Hampir sama seperti yang dijelaskan oleh pembicara sebelumnya, di mana Indonesia sampai saat ini Sebagian besar sampah nya masih menggunkan metode dumping dan landfill yaitu sampah hanya dibuang lalu dikumpulkan. Tanpa diolah sama sekali. Selain menyebabkan TPST dan TPA menjadi overload akan tetapi juga memberikan dampak berbahaya. Yaitu jika sampah terus-menerus ditumpuk, maka dapat menghasilkan gas metana yang menjadi penyebab terjadinya ledakan.
Di slide presentasi selanjutnya Damastuti menujukkan slide yang berjudul "rumput tetangga" yang merupakan metafor yang mengatikan bahwa system pengolahan sampah yang terjadi negara-negara lain lebih baik, seperti yang ia tunjukkan Jerman yang menggukan langkah cerdik dalam mengelola sampah yaitu seperti pemberian denda ke perusahaan yang menggunakan plastik pada produknya dan penerapan kebijakan Pfandsistem yaitu jika kalian seorang warga membeli botol minum plastik misalnya, maka ia akan dikenakan biaya yang mahal akan tetapi biaya yang mahal tersebut dapat diatasi lagi jika membuangnya pada tempat khusus seperti vending machine yang nantinya sampah tersebut dibayar oleh mesin tersebut.
Slide berikutnya pun tak kalah unik yaitu bertuliskan "benang kusut" yang diartikan bahwa permasalahan sampah masih saja belum menemukan titik terang atau solusinya. Selanjutnya Damastuti memberikan aspek penting dalam penanganan sampah yaitu berupa aspek pendanaan, kelembagaan, sosial budaya, hukum, teknologi. Lalu ia menambahkan penting untuk adanya kolaborasi hexahelix dimana industry, komunitas, pemerintah, akademisi, media massa dan regulasi dapat bekerja sama dan saling berkesinambungan satu sama lain.
ia juga menyebutkan mengenai nudging strategi yaitu berupa pemberian insentif atau dorongan kepada masyarakat dalam mengelola sampah. Seperti contohnya kurang lebih mirip seperti yang dilakukan Jerman berikut dalam contoh yang sedikit berbeda yaitu misal seorang pelanggan disebuah kafe yang mendapat pengurangan harga minuman karena membawa botol atau mug sendiri sehingga kafe tidak perlu menggunakan kemasan atau gelas plastik.
Lalu beranjak ke materi terakhir yaitu dari Ricky Riadi Iskandar yang membahas "PR Strategis for Greener Tomorrow".
Ricky mengatakan banyaknya baliho-baliho yang bertuliskan "jangan membuang sampah disini". Hal tersebut muncul karena banyaknya sampah yang berserakan dibeberapa titik lokasi penumpukan sampah. Lalu timbul suatu pertanyaan. Apakah hal tersebut sudah dan merupakan komunikasi yang benar?
Nah hal ini lah yang akan dibahas oleh pembicara terakhir yaitu kunci dari strategi PR dalam memecahkan masalah sampah berupa komunikasi konvergensi dan pendekatan penthahelix atau hexahelix seperti yang sebutkan sebelumnya.
Singkatnya komunikasi konvergensi yaitu sebuah komunikasi antar komunikator yang nantinya dari komunikasi tersebut menghasilkan pengertian bersama. Contohnya seperti ini, misal kebijakan pemerintah kepada para pedagang minuman es teh jumbo untuk tidak lagi menggunakan gelas plastik. Nah komunikasi konvergensi dalam kasus ini berupa adanya solusi juga dari kebijakan tersebut misal para penjual kini dapat menggunakan gelas berbahan paper atau bahan terbarukan yang dapat diurai atau dikelola dengan mudah dan misal hal itu juga terdapat subsidi dari pemerintah. Sehingga para komunikator atau kedua belah pihak tersebut bisa saling mengerti. Pedagang es the jumbo tetap dapat berjualan dan pemerintah dapat mengurangi sampah plastik.
Nah kurang lebih seperti itu isi dari acara seminar POP guys. Semoga dengan ini kita makin aware terhadap isu sampah yang ada. Â