Mohon tunggu...
Naufal Al Zahra
Naufal Al Zahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNSIL

Dari Sumedang untuk Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kyai Haji Ahmad Dahlan dan Spirit Al-Ma'un

19 Maret 2022   07:26 Diperbarui: 19 Maret 2022   07:30 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tindakan Sang Kyai semacam itu jelas berlawanan dengan adat dan pola pikir masyarakat masa itu. Di saat ruang gerak perempuan dibatasi. Justru, Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan berani turun secara langsung menemui para lelaki yang menjadi istri atau ayah bagi anak-anak perempuan supaya diperbolehkan izin keluar rumah untuk mengaji.

Bukti keseriusan Kyai Haji Ahmad Dahlan mengenai persoalan perempuan ini dibuktikan dengan dibentuknya sebuah perkumpulan bernama Sopo Tresno pada 1914. Pembentukan perkumpulan ini merupakan respon terhadap pernyataan sinis Dr. Zwemmer, yang mengatakan bahwa Islam tidak memerhatikan masalah perempuan.

Empat tahun berikutnya, guna menguatkan komitmen terhadap kemajuan taraf hidup perempuan. Perkumpulan Sopo Tresno secara resmi berganti nama menjadi 'Aisyiyah dan menjadi organisasi otonom Persyarikatan Muhammadiyah pada 22 April 1918.

Pada perkembangannya, organisasi perempuan di bawah naungan Persyarikatan Muhammadiyah ini dapat bergerak secara meyakinkan walau tidak begitu signifikan. Dalam Rapat Tahunan Muhammadiyah pada 1923, 'Aisyiyah dilaporkan sudah dapat memenuhi kebutuhan kaum perempuan dengan menyelenggarakan beberapa kegiatan khusus bagi perempuan.

Memasuki tahun 1930-an, 'Aisyiyah sudah berhasil mendirikan masjid perempuan di Garut dan Sumatra. Ada pun, yang lebih mengesankan terjadi sekitar tahun 1942. Saat itu 'Aisyiyah berhasil mendirikan rumah bersalin dan balai kesehatan untuk ibu dan anak.

Bukti Pengaruh Pelajaran Al-Ma'un pada Sang Murid

Spirit Al-Ma'un yang ditekankan Kyai Haji Ahmad Dahlan kepada murid-muridnya rupanya sangat berpengaruh kepada mereka. Haji Sudja' salah seorang murid Ahmad Dahlan merintis sebuah lembaga bernama Penolong Kesengsaraan Umum (PKU).

Awalnya aktivitas lembaga ini berkutat pada  kegiatan-kegiatan untuk menolong masyarakat yang terdampak musibah. Salah satunya yang tercatat adalah menolong korban musibah letusan Gunung Kelud di Jawa Timur. Seiring waktu, PKU bentukan Hadji Sudja' resmi menjadi majelis di bawah Persyarikatan Muhammadiyah pada 17 Juni 1920.

Semenjak berada di bawah Muhammadiyah, PKU semakin aktif bergerak dalam persoalan kemanusiaan. PKU berhasil menampung 16 orang yang sudah kehilangan tempat tinggal, membangun rumah jompo, dan panti bagi yatim piatu, memberikan pertolongan untuk pengurusan jenazah, pertolongan untuk para musafir, dan terlibat dalam pembagian daging kurban.

PKU juga berhasil mendobrak kebiasaan lama dalam pembagian zakat fitrah. Melalui PKU Muhammadiyah, hasil zakat fitrah disalurkan kepada mustahik yang benar-benar membutuhkannya. Hal ini jelas berbeda dengan kebiasaan pada waktu itu yang seringkali disalurkan kepada para pejabat agama maupun guru agama.

Tak hanya itu, PKU Muhammadiyah mulai merintis pembangunan rumah kesehatan pada awal 1920-an. Berawal dari pendirian poliklink-poliklinik, PKU akhirnya mampu mendirikan rumah sakit. Hal ini terjadi lantaran muncul keinginan dari Haji Sudja' untuk mendirikan rumah sakit seperti orang-orang Kristen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun