Mohon tunggu...
Naura Putri Ramadhan
Naura Putri Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mencoba hal baru, memasak.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Malpraktik dalam Pemasangan Behel: Ketidakpahaman dan Penyalahgunaan Kompetensi Tukang Gigi

26 Desember 2024   15:12 Diperbarui: 26 Desember 2024   15:12 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/MENKES/PER/V/1989 Tentang Pekerjaan Tukang Gigi menjelaskan bahwa tukang gigi adalah mereka yang tidak mempunyai latar belakang berupa pendidikan kedokteran gigi, namun mempunyai keahlian dibidang kesehatan gigi yang mana keahliannya tersebut diperoleh dari generasi ke generasi atau dengan belajar sendiri. Dari sudut pandang praktisi medis, tindakan tukang gigi memang dianggap tak memenuhi kaidah tindakan medis semestinya. Persoalan ini pula yang menjadi perhatian pemerintah, sehingga mencoba membuat aturan mainnya terhadap penyelengaraan kegiatan praktik Tukang Gigi.

Salah satu tugas pemerintah dalam mengatur keberadaan tukang gigi di Indonesia yaitu dengan menciptakan “Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53/DPK/I/K/1969 tentang Pendaftaran dan Pemberian izin Menjalankan Pekerjaan Tukang Gigi”. Mengingat pada saat itu di Indonesia masih banyaknya ditemukan orang yang bekerja dibidang kesehatan tanpa pengetahuan ilmiah yang diperlukan untuk melakukan pekerjaannya diluar batas kewewenangan dan kemampuannya yang bisa saja membahayakan ataupun mengganggu kesehatan masyarakat.

Pemerintah telah menetapkan batasan bagi tukang gigi untuk melakukan praktik pembuatan dan pemasangan gigi akrilik lepasan. Saat ini banyak tukang gigi yang melakukan tindakan melebihi kewenangannya, seperti pemasangan behel dan veneer. Meskipun demikian, setelah diberlakukannya Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004, Permenkes Nomor 339 Tahun 1989 dicabut melalui Permenkes Nomor 1871/Menkes/Per/IX/2011, yang menyatakan bahwa praktik tukang gigi tanpa izin resmi menjadi illegal. Dengan demikian, praktik tukang gigi di luar kewenangan yang ditetapkan dianggap tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Kompetensi dalam pemasangan behel menurut Standar Kompetensi Dokter Gigi Indonesia (SKDGI) yang diterbitkan pada tahun 2015 mencakup beberapa aspek yang penting. Dalam dokumen umum tersebut, dokter gigi diizinkan untuk memberikan pelayanan ortodontik pada kasus-kasus sederhana, termasuk pencegahan dan perawatan maloklusi gigi dengan menggunakan alat ortodontik lepasan.

SKDGI juga menekankan bahwa pendidikan dan pelatihan kedokteran gigi harus dilaksanakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, dan setiap dokter gigi wajib memiliki izin praktik yang sah untuk melakukan tindakan medis. Oleh karena itu, sangat penting bagi masyarakat untuk memastikan bahwa pemasangan behel dilakukan oleh profesional yang memiliki kompetensi sesuai dengan ketentuan SKDGI agar mereka mendapatkan perawatan yang aman dan efektif.

Banyaknya praktik tukang gigi menunjukkan bahwa masyarakat kita masih memiliki minat terhadap layanan yang mereka sediakan. Meskipun tukang gigi tidak memenuhi standar keamanan medis yang sama seperti dokter gigi, biaya jasa mereka relatif lebih terjangkau. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika tukang gigi tetap menjadi pilihan bagi banyak orang di Indonesia.Perawatan gigi dan mulut yang dilakukan oleh non-profesional dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi pasien. Sayangnya, tidak semua orang menyadari masalah ini. Permintaan akan layanan perawatan gigi dengan harga murah tetap menjadi pilihan utama masyarakat.

Banyaknya praktik tukang gigi menunjukkan bahwa masyarakat kita masih tertarik dengan layanan yang mereka tawarkan. Meskipun tukang gigi tidak memenuhi standar keamanan medis yang sama seperti dokter gigi, biaya untuk menggunakan jasa mereka relatif lebih terjangkau. Oleh karena itu, tidak ada kekhawatiran jika tukang gigi tetap menjadi pilihan di hati masyarakat Indonesia. Layanan yang diberikan oleh tukang gigi sangat beragam, mulai dari menambal dan mencabut gigi, melakukan implan gigi, hingga memasang kawat gigi dan membuat serta memasang gigi tiruan. Praktik-praktik ini hampir setara dengan kompetensi seorang dokter gigi. Harga yang terjangkau menjadi daya tarik utama bagi mereka untuk menarik pasien.

Sumber :

1. Dharmawan, D., & Jonathan, I. (2019). Pertanggungjawaban Hukum Praktik Tukang Gigi Yang Melebihi Wewenangnya. Interest : Jurnal Ilmu Kesehatan. 8(1).

https://doi.org/10.37341/interest.v8i1.127

2. Halomoan, H. (2021). Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Pelayanan dan Jasa Praktek Tukang Gigi (Doctoral dissertation, Universitas Islam Riau).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun