Mohon tunggu...
Naufal Akbar
Naufal Akbar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN SMH Banten

suka sesuatu yg unik dan menarik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pergaulan Bebas Remaja: Antara Kebebasan dan Kehilangan Arah

17 Desember 2024   16:04 Diperbarui: 17 Desember 2024   19:21 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di tengah derasnya arus modernisasi, remaja sering kali dianggap sebagai generasi yang "terbuka" dan siap menerima segala perubahan. Namun, apakah keterbukaan ini membawa mereka pada kebebasan yang bijak, atau justru menyeret mereka ke dalam jerat yang bernama pergaulan bebas? Fenomena ini bukan sekadar isu kecil; ia menjelma menjadi ancaman nyata yang mengintai masa depan generasi muda.

Kenapa Pergaulan Bebas Begitu Menggoda?

Bayangkan seorang remaja yang hidup di era digital, di mana segala hal terasa dekat dalam genggaman. Melalui media sosial, mereka melihat kehidupan yang tampak seru dan "bebas" tanpa batas. Akibatnya, muncul anggapan bahwa menjadi keren berarti berani mencoba hal-hal baru, termasuk yang melanggar norma.

Lingkungan juga berperan besar. Teman sebaya sering menjadi faktor utama yang mendorong seseorang untuk ikut-ikutan. Sebuah penelitian dari Journal of Adolescence menunjukkan bahwa remaja cenderung lebih rentan mengambil keputusan berisiko saat berada di kelompok teman sebaya. Bagi mereka, rasa diterima lebih penting daripada memikirkan dampaknya.

Sayangnya, tidak semua remaja memiliki pondasi moral yang kuat. Kurangnya perhatian dari keluarga, ditambah minimnya pengetahuan agama, membuat mereka kehilangan filter untuk menilai mana yang benar dan salah.

Apa Dampaknya bagi Kehidupan Remaja?

Pergaulan bebas bukan hanya soal kebebasan, tetapi juga risiko besar yang mengintai. Salah satu dampak fisik yang paling nyata adalah meningkatnya angka kehamilan di luar nikah dan penyebaran penyakit menular seksual. Data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan bahwa 30% remaja Indonesia telah terlibat dalam hubungan seksual pranikah.

Namun, masalahnya tidak berhenti di sana. Secara emosional, remaja yang terjebak dalam pergaulan bebas sering mengalami tekanan psikologis, seperti rasa bersalah, stres, dan bahkan depresi. Mereka merasa terjebak di tengah pilihan yang salah, tetapi sulit untuk kembali.

Lebih jauh lagi, dari sisi spiritual, perilaku ini dapat menjauhkan mereka dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Mereka kehilangan arah dan lupa bahwa kehidupan ini bukan sekadar untuk bersenang-senang, tetapi juga untuk mencari keridaan-Nya.

Apakah Kita Hanya Bisa Menyalahkan?

Tentu saja tidak. Menyalahkan tanpa memberikan solusi adalah tindakan yang sia-sia. Sebagai masyarakat, kita memiliki tanggung jawab bersama untuk mencegah generasi muda terjerumus lebih dalam.

Keluarga adalah benteng pertama. Orang tua perlu lebih terlibat dalam kehidupan anak, bukan hanya sebagai pengawas, tetapi juga sebagai teman. Tanyakan kabar mereka, pahami dunia mereka, dan ajak mereka berdiskusi tentang risiko pergaulan bebas tanpa menghakimi.

Pendidikan agama juga harus diperkuat. Bukan sekadar ritual, tetapi sebagai panduan hidup yang memberikan mereka filter untuk memilah yang baik dan buruk. Misalnya, ajarkan mereka bahwa kebebasan sejati adalah ketika seseorang bisa mengendalikan dirinya sesuai tuntunan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Media sosial juga perlu dikontrol dengan bijak. Alih-alih melarang, arahkan mereka untuk menggunakan platform ini sebagai sarana belajar dan berbagi hal positif. Konten-konten edukatif tentang bahaya pergaulan bebas harus diperbanyak, sehingga mereka bisa melihat alternatif gaya hidup yang lebih baik.

Lalu, Apa yang Bisa Kita Lakukan Sekarang?

Sebagai individu, setiap dari kita bisa berperan. Mulailah dari diri sendiri: jaga pergaulan, pilih teman dengan bijak, dan jadilah contoh yang baik. Jika Anda adalah seorang remaja, ingatlah bahwa masa depan Anda lebih berharga daripada sekadar "kesenangan sementara."

Bagi orang dewasa, cobalah lebih peka terhadap lingkungan sekitar. Jika ada remaja yang terlihat "hilang arah," jangan langsung menghakimi. Rangkul mereka, tunjukkan bahwa ada jalan pulang.

Pergaulan bebas adalah masalah yang nyata, tetapi bukan berarti tidak bisa diatasi. Semua bermula dari kesadaran: kesadaran remaja untuk menjaga diri, kesadaran keluarga untuk lebih peduli, dan kesadaran masyarakat untuk menjadi bagian dari solusi.

Lalu, bagaimana menurut Anda? Apakah pergaulan bebas ini sulit dihindari, atau sebenarnya kita hanya perlu kembali pada nilai-nilai dasar yang sering kita lupakan? Yuk, bagikan pendapat Anda di kolom komentar. Karena sejatinya, perubahan dimulai dari diskusi kecil seperti ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun