Mohon tunggu...
Muhammad Natsir
Muhammad Natsir Mohon Tunggu... Penulis - sabar

Jalan ini masih panjang!!!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Merajut Tenun Kepancasilaan

29 Agustus 2020   00:16 Diperbarui: 29 Agustus 2020   00:05 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Piagam madinah yang digagas oleh Nabi Muhammad SAW patut dipelajari oleh semua kalangan. Sebuah contoh yang revolusioner sebagai upaya nyata menjaga peradaban umat manusia dalam bingkai persatuan dan persamaan dalam kehidupan bernegara.

Kita tau bahwa menjaga perdamaian antar sesama merupakan tanggung jawab kemanusiaan dan konsekwensi moral sosial. Nabi telah mengajarkan pada umat manusia, suku dan agama agar merajut perdamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Piagam madinah merupakan sebuah konstitusi formal yang telah digagas oleh Nabi Muhammad SAW untuk kepentingan umat manusia, suku, agama dan sekte-sekte lainnya. Bahwa tidak ada keistimewaan satu kelompok diantara kelompok lain. Semua sepakat bahwa piagam madinah merupakan kiblat untuk semua masyarakat pada masa itu.

Nabi mengajarkan bahwa menjaga perjanjian merupakan sesuatu yang mutlak untuk lakukan dan dipertahankan. Kita tidak boleh mengingkari perjanjian yang sudah dibuat. Kita mesti patuh pada sebuah konsensus atau kesepakatan.

Merajut persatuan dan perdamaian merupakan sebuah jalan terbaik dan seruan rasionalitas peradaban. Manusia dituntut untuk merdeka dan membuat bentuk negara dengan sebuah konsensus dengan bentuk yang bervariasi.

Pada konteks ini. Indonesia telah menemukan bentuk negara kesatuan dengan berideologikan pancasila. Bentuk negara dengan sebuah perjuangan panjang dan berdarah oleh anak bangsa tentunya.

Piagam madinah yang menjadi dasar kebijakan Nabi telah sukses membangun peradaban. Ini tentu tidak mudah. Piagam madinah yang menyatukan umat beragama, seperi Islam, Yahudi dan Nasrani, begitupun dari sisi suku atau kabilah nampaknya ragam budaya telah berhasil dibangun.

Jika kita sandingkan, keadaan ini tidak jauh beda dengan piagam Jakarta juga pancasila. Piagam madinah yang telah berhasil membangun toleransi dalam kehidupan juga mempunyai kesamaan dengan dengan eksitensi pancasila.

Karena itu, pancasila yang merupakan hasil dari perjuangan anak bangsa, tentu saja harus dipertahankan. Sebuah narasi besar yang telah  ditorehkan oleh para founding fathers negeri ini. Terutama umat Islam yang menjadi mayoritas atas narasi besar ini.

Perjuangan mereka tentu melewati berbagai macam tantangan-tantangan besar, hiruk pikuk perjalan pastilah mewarnai perjuangannya. Sebuah narasi besar tidaklah mudah diperjuangkan.

Ini harus menjadi peringatan penting dan renungan bagi kita semua. Bahwa menjaga konsensus sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dengan bentuk piagam madinah merupakan tanggung jawab kita bersama. Ini bukan hanya tanggung jawab politik, tapi paling utama adalah tanggung jawab spritual.

Kita tentu sadari. Bahwa mempertahankan ini tentulah tidaklah mudah  diperjuangkan, seperti membolak balikkan telapa tangan, atau seperti cerita malam pengantar tidur. Sebagai umat yang telah banyak berkontribusi nyata dalam meletakan falsafah negara ini, tentulah umat Islam adalah terdepan.

Posisi agama Islam sulit diragukan, menurut Nurkholis Madjid,  agama Islam di indonesia termasuk agama yang peka. Kosakata politik indonesia telah diperkaya dengan singkatan SARA (suku, agama, ras dan antar golongan) yang melukiskan kepekaan politik di Indonesia. Ini menunjukkan bahwa kita punya tanggung jawab menjaga Negara yang kaya raya ini.

Perjalanan panjang tersebut telah bangsa ini lewati, berbagai tantangan dan hambatan telah dilalui. Ini menunjukkan bahwa komitmen masyarakat Indonesia terhadap bentuk negara ini sangat luarbiasa. Ini anugrah yang Tuhan berikan pada segenap anak bangsa Indonesia, terutama yang telah memperjuangkan dan mempertahankannya.

Sekalipun demikian masih boleh  dikatakan bahwa  masih ada ruang bagi pembahasan masalah-masalah keagamaan, sejauh tidak mengganggu stabilitas politik sesuatu yang didambakan sedemikian rupa oleh mereka yang memandang perlunya pembangunan yaitu pembaharuan yang tidak memihak dan ilmiah.

M. Natsir

(Pemerhati Bangsa dan Pengamat Politik)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun