Mohon tunggu...
Naufal Al Zahra
Naufal Al Zahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNSIL

Dari Sumedang untuk Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Daendels Mengentaskan Budaya Korupsi

8 Maret 2022   17:30 Diperbarui: 8 Maret 2022   17:33 2567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meme tentang Daendels, (Sumber gambar: Facebook).

Herman Willem Daendels (1762-1818) boleh dikatakan sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda paling fenomenal bagi sebagian masyarakat Indonesia. Namanya kentara di tengah masyarakat lantaran dianggap sebagai dalang atas matinya ribuan pekerja proyek Jalan Raya Pos dari Anyer hingga Panarukan.

Saking kentaranya proyek pembangunan yang digagas Daendels tersebut, sampai hari ini, sebagian orang Indonesia kerap menggunakan meme proyek Jalan Raya Pos sebagai bahan guyonan mereka.

Hal tersebut menjadi sebuah isyarat bahwa Daendels di mata orang-orang Indonesia terkenal sebagai pemimpin besar yang memperlakukan pribumi dengan kejam dan semena-mena.

Kendati ketokohan Daendels diliputi oleh isu yang kontroversial. Prof. Peter Carey, sejarawan Inggris yang intens meneliti Diponegoro justru menyatakan Daendels sebagai tokoh yang menandai masa titik balik sejarah Indonesia modern.

Peter Carey dalam bukunya yang berjudul Korupsi dalam Silang Sejarah Indonesia dari Daendels (1808-1811) sampai Era Reformasi (2017), menyatakan bahwa Daendels adalah tokoh penting yang meletakkan pondasi bagi praktik penyelenggaraan sentralisasi pada masa pemerintahan Hindia Belanda hingga Republik Indonesia, sekaligus yang mengubah pola hubungan pemerintah kolonial dengan raja-raja lokal di Jawa.

Sekilas tentang Daendels

Herman Willem Daendels adalah orang Belanda yang bersimpati dengan ide-ide revolusi Prancis yang digaungkan oleh Napoleon Bonaparte. Ketertarikannya pada hal ini bermula saat ia duduk di bangku kuliah program studi hukum.

Akibat pengaruh dari ide-ide revolusi Prancis, Daendels menjelma menjadi seorang anak muda Belanda yang berpikiran revolusioner, tidak menyukai bentuk monarki dan sistem yang dijalankan oleh rezim Oranje Belanda.

Ayah Daendels, Burchard Johan Daendels yang sedianya berprofesi sebagai hakim kota mengharapkan agar putranya, Daendels, mampu menggantikan posisinya kelak. Akan tetapi, harapan sang ayah pupus karena saat itu, Raja Willem V mengangkat seorang Oranje yang loyal pada Kerajaan Belanda.

Perasaan ingin melawan kepada rezim Oranje pun tak bisa Daendels tahan lagi. Ia bersama kawan-kawan seperjuangannya nekat melakukan pemberontakan melawan rezim Oranje yang pada 9 Mei 1787. Naasnya, kendati ia berhasil mengalahkan tentara Oranje, pada akhirnya Daenndels harus melarikan diri ke Prancis lantaran ia diburu setelah gerakannya dikalahkan oleh rezim Oranje dan Prusia.

Misi Awal Daendels

Meme tentang Daendels, (Sumber gambar: Facebook).
Meme tentang Daendels, (Sumber gambar: Facebook).

Manakala Belanda berhasil jatuh ke pangkuan tentara Napoleon, Daendels mulai mendapatkan kepercayaan dari Raja Belanda baru yang berdarah Prancis yaitu Louis Napoleon. Ia dipercaya Raja Belanda tersebut untuk menduduki kursi jabatan Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Pengangkatannya ke dalam jabatan tersebut dilihat atas dasar pengalaman Daendels ketika dirinya bergabung dengan legiun asing Prancis dalam upaya menumbangkan takhta Raja Willem V.

Sebelum Daendels diberangkatkan ke Hindia Belanda, Raja Louis menaikkan pangkatnya menjadi marsekal. Sebuah pangkat yang tinggi dan bergengsi karena hanya ia satu-satunya yang menyandang pangkat ini di antara semua tentara non-Prancis.

Daendels sebagai sosok yang diberi kepercayaan besar, mendapatkan misi yang sebanding pula dengan ukuran kepercayaannya. Ia mendapatkan misi utama untuk mempertahankan Pulau Jawa selama mungkin dari serangan armada Inggris. Selain itu, Daendels juga diberi tugas untuk membenahi tatanan pemerintahan Hindia Belanda yang carut marut akibat kebobrokan penguasa VOC yang sebelumnya pernah berkuasa di sana.

Penanggulangan Korupsi

Di samping berusaha mati-matian mempertahankan Pulau Jawa dari ancaman Inggris, Daendels juga berupaya mengentaskan warisan VOC yang sangat memalukan; budaya korupsi.

Tim Historia dalam Daendels Napoleon Kecil di Tanah Jawa (2019) memaparkan sejumlah langkah Gubernur Jenderal Daendels dalam mengentaskan budaya korupsi di kalangan pejabat Hindia Belanda.

Langkah awal yang ditempuh Daendels untuk mengentaskan korupsi di Hindia Belanda ialah dengan menghapus jabatan Gubernur Jenderal Pantai Timur Laut Jawa. Hal ini ia lakukan karena wilayah ini terlalu luas dan yang paling penting, posisi jabatan ini sangat rentan menjadi pintu masuk tindakan korup para pejabat.

"Para pejabat bawahannya lebih banyak hidup dari sumber pendapatan gelap. Ini berdampak besar pada pembentukan birokrasi yang terpusat di Pantai Timur Laut Jawa. Dengan mudah, para pejabat rendahan melakukan suap kepada pejabat yang lebih tinggi.", tulis Tim Historia.

Dalam upaya menutup celah korupsi secara lebih mendalam, Daendels menunjuk sejumlah orang kepercayaannya untuk menduduki posisi-posisi tertentu, mengatur sistem kepangkatan para pejabat, dan menata sistem laporan keuangan.

Daendels juga mengeluarkan instruksi berupa larangan kepada para pejabat pribumi untuk mengeluarkan uang bekti. Biasanya, uang ini rutin dikeluarkan oleh para pejabat lokal setiap masa pelaksanaan pelantikan. Namun, semenjak keluarnya larangan itu, tindakan tersebut tidak diperbolehkan.

Tak hanya itu, Daendels mengangkat para penguasa lokal menjadi pegawai negeri yang memperoleh gaji. Gaji yang diberikan kepada mereka tidaklah sedikit. Hal ini ditujukan agar penguasa lokal tidak lagi menerima hadiah-hadiah yang biasanya diberikan oleh rakyat. Dengan demikian, Daendels berupaya  mengentaskan praktik gratifikasi yang selama ini menjangkiti para pejabat di Hindia Belanda.

Sekaitannya dengan konsekuensi dari pelanggaran yang menyangkut hal pemerasan, pemerintahan Daendels berkomitmen untuk tidak tanggung-tanggung memecat dan menghukum para pejabat pribumi yang terbukti melakukan pelanggaran tersebut.

"Semua penindasan dan pemerasan atas orang biasa yang dilakukan oleh para pejabat pribumi akan segera dihukum dengan risiko kehilangan jabatan, dihukum, dan ditahan.", tulis Tim Historia dalam buku Daendels Napoleon Kecil di Tanah Jawa.

Dengan diberlakukannya kebijakan-kebijakan demikian, timbul kekecewaan dari para penguasa lokal. Hal ini disebabkan karena lewat kebijakan tersebut, mereka tidak lagi bisa memperoleh hak-hak yang selama itu mereka dapatkan. Apalagi, pemerintahan Daendels juga menuntut pelaksanaan penanaman paksa kopi yang mana menjadi beban tersendiri bagi para penguasa lokal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun