Mohon tunggu...
Naufal Arief
Naufal Arief Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Indonesia

Hobi saya menulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kemunculan Kapitalisme Rente di Victoria sebagai Pelajaran untuk Indonesia dalam Mengelola Infrastruktur

30 November 2024   20:28 Diperbarui: 30 November 2024   20:30 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pendahuluan

Sejak terpilih pada tahun 2014 sebagai Perdana Menteri Victoria, Daniel Andrews melalui Australian Labor Party (ALP) telah menerapkan berbagai program dan kebijakan yang mendorong adanya reformasi sosial. Andrews terkenal dengan ambisinya dalam melakukan serangkaian reformasi besar, terutama dalam sektor infrastruktur dan layanan sosial. 

Hal ini tercermin, misalnya pada program Level Crossing Removal Project, yaitu sebuah proyek untuk menghapus lebih dari 80 perlintasan yang dianggap menimbulkan kecelakaan dan kepadatan di seluruh Melbourne hingga tahun 2030. Tujuan utama diselenggarakannya program ini adalah mengurangi kemacetan serta meningkatkan keselamatan, baik pejalan kaki maupun pengendara kendaraan, sehingga masyarakat dapat bepergian dengan lebih cepat dan aman. 

Melalui berbagai program dan kebijakannya, Andrews dan Partai Buruh berhasil meningkatkan kredibilitas dan popularitasnya di masyarakat. Bahkan, dirinya dapat terpilih kembali dalam pemilu selama berturut-turut, yaitu pada tahun 2018 dan 2022. 

Namun, di balik keberhasilan ini, nyatanya berbagai program dan kebijakan Andrews dalam sektor infrastruktur dan layanan publik dibangun melalui pendekatan berbasis rentier capitalism (kapitalisme rente) dengan meningkatkan kontrak dan utang jangka panjang terhadap pihak swasta. Dalam konteks ini, kapitalisme rente merujuk pada sistem ekonomi ketika aktor-aktor swasta mendominasi sektor publik melalui hutang atau perjanjian kontrak dengan pemerintah. Hal ini akan menyebabkan adanya potensi atau risiko ketergantungan berlebihan pemerintah terhadap pihak swasta dalam mengelola sektor publik. Bahkan, dalam beberapa kasus hal ini dapat menciptakan privatisasi dan monopoli pada aspek infrastruktur dan layanan publik oleh pihak swasta. 

Kemunculan kapitalisme rente di Victoria pada dasarnya dapat menjadi pelajaran penting bagi Indonesia, mengingat saat ini pihak swasta cenderung memainkan peranan yang cukup signifikan dalam pengelolaan infrastruktur dan pelayanan publik di Indonesia. Oleh karena itu, melalui tulisan ini, penulis ingin membahas mengenai konsep kapitalisme rente, dampak-dampak negatif yang ditimbulkannya, serta berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh Indonesia untuk mengurangi dampak negatif dari kapitalisme rente tentunya dengan berkaca pada kasus di Victoria, Melbourne, Australia. Dengan demikian, proyek-proyek infrastruktur dan pelayanan publik di Indonesia dapat lebih dirasakan manfaatnya oleh seluruh lapisan masyarakat. 

Konsep Kapitalisme Rente

Rentier capitalism (kapitalisme rente) merupakan sebuah konsep dari kalangan ekonomi marxist yang merujuk pada praktik perburuan rente dan eksploitasi oleh perusahaan-perusahaan yang terdapat dalam sistem kapitalis. 

Konsep ini dikembangkan oleh Hans Bobek yang menggambarkan pendapatan ekonomi di Timur Tengah saat itu yang didominasi oleh hasil sewa--bukan investasi produktif (Ehlers, 1983). Dalam kapitalisme rente, kekayaan dan pendapatan diperoleh bukan melalui produksi barang atau jasa, melainkan kepemilikan atau kontrol atas aset yang menghasilkan rente ekonomi, seperti sewa, bunga, atau royalti. Dengan kata lain, individu atau perusahaan akan memanfaatkan kepemilikan asetnya tersebut, sebagai sarana dalam mengakumulasi modalnya--alih-alih menggunakan tenaga kerja produktif yang bersaing di pasar kompetitif dan bebas. 

Kapitalisme rente tentu menciptakan dampak negatif yang signifikan terhadap perekonomian dan kesejahteraan sosial masyarakat. Ketika terjadi privatisasi dan monopoli sektor publik oleh pihak swasta, maka akan berdampak pada terkonsentrasinya kekayaan yang kemudian akan menciptakan ketimpangan dan ketidakadilan ekonomi karena keuntungan hanya dinikmati oleh para pemilik aset saja. Kedua, kapitalisme rente juga menciptakan perusahaan oligopoli dan monopoli yang tentunya menghambat inovasi serta persaingan pasar terutama dalam sektor publik. Ketiga, kapitalisme rente juga menyebabkan ketergantungan berlebihan pemerintah terhadap pihak swasta dalam mengelola sektor publik. Hal ini tercermin misalnya melalui kontrak-kontrak atau hutang jangka panjang pemerintah dengan biaya tinggi serta penggunaan dana yang tidak efektif. Dengan demikian, sistem ini cenderung memperburuk ketimpangan yang ada serta menyebabkan perkembangan ekonomi menjadi stagnan karena adanya ketergantungan pada rente yang meningkat.

Kemunculan Kapitalisme Rente dalam Pemerintahan Andrews di Victoria

Dalam salah satu tulisan yang berjudul "The Andrews Government and the Rise of Rentier Capitalism in Victoria", David Hayward membahas adanya peningkatan drastis dalam pengeluaran pemerintahan Victoria di bawah kepemimpinan Andrews yang dibiayai oleh utang dan perjanjian kontrak jangka panjang terhadap pihak swasta. 

Pada masa pemerintahannya, Andrews memang seringkali melakukan perubahan kebijakan fiskal dengan meningkatkan pengeluaran negara secara drastis, terutama untuk peningkatan sektor infrastruktur, seperti pembangunan ruas jalan, perluasan jaringan rumit kontraktor besar seperti pelabuhan, jalan tol, hingga transportasi umum. 

Meskipun terlihat progresif dalam menciptakan reformasi sosial, kebijakan ekonomi Andrews memperkuat struktur kapitalisme rente dengan melakukan hutang ataupun perpanjangan kontrak terhadap pihak-pihak swasta yang menyediakan layanan dan sektor publik. Hal ini dapat tercermin dalam beberapa inisiatif proyek besar yang melibatkan Public Private Partnerships (PPPs), seperti Westgate Tunnel Project (kerjasama dengan pihak swasta untuk mengoperasikan jalan tol), Port of Melbourne Lease (menyewakan pelabuhan untuk pihak swasta), dan lain-lain. 

Oleh karena itu, dibandingkan pemerintahan sebelumnya, pada kepemimpinan Andrews, Victoria memiliki peningkatan nilai hutang yang cukup signifikan.

Selama rentang waktu tersebut, pemerintahan Andrews menjadikan Victoria sebagai negara kapitalisme rente dengan ketergantungan pemerintah pada hutang dan kontrak jangka panjang untuk memenuhi pendapatan serta adanya monopoli dan privatisasi pihak swasta yang sangat dominan. Hal ini semakin memperburuk ketidakadilan sosial serta ketimpangan ekonomi yang telah lama ada di Victoria. 

Potensi Kapitalisme Rente di Indonesia dan Rekomendasi Kebijakan

Dalam konteks Indonesia, kita juga perlu hati-hati, mengingat saat ini terdapat kecenderungan pihak swasta yang semakin meningkat dalam mengelola sektor publik. 

Di satu sisi, memang pengelolaan oleh pihak swasta dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kualitas infrastruktur dan layanan publik serta mendorong pertumbuhan ekonomi melalui dukungan finansial dari sektor swasta. Selain itu, pengeluaran pemerintah juga dapat lebih efisien dalam membiayai proyek-proyek besar, sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi. 

Namun, di sisi lain, pengelolaan pihak swasta yang berlebihan dalam sektor publik akan menciptakan potensi ketergantungan pemerintah terhadap pihak swasta serta menciptakan monopoli yang dapat mengurangi persaingan pasar. Selain itu, sektor publik yang dikelola oleh pihak swasta juga berpotensi mengakibatkan harga barang dan jasa yang lebih tinggi bagi konsumen, sehingga akan menciptakan kesenjangan akses, terutama pada kelompok ekonomi bawah yang rentan. 

Dengan demikian, diperlukan keseimbangan antara pihak swasta dan pemerintah dalam mengelola sektor publik serta penguatan regulasi kerjasama antara pemerintah dengan pihak swasta. 

Hal ini dapat dilakukan misalnya, pertama dengan memastikan bahwa semua regulasi terkait kontrak dan pengeluaran publik dapat diaudit dan dipantau secara efektif dengan menetapkan standar akuntabilitas yang tinggi bagi perusahaan swasta dalam menyediakan layanan publik. Kedua, penting untuk membuka dan mendorong persaingan pasar secara bebas dengan memperluas akses bagi usaha kecil dan menengah agar mereka terlibat dalam pengelolaan proyek-proyek infrastruktur. Ketiga, pemerintah juga harus berkomitmen untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pengawasan proyek publik, sehingga paham apa yang menjadi prioritas dan kebutuhan masyarakat saat itu. 

Pada dasarnya, pengelolaan infrastruktur dan layanan publik di Indonesia haruslah dijalankan dengan prinsip memberikan manfaat sosial dan lingkungan yang lebih luas--bukan hanya berfokus pada keuntungan finansial semata. 

Dengan langkah-langkah tersebut serta berkaca pada kasus di Victoria, diharapkan Indonesia dapat meminimalkan potensi kemunculan kapitalisme rente serta memastikan bahwa pembangunan infrastruktur dan layanan publik dapat membawa pertumbuhan ekonomi yang dapat dinikmati hasilnya oleh seluruh lapisan masyarakat.

Daftar Referensi

Ehlers, E. (1983). Rent-capitalism and unequal development in the Middle East: The case of Iran. Work, Income and Inequality: Payments Systems in the Third World, 32-61.

Hayward, D. (2023). The Andrews government and the rise of Rentier capitalism in Victoria. Australian Journal of Political Science, 58(4), 424-441.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun