Latar Belakang Berdirinya Gerakan Radikal Islam di Mindanao, Filipina
Filipina adalah negara di Asia Tenggara yang mayoritas penduduknya adalah agama Katolik dan Muslim menjadi minoritas di negara ini. Sebagian besar penganut Islam berada di Pulau Mindanao dengan luas 94.630 KM2. Pada kepulauan Mindanao ini muncul gerakan-gerakan separatis dan Islam radikal yang sempat mengguncang pemerintahan Filipina. Hal ini terjadi bahkan sebelum Filipina merdeka yang disebabkan kekecewaan dari Bangsamoro terhadap pemerintahan.
Bangsamoro adalah sekelompok orang yang berafiliasi pada Islam di Filipina. Konflik diantara Bangsamoro dan pemerintahan sudah dimulai ketika Spanyol dan Amerika menjajah Filipina. Penyebabnya adalah kebijakan migrasi dari pemerintah untuk penduduk Luzon dan Vizayas ke Mindanao. Para pendatang ini menggeser kedudukan masyarakat lokal perihal kekuasaan, ekonomi, bahkan kepemilikan tanah yang menimbulkan sengketa. Penduduk Mindanao yang merasa mulai tereliminasi ini memunculkan gerakan separatis yang bernama Moro Islamic Liberation Form (MILF) yang didirikan oleh Hashim Salamat pada 1984. Ia sebelumnya adalah wakil kepala Moro National Liberation Form (MNLF), maka bisa dikatakan jika MILF adalah pecahan dari MNLF.
Tidak hanya MILF dan MNLF saja banyak gerakan separatis di Filipina Selatan ini yang disebabkan karena rakyat Bangsamoro ini merasa diperlakukan tidak adil dan menuntut kemerdekaan sendiri. Diantarnya ada Abu Sayyaf, Bangsamoro Islamic Freedom Fighter (BIFF), Justice for Islamic Movement, Ansar Khalifah Filipina (AKP), Moro Independent Movement (MIM), dan Khilafah Islamiyah Movement (KIM) atau lebih dikenal dengan Kelompok Maute. Gerakan Maute dan Abu Sayyaf dinilai paling kejam diantara gerakan separatis yang lain di Filipina.
Kelompok Maute ini memiliki beberapa nama disematkan padanya yaitu Khilafah Islamiyah Movement (KIM), Dawlah Islamiyah, dan Khilafah Islamiyah Mindanao (KIM). Organisasi ini diprakarsai oleh keluarga Maute, khususnya dua bersaudara yakni Abdullah Maute dan Oemar Khayyam Maute pada tahun 2012. Awalnya mereka hanya dikenal sebagai kelompok kriminal kecil yang biasa merampok perusahaan bis di Lanao Del Sur guna mendapatkan logistik. Lalu berkembang menjadi gerakan militan setelah penyerangan pada pos perbatasan yang berada di Kota Mandalum, Lanao Del Sur tahun 2013. Â
Pada awal pergerakan militer Filipina mengatakan jika Maute ini berafiliasi dengan jaringan teroris Jamaah Islamiyah[1] yang juga terhubung dengan al-Qaeda. Namun, setelah peristiwa 9/11 dan sesudahnya membuat Jamaah Islamiyah ini mulai meredup yang artinya pengaruhnya berkurang. Lain halnya dengan Islamic State of Irac and the Levant (ISIL) yang sedang berada di dalam kondisi primanya sekitar tahun 2012-2016. Hal itu menjadi pertimbangan kelompok Maute ini untuk berpindah dari bagian Jamaah Islamiyah menjadi kepanjangan tangan ISIL di Asia Tenggara.Â
 Diperkirakan Maute telah mengalihkan dukungannya sejak April 2015 pada ISIL. Serangan di Kota Marawi lebih memperlihatkan hubungan antara keduanya. Lewat Isnilon Hapilon (Pemimpin Abu Sayyaf) yang merupakan pimpinan utama ISIL di Filipina berkerja sama dengan Maute bersaudara. Upaya Kelompok Maute dalam merekrut pasukan untuk invasi Marawi dengan memakai atribut ISIL saat pembuatan foto dan video yang disebar ke dalam internet.
Kelompok Maute ini dinilai cukup unik sebagai salah satu gerakan radikal. Biasanya gerakan radikal yang satu dengan yang lain hubungannya tidak begitu baik sebagaimana al-Qaeda dengan ISIS. Akan tetapi, Kelompok Maute ini bisa bersikap fleksibel dalam hubungan antar kelompok. Anggota dari Kelompok Maute berasal dari mantan anggota MILF dan MNLF yang ikut Maute bersaudara masuk ke dalam kelompoknya. Begitu pula hubungan baik Maute dan Abu Sayyaf saat penyerangan Ibu Kota Marawi juga hubungan pendiri Bangsamoro Islamic Freedom Fighter (BIFF) Ameril Umbra Kato dengan Abdullah Maute.
Ideologi dan Gerakan
Pendiri Maute menggunakan Kitab at-Tauhid karangan Muhammad Ibn Abdul Wahab untuk merekrontruksi pemikiran para pengikut gerakan ini agar sama-sama berjuang dalam pendirian Negara Islam di Mindanao. Dari sana bisa dilihat bahwa Kelompok Maute ini salah satu yang mengikuti ideologi Wahabi. Apalagi pada April 2015 dimana Maute aktif di media sosial sedang menggunakan atribut ISIS. Entah mereka memang sudah berbaiat atau belum karena menurut Ashley Acedillo, Tindakan yang dilakukan oleh Maute bahkan yang ada di Marawi bukan termasuk rencana dan restu dari ISIS itu sendiri.