Mohon tunggu...
Muhammad Natsir
Muhammad Natsir Mohon Tunggu... Penulis - sabar

Jalan ini masih panjang!!!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mencegah 'Romantisme', Mewujudkan SDM Menyongsong Peradaban

25 September 2020   23:27 Diperbarui: 26 September 2020   00:34 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Pandangan yang benar dan baik akan mengantarkan kita pada kehidupan yang maju dan tidak rugi. Pandangan-pandangan ini tentu saja harus ada pembaharuan yang nyata. Tanpa ada pembaharuan pandangan, yakin dan percaya kita akan mengalami kesulitan menyongsong peradaban.

Keuletan dalam kehidupan berbangsa akan mendorong bangsa ke arah kemajuan. Yang paling penting dari kebangsaan dan keindonesiaan adalah kesadaran dan komitmen. Kesadaran dan komitmen kebangsaan dan keindonesiaan yang utuh, sebagai fondasi dalam menghadapi kompleksitas arus global.

Perkembangan zaman dan pertarungan dunia tentu saja berdampak dalam kehidupan, akan merubah pandangan hidup, dari yang ideal menjadi sesuatu yang buruk dan instan.

Perkembangan yang terjadi dalam lingkup kehidupan bangsa dan bahkan dunia saat ini berjalan senyap merubah paradigma dan cara hidup masyarakat modern. Bukanlah suata hal yang aneh jika kehidupan yang sebelumnya harmoni dan damai, tiba-tiba mengalami problema, dinamika sosial yang mengarah pada pembekuan dan pembelahan. Ini karena kompleksitas yang dihadapi tidak seimbang dengan SDM yang ada.

Saat ini dunia begitu romentisme pada kemajuan peradaban tekhnologi yang menggiurkan, kencanggihan yang menawarkan dengan amat mudah semua kebutuhan umat manusia. Peralihan dunia ini sangat melelahkan dan tentu saja menjebak hingga memasukan suatu bangsa dalam kubangan yang memilukan.

Percakapan ideologis di tengah kehidupan masyarakat dan bangsa juga tak kalah penting hadir menawarkan solusi dan alternatif penyelesaian sengketa, yang kerap di gaungkan oleh kelompok sipil masyarakat Indonesia.

Ini menandakan bahwa bangsa ini tidak dalam keadaan stabil secara ideologi dan kondusif secara politik. Romantisme ini bila tidak disadari dengan memperkuat SDM maka bangsa akan mengalami guncangan yang memilukan. Romantisme akan peradaban modern yang sudah sedemikian maju ini sudah menjamur dalam kehidupan nyata.

Gejolak sosial yang terjadi dalam kehidupan bernegara hadir dalam pusaran zaman yang terus laju berkembang. Bahkan perkembangan tersebut jauh melampui predeksi ilmuan, nilai-nilai yang menjadi dasar dan acuan pandangan hidup di gusur oleh kompleksitas kehidupan peradaban modern.

Sumber daya manusia terhambat dan tumpul pada arus kehidupan yang serba instan, dinamika sosial, budaya, dan agama sekaligus menentang negara yang semakin hari semakin tak berdaya.

Berselaweran dinamika ini akibat oleh disoreantasi kegiatan dan hajat hidup sumber daya manusia. Hitam putih berhamburan dalam pusaran kehidupan masyarakat, hal ini tentu saja memperlemah bangsa yang eksisting bersaing ditingkat global.

Sebagai bangsa yang berkembang di era peradaban modern yang maju, maka sepatutnya kita harus mempersiapkan sumber daya manusia yang multikompleks. Langkah-langkah strategi dengan formulasi menjadi mimpi praktis bagi bangsa dan negara.

Bangsa yang lalai pada tugas dan wewenangnya akan berada diketiak bangsa lain. Karenanya, seperti kata Muhammad Iqbal, kita harus punya telinga masa depan, telinga yang menjangkau peradaban dunia, telinga yang mampu mendengar keluhan hajat hidup orang banyak, telinga yang mampu meramu semangat dan bakat anak bangsa.

Pada demikian, bangsa harus keluar dari romantisme dari berbagai segmen kepentingan. Harun Yahya, dalam bukunya "Ancaman Dibalik Romantisme" telah menguraikan dengan tajam dan jernih bahwa romentsime merupakan penyakit suatu bangsa.

Menurut Harun Yahya, aspek yang paling mengganggu dari bahaya ini bahwa kebanyakan orang tidak melihatnya sebagai bahaya.

Karena itu bangsa ini harus mempunyai imajinasi dan tata nilai kehidupan yang inheren dengan mentalitas pancasila yang transenden. Dengan demekian sumber daya manusia dapat menyongsong peradaban modern. 

Sebab tidak sedikit bangsa jatuh karena romantisme yang tidak disadari. Harun Yahya menyadari bahwa romantisme merupakan kecendrungan psikologis yang menjauhkan dari nilai-nilai yang di yakini dan etos kebangsaan.

Muhammad Natsir

(Penulis Adalah Pemerhati Bangsa dan Vice President Pemuda OKI)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun