoditas pertanian turut serta menjadi masalah yang harus dirasakan oleh para petani marginal khususnya di kedua kecamatan tersebut, mereka harus menghadapi fluktuasi harga saat menjual hasil panennya, terutama saat musim panen raya. Sulitnya penjualan dan fluktuasi harga yang terjadi membuat kebanyakan dari mereka pasrah dengan harga yang ada. Bahkan ada beberapa petani yang memasrahkan seluruh hasil panennya kepada pengepul tanpa mengetauhi harga jual komoditasnya di pasar. Seperti yang dilakukan Safyanto (28) dari Desa Kidal, Kecamatan Tumpang, ia menyerahkan hasil panennya ke pengepul tanpa mengetahui harga pasar terlebih dahulu, dan tinggal menerima uang sesuai harga yang telah ditentukan oleh pengepul.

Hal ini merupakan efek hukum penawaran-permintaan yang terjadi pada pasar yang tidak dapat dihindari. Meski begitu, bukan berarti hal ini tidak dapat diatasi, pemerintah bisa saja mengatur regulasi untuk perluasan distribusi hasil panen agar tidak terjadi oversupply atau kelebihan pasokan di satu daerah, dan harga cenderung stabil. Walaupun eksekusi di lapangan tidak dapat sesederhana itu.

Kondisi Ekonomi dan Risiko Kerawanan Pangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun