Belum usai covid-19 yang menghantam ratusan ribu orang indonesia berbulan-bulan kini mutlak muncul dampaknya yaitu resesi ekonomi. Resesi ekonomi nampaknya benar-benar kita akan alami. Hal ini diperkuat oleh MENKEU ibu SRI MULIYANI, bahwa kita sedang memasuki era resesi. Era resesi ekonomi bukanlah bentuk baru era keemasan suatu bangsa tapi suatu era dimana rakyat mengalami kesulitan ekonomi dan penderitaan hidup, dimana bangsa mengalami guncangan sosial. Roda sektor ekonomi ambruk dan tidak jalan sebagaimana biasa.
Lantas apa itu resesi ekonomi? Dikutip dari Forbes, resesi ekonomi terjadi ketika produk domestik bruto (PDB) negatif, meningkatnya pengangguran, penurunan penjualan ritel dan kontransi pendapatan dan manufaktur untuk jangka waktu yang lama.
Dampak resesi ekonomi dan resesi ekonomi ini bisa berbulan-bulan bahkan hingga bertahun-tahun. Negara yang kuat menghadapi semua krisis adalah negara yang sistem pemerintahannya  kuat. Bagaimana dengan negara berkembang seperti Indonesia? Dampak-dampak dari resesi sudah cukup banyak dijelaskan oleh para ahli dan pengamat.
***
Meskipun yang mengalami resesi ini bukan hanya Indonesia tapi juga negara lain. Kabarnya, ada banyak negara yang mengalami resesi ekonomi. Pertanyannya apakah bangsa Indonesia dan rakyatnya ini siap menerima ini sebagai tantangan hidup? Ataukah setidaknya menerimanya sebagai ujian? Tentu saja jawabanya pada rakyat yang merasakan dan kita tidak bisa berandai-andai dengan dinamika rakyat.
Pada akhir september ini kabarnya bangsa Indonesia akan mengidap resesi ekonomi dan ini dipastikan fix terjadi. Sejauh mana pertahanan bangsa Indonesia belum kita ketahui gambarannnya. Namun kabar umumnya, bahwa rakyat harus bijaksana menggunakan tabungan keuangannya untuk menghadapi krisis resesi ekonomi yang akan berlangsung.
Lantas apa yang akan terjadi di tengah resesi ekonomi berlangsung? Tanda-tanda yang terjadi menurut  Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara adalah gelombang PHK dengan angka 15 juta karyawan diberbagai perusahaan, daya belanja masyarakat menurun dan lain-lain.
Hal yang menyedihkan lagi, merujuk pada  Survei Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang dikutip menunjukkan penduduk di sejumlah negara tak siap menghadapi krisis ekonomi. Indikator yang paling menonjol adalah ketahanan dana daruratnya yang hanya cukup untuk satu pekan. Sementara Indonesia ketahanan dana darurat penduduk Indonesia tergolong rendah dibandingkan negara lain. Sebanyak 46% responden mengaku dana darurat hanya dapat menyambung hidup selama sepekan.
Sekali lagi, ini menandakan suana batin ekonomi bangsa indonesia akan mengalami depresi yang berimbas pada dinamika sosial. Masyarakat indonesia yang terdampak akan mencari jalan pintas perubahan.
Tentu saja, tak perlu kita uraikan kembali, bahwa jauh sebelum munculnya resesi ekonomi, bangsa ini  sudah sekian lama mengalami dampak krisis pandemi covid-19, yaitu krisis kesehatan. Nah, sekarang akan memasuki resesi ekonomi.  Dampak-dampak praktis krisis ini sudah jelas menyeret siapa saja, baik swasta mau instansi negara, tak kalah penting adalah rakyat kecil. Ini menandakan bangsa Indonesia dalam keadaan darurat.
PHK-PHK sebelumnya cukup banyak akibat dampak krisis pandemi covid-19. Sekarang beban bangsa akan bertambah dengan munculnya resesi ekonomi yang berdampak pada kehidupan rakyat. Sebelum isu resesi ekonomi, pemerintah telah menyebutkan bahwa angka pemutusan hubungan kerja (PHK) dampak dari virus corona atau Covid-19 telah mencapai 3,05 juta orang. Belum lagi jumlah pengangguran dan kemiskinan yang sudah sedia kala ada.
***
Walaupun  memang selama ini isu krisis dan darurat ekonomi tidak begitu mengemuka karena popularitas dan elektabilitas covid-19 jauh lebih signifikan  memonopoli ketakutan dan kekhawatiran rakyat. Namun waktu perlahan pasti berputar dalam kehidupan ekonomi rakyat. Apalagi dimasa resesi.
Ini bisa saja berkelindan over darurat pemberontakan rakyat. Fenomena ini jelas memungkinkan rakyat mengambil jalan pintas pemberontakan. Kejenuhan rakyat pada kebijakan kongkrit elit negara membias dan menjadi percakapan pemberontakan.
Negara harus ingat, bahwa pemberontakan dan perlawanan rakyat mengemuka karena faktor kesulitan ekonomi, melilitnya kebutuhan hidup. Saat ini selama pandemi covid-19 menyasar bangsa Indonesia, selama itu pula rakyat tersungkur mengalami kesulitan hidup dan disinilah konsolidasi rakyat berjalan membentuk secara alami mencari komando.
Dalam karya Soe Ho Gie, dulu sekitar tahun 1926-1927 kebanyakan data menunjukan bahwa pemberontakan terjadi disebabkan oleh kemiskinan. Walaupun berbeda dengan  analisis Harry J. Benda yang mengatakan bahwa pemberontakan itu terjadi ketika kenaikan pendapatan dan perbaikan kehidupan. Namun tetap saja yang melatar belakangi pemberontakan adalah kemiskinan.
Pada konteks itulah pemerintah harus melakukan upaya kreatif-inovatif dalam menghadapi resesi ekonomi dan depresi sosial. Reformasi sistem kekuasaan yang inklusif. Mengevaluasi kinerja instansi pemerintahan yang berhubungan langsung dengan krisis yang dihadapi.
Muhammad Natsir
(Penulis Adalah Pemerhati Bangsa & Aktifis Pemuda)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H