Mohon tunggu...
Muhammad Naufal
Muhammad Naufal Mohon Tunggu... -

"perbanyak bersyukur dan berdoa, stop complaining" semoga bisa bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Efisiensi Kerjasama Pemerintah Swasta dalam Pembangunan Infrastruktur

15 Desember 2017   07:51 Diperbarui: 15 Desember 2017   08:33 1984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembangunan infrastruktur menjadi salah satu agenda prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 karena Infrastruktur dianggap memiliki peran penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rakyat dan daya saing nasional. Komitmen Pemerintahan Pusat dalam meningkatkan perekonomian Pulau Sumatera tertuang dalam Peraturan Presiden no 117 tahun 2015 mengenai percepatan percepatan pembangunan Jalan Tol di Sumatera dimana dalam proses pengerjaannya Pemerintah menugaskan PT Hutama Karya (Persero) untuk melaksanakan pengusahaan Tol Trans Sumatera yang meliputi pendanaan, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian dan pemeliharaan. 

Proyek pengerjaan Tol Trans Sumatera ini memiliki beberapa lokasi pembangunan ruas di daerah-daerah Pulau Sumatra dan salah satunya (dari 8 ruas tahap awal Trans Sumatera) berada di Kota Palembang yang akan menghubungkan ruas Palembang -- Indralaya. Alasan pembangunan ruas jalan tol Palembang -- indralaya ini karena kota Palembang memeiliki letak yang strategis secara geografis (dekat sungai Musi dan Selat Bangka) dan rencana ruas tol ini mampu menghubungkan simpul infrastruktur bandara Sultan Mahmud Badaruddin II dengan Dermaga Tangga Buntung dan Dermaga Sei Lais.

Kemacetan yang mulai tumbuh pada ruas jalan-jalan utama akibat kapasitas jalan tidak sesuai dengan jumlah volume kendaraan menjadi pertimbangan direncanakannnya jalan Tol Palembang-indralaya. Proyek pembangunan jalan tol ini memiliki nilai investasi proyek kurang lebih sebesar Rp.3.301 milliar rupiah. Ruas tol ini direncanakan sepanjang 22 km dan memiliki 2 lajur di setiap arahnya (2x2) dengan yang dibagi dalam 3 seksi. Seksi pertama, Palembang -- Pamulutan sepanjang 7 km, seksi kedua sepanjang 5 km dari Pamulutan -- KTM Rambutan, dan seksi ketiga sepanjang 10 km, dari KTM Rambutan -- Indralaya. Berdasarkan guna lahan eksisting yang akan dibangun umumnya didominasi oelh persawahan, perkebunan serta daerah berawa. Ada juga beberapa bagian lahan yang berpotensi terjadi banjir sehingga perlu diberi timbunan sekitar 2 meter. Berdasarkan publikasi PT Hutama Karya (persero) Sampai 19 mei 2017, progress kontruksi Palembang -- Indralaya mencapai 52% dengan target di setiap penyelesaian disetiap seksi.

Dari deskripsi kegiatan proyek pembangunan jalan tol Palembang -- Indralaya diatas dapat diketahui bahwa sistem pembiayaan pembangunan yang digunakan berupa Public Private Partnerships(PPPs) atau biasa dikenal dengan sebutan Kerjasama Pemerintah (KPS) dimana dalam sistem pembiayaan ini Pemeritnah dan Pihak Swasta melakukan pembiayaan dan pengadaan infrastruktur atau pelayanan publik lainnya dengan perjanjian yang telah disepakati satu sama lain. 

Sumber pembiayaaN Proyek ini menggunakan Sumber Pembiayaan Konvensional dengan biaya yang berasal dari PMN (Penyertaan Modal Negara). Pemilihan PMN dinilai lebih efektif daripada pengganggaran melalui belanja. Proyek ini dinilai secara finansial memang tidak layak, akan tetapi secara ekonomi merupakan proyek yang layak. Keseluruhan dana pembangunan tidak akan mampu ditanggung oleh PT. Hutama Karya sepenuhnya. Oleh karena itu PT. HK mendapatkan suntikan dana berupa penyertaan modal Negara (PMN) dengan ratio 70% dan pinjaman dana dari PT.SMI sebesar 30%. Disini peran PT. 

Hutama karya sebagai debitur karena sebagai badan usaha yang melakukan peminjaman untuk sebuah proyek pembangunan, lalu kekuasaan pemerintah sebagai regulator mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan proyek ini juga mampu memberikan pinjaman melalui PMN sebesar 70%. Sedangkan badan yang dihutangi oleh PT Hutama Karya sendiri merupakan PT.SMI (lembaga bukan bank) yang memberi pinjaman dana 40% dengan bunga yang telah disepakati (masa tenggang 25 tahun dan 15 tahun serta bunga pinjaman nya). Dengan ini proyek akan tetap berjalan sesuai dengan rencana pembangunan yang telah dicanangkan.

Dari beberapa preview konsep pra pengerjaan proyek diatas dapat disimpulkan bahwa sebetulnya penggunaan sistem kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha atau Swasta (KPBU/KPS) akan dinilai efektif untuk proyek ini,  Ketika perhitungan kelayakan ekonominya spesifik dan mempunyai alternative. Keefektifan sistem Kerjasama ini bisa diukur melalui parameter diantaranya Kelayakan Ekonomi, Alokasi risiko yang tepat melalui pengaturan kontrak yang dapat dipercaya, paket keuangan yang sehat, konsorsium konsesi yang andal dengan kekuatan teknis yang kuat, dan lingkungan investasi yang menguntungkan. 

Selain itu, pemerintah sebagi regulator dan penentu keputusan terbesar harus cerdik dalam melihat kondisi dan kemampuan mitranya (Badan usaha atau swasta) dalam pemberian amanah untuk melakukan pengerjaan proyek yang kondisinya secara ekonomi memang layak. Ketika mitra yang akan ditunjuk tidak mampu, salah satu alternative dengan menunjuk BUMN (Badan Usaha Milik Negara), karena adanya pemberian regulasi berupa pendanaan diluar APBN. 

Tersedianya sumber pendanaan di luar APBN sangat membantu financing gapuntuk pembiyaan proyek-proyek infrastruktur. Potensi pendanaan yang saat ini dilirik oleh pemerintah adalah dari BUMN. Dengan penunjukan BUMN sebagai pelaksana proyek, maka dapat dikatakan sudah mencakup dua dari 5 faktor penentu keberhasilan/critical success factorsdalam KPS yaitu (iv) konsorsium konsesi yang andal dengan kekuatan teknis yang kuat, dan (v) lingkungan investasi yang menguntungkan. 

Dimana telah terjadi lingkungan investasi yang menguntungkan karena Pemerintah telah memberi suntikan pembiayaan melalui PMN sebesar 70% dari total kebutuhan proyek dan juga konsesi yang andal dengan 40 tahun masa konsesi. Pengalokasian resiko yang tepat adalah dengan membagi sesuai dengan tingkatannya yaitu makro, meso dan mikro Dimana resiko di tingkat makro dan mikro ditangani oleh sektor publik atau dibagi dengan sektor swasta, sedangkan sebagian besar resiko di tingkat meso harus ditangani oleh sektor swasta.

Dalam membantu financing gapuntuk pembiayaan proyek-proyek infrastruktur, pemerintah dapat menugaskan BUMN sebagai pelaksana yang meliputi pendanaan, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian dan pemeliharaan. Manajemen resiko merupkaan kunci sukses proyek KPS termasuk di dalamnya pengalokasian resiko sesuai porsi kewenangan. Akan tetapi pendanaan dari PMN memang cukup riskan karena beririsan dengan pihak lain, yakni DPR sebagi pihak yang memberi persetujuan PMN, Karena masuknya PMN dalam APBN. Sehingga perlu alternative sumber pembiayaan lain.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun