Kala itu, disuatu pagi yang berembun dan dingin aku melihat ada seorang wanita yang cacat secara fisik, umurnya kira2 30 thnnan, rambut pendek dan berperawakan sedang aku tak tau nama penyakit itu apa tapi secara kasat mata aku melihat kaki kanan dan kirinya berbeda dari segi ukuran dan besarnya. sehingga tak memungkinkannya untuk berjalan sempurna seperti orang2 pada umumya.
Perempuan itu berada ditengah keramaian kotamadya, berjalan meringkuk bukan meminta-minta, bukan pula hanya sekedar lewat dan meminta orang lain untuk menaruh kasihan padanya tetapi berjualan ... bukan berjualan makanan, rokok, atau permen tetapi berjualan koran yang notabene tak bermodal --- tidak ada resiko --- dan aku merasa lelah melihatnya berjalan.
Perempuan itu bernama butet, tinggal di pinggiran rel kereta api, tidak menikah, tidak memiliki saudara dan mungkin orang tuanya sudah tiada hidupnya merana kesepan tetapi pernah aku mendapatinya sedang tersenyum.
cerita ini singkat dan masih panjang tetapi satu yang kutahu bahwa butet yang sepi adalah teman karibnya masih bisa tersenyum, masih berusaha berjalan walaupun sakit, masih bisa hidup tanpa belaskasihan orang2 lain walaupun sebenarnya tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H