Ada peristiwa yang menarik perlu saya sedikit merefleksi kembali bagaimana sejarah ketika Jenderal Listyo Sigit Prabowo dilantik sebagai Kapolri tepat pada tahun 2021, institusi Polri sejak itu menjadi pusat perhatian elemen Masyarakat, aktivis dan pegiat-pegiat sosial lainya, Sigit hadir dengan sebuah visi "Presisi" (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan) sebagai kerangka strategis dalam mereformasi institusi Polri yang mengayom semua kepentingan.
Seiring dengan itu, wajah Polri berubah sewaktu itu juga ruang kebebasan, kemudahan untuk mengakses informasi berhubungan dengan kepentingan rakyat dan hukum semua menjadi terbuka, tidak hanya bersifat dunia nyata, platfom media sosial dibuat mudah diakses.
Bagi Sigit, iniadalah ruang public untuk memberi saran dan bahkan kritik. Hanya saja kadang ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan ruang keterbukaan akses untuk membenturkaninformasi seolah-olah Sigit tidak kapabel dalam penanganan kasus besar, termasuk kasus korupsi dan pemberantasan narkotika.
Polri selalu merespon baik atas semua itu dengantetap menunjukkan keseriusan terhadap penegakan hukum yang tegas. Sementara, keberhasilan Polri sering kali tertutupi oleh berbagai kasus yang melibatkan oknum polisi, seperti kekerasan berlebihan, penyalahgunaan kekuasaan, hingga integritas moral yang dipertanyakan.
Tidak sulit bagi jendralSigit untuk keluar dari problem tersebut, sebab komitmen Presisi telah mengakar dalam lembaga yang ia pimpin.
Humanitas sebagai Pondasi Penegakan Hukum
Kompleksitas tanggung jawab Polri di era reformasi, Polri semakin bergeser yang semula dituntut untuk menjadi penegak hukum, tetapi juga menjadi pengayom masyarakat yang humanis. Di sinilah tantangan besar terlihat ambigu serta terkesan Polri tidak berdiri diatas pondasi hukum yang tegas.
Kritik publik terhadap Polri semakin menguat seiring beredar isu-isu propaganda, hoax dimana-mana, publik mengeyam berita-berita dimedia sosial yang tidak valid dan kredibel lalu muncul kesimpulan sepihak dan emosional.
Dalam konteks ini, Polri terus melakukan edukasi dan menggerakkan gerakan literasi agar terwujud perubahan kultural dan mindset masyarakat lebih terbuka terutama memfilter arus informasi dilapangan maupun di media sosial.
Selain inklusifitas, pendekatan humanitas menjadi sebuah carapandang yang terbuka untuk semua pihak, heterogenitas budaya dan agama bisa menyatu tanpa ada gejolak yang terlalu menganga?
Polri kini diamanahi tugas yang besar yakni mampu bertindak sebagai pelindung yang mengayomi, bukan hanya penegak hukum yang menghukum.
Hal ini tercermin dalam upaya membangun kepercayaan publik melalui dialog terbuka, transparansi dalam penanganan kasus, dan penindakan tegas terhadap oknum yang melanggar kode etik.