Mohon tunggu...
Muhammad Natsir
Muhammad Natsir Mohon Tunggu... Penulis - sabar

Jalan ini masih panjang!!!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pluralisme dan Pancasila

9 September 2020   23:52 Diperbarui: 9 September 2020   23:55 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Kita tahu bahwa keragaman budaya, suku, agama dan bahasa merupakan harta teristimewa yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. sejarah telah banyak kita jumpai tentang perjalanan Bangsa ini, dari sabang sampai meraoke.

Perjalanan panjang ini tentu saja banyak problem-problem yang dihadapi, baik problem internal maupun problem eksternal. Jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, para faunding fathers sudah ada bayang-bayang tentang bentuk negara di bumi nusantara ini.

Karena itu pancasila sebagai falfasaf negara harus menjadi penyatu pluralitas yang ada. Bentuk formil pancasila harus menjadi semangat persatuan dan peradaban bersama.

Pluralisme merupakan jalan kebangkitan peradaban bersama. Pancasila sebagai pemersatu budaya, suku, agama agar bangsa maju dan berjalan dalam keharmonisan harus dipertahankan dan dijaga.

Sebab, bila pancasila kita abaikan dalam komitmen kehidupan yang ragam dan dunia modern ini maka tidak menutup kemungkinan kita akan larut dalam pertikaian dan kemunduran.

Dalam konteks kehidupan agama, masalah dasar pluralisme yang dikembangkan Cak Nur, yang sering disebut oleh kalangan penganut filsafat perenial sebagai "Kesatuan Transenden Agama-agama". Pandangan cak nur ini mengundang kontroversi. Padahal jika dipahami bahwa pandangan ini mencoba menghalau sikap ekslusif yang mengancam peradaban bangsa.

Dalam kehidupan berbangsa seperti Indonesia yang menjadikan pancasila sebagai penyatu keragaman dan filofi kehidupan berbangsa dan bernegara harus berpemahaman inklusif. Pancasila tidak hadir  sebagai filofi regulasi namun jauh dari itu.

Ejawantah pancasila dalam kesadaran yang tidak terlembagakan jauh lebih produktif dan efektif untuk kemajemukan daripada sekedar konsepsi dan wacana dalam kehidupan.

Inklusifisme dalam kehidupan berpancasila akan menjauhkan bangsa dari kontraproduktif.  Masalah mendasar dalam pancasila adalah tidak adanya sikap inklusif dalam kehidupan berbangsa.

Masing-masing kalangan merasa bahwa pancasila menjadi dominasi sebagian yang lain. Bahkan pancasila yang ada dalam kesadaran meniadakan pluralisme yang menjadi kekuatan bangsa ini.

Merawat pluralisme adalah bagian terpenting dalam pancasila. Dalam Budhy Munawar Rachman  pluralisme Fathi Osman adalah bentuk kelembagaan di mana penerimaan terhadap keragaman melingkupi masyarakat tertentu atau dunia secara keseluruhan. Maknanya lebih dari sekadar toleransi moral atau koeksistensi pasif.

Bahkan menurut Cak Nur  dalam debat pluralisme di Indonesia selalu menegaskan bahwa bangsa Indonesia akan memperoleh manfaat besar dalam usaha transformasi sosialnya menuju demokrasi, keterbukaan, dan keadilan itu, jika pluralisme itu dapat ditanamkan dalam kesadaran kaum Muslim yang merupakan golongan terbesar warga negara.

Bagi cak Nur bahwa, pluralisme tidak dapat hanya dipahami dengan mengatakan bahwa masyarakat kita adalah majemuk, beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku dan agama, yang justru hanya menggambarkan kesan fragmentasi.

Muhammad Natsir

(Penulis Adalah Pemerhati Bangsa & Vice President Pemuda OKI)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun