Dari hadist diatas memberikan penjelasan yang memadai bahwa pandangan yang paling kuat mengenai jumlah rakaat dalam shalat tarawih adalah 20. Inisiatif yang diambil oleh Sayyidina Umar bin Khattab tidak hanya disetujui, tetapi juga diamalkan oleh para sahabat Nabi lainnya pada masa itu, termasuk Sayyidah Aisyah, istri baginda Nabi Muhammmad SAW sendiri. Hal ini menegaskan kesepakatan (ijma') para sahabat, karena tidak ada yang menyangkal atau menentangnya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika mayoritas ulama dari empat mazhab atau mazhab lainnya memilih pandangan ini. Langkah awal yang diambil oleh Sayyidina Umar dan diikuti oleh para sahabat serta ulama sesudahnya sangatlah wajar, sebagaimana ketika kita melirik serta meninjau dari apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW :
( )Â
Artinya: "Ikutilah dua orang setelah ku yaitu Abu Bakr dan Umar."
      Penjelasan yang lain adalah hadits berikut:
: ( )
Artinya: "Dan sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Ikutilah sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan pentunjuk setelah aku meninggal, maka berpegang teguhlah padanya dengan erat."
      Banyak polemik yang terjadi pada ibadah tarawih ini, salah satunya perbedaan jumlah rakaat yang telah dibahas diatas tadi. Adapun yang lainya seperti dalam pelaksanaannya, setiap daerah memiliki suatu ciri khasnya masing-masing, sebagaimana di perkotaan khususnya masjid-masjid besar yang terbiasa mempraktikkan bacaan surat-surat panjang dengan irama yang tenang dan syahdu. Lain halnya dengan yang berada di pemukiman desa yang mempraktikan ibadah tarawih dengan durasi  lebih cepat dibanding penduduk di perkotaan sana, karena di pedesaan itu sendiri biasanya mengaplikasikan bacaan surat-surat pendek yang ada pada Al-Qur'an disertai dengan gerakan yang dibilang cukup gesit dibandingkan sholat pada umumnya.
      Kemudian muncul sebuah pertanyan dari kejadian diatas, apakah boleh melakukan sholat tarawih dengan durasi yang lebih cepat daripada sholat paada umunya? Jawaban secara globalnya itu diperbolehkan, dengan catatan tetap memenuhi ketentuan atau syarat dan rukun yang tertera seperti tuma'ninah (ketenangan) dalam sholat. Disamping itu yang tidak diperbolehkan adalah yang terlalu berlebihan.
 Syekh Abdurrahman Balawi dalam karyanya Bughyatul Murtasyidin dijelaskan:
.
Artinya: " Adapun melaksanakan sholat tarawih dengan terlalu cepat itu termasuk dari suatu bid'ah buruk yang sudah terkenal karena ketidaktahuan seorang imam serta kemalasan yang ada pada dirinya, dan menurut keterangan dalam kitab tuhfah, sholat secara individu itu lebih baik daripada  berjama'ah jika makmum mengetahui atau mengira bahwa imam tidak memenuhi sebagian dari rukun sholat, maka sholat bermakmum kepada imam seprti praktek tadi dianggap tidak sah sama sekali."
- Tilawatul Qur'an