Mohon tunggu...
Nathaniela DindaAzalia
Nathaniela DindaAzalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Saya merupakan mahasiswi aktif semester 6 jurusan Ilmu Hubungan Internasional di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menjaga Kedaulatan Indonesia di Tengah Konflik Laut China Selatan: Melindungi Kepulauan Natuna Utara

28 Mei 2024   18:37 Diperbarui: 30 Mei 2024   19:09 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta New Ten Dash Line China Sumber: japan-forward.com

Berawal dari terbentuknya peta Laut China Selatan (LCS) dengan sembilan garis putus-putus atau yang biasa dikenal sebagai nine dash line (kini dikenal sebagai ten dash line setelah Tiongkok menambah garis baru) ini, tentu memicu pertentangan dari beberapa negara yang merasa bahwa wilayahnya telah di klaim sebagai bagian dari teritori Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Ini menciptakan konflik antara Tiongkok dengan negara-negara yang bersangkutan yaitu, Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam hingga Taiwan yang kini wilayahnya termasuk dalam ten dash line. Adanya  klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok terhadap LCS bertentangan dengan klaim teritorial negara-negara yang bersangkutan dan dapat mengancam kedaulatan negara-negara tersebut. 

Meski Indonesia tidak terlibat dalam perselisihan yang terjadi, perlu kita ketahui bahwa salah satu kepulauan milik Indonesia juga ikut disinggung dalam wilayah ten dash line yaitu, Kepulauan Natuna Utara. Indonesia memang telah menempatkan posisi sebagai non-claimant state atau menjadi pihak yang tidak menyuarakan tuntutan terhadap klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok. Namun, perlu kita ketahui bahwa klaim Tiongkok yang telah menyinggung Kepulauan Natuna ini telah melanggar ZEE Indonesia serta dapat mengancam kedaulatan Indonesia dengan adanya eksistensi kapal-kapal milik Tiongkok yang memasuki wilayah tersebut tanpa perizinan dari pihak Indonesia.

Kedaulatan telah menjadi aspek terpenting bagi semua negara, dimana setiap negara berhak atas pengakuan terhadap kedaulatannya sehingga kedaulatan menjadi salah satu status tertinggi yang dapat dicapai oleh sebuah negara. Untuk meraih kedaulatan, tentu menjadi salah satu hal yang sulit diraih, begitu pula dengan mempertahankannya. 

Berbagai tantangan dapat dihadapi sebuah negara dalam upayanya mempertahankan kedaulatan negara, seperti persengketaan wilayah teritorial yang kerap terjadi dan juga dampak yang diciptakan dari berbagai aktor negara maupun non-negara yang berusaha mencapai kepentingan mereka. Dalam konteks konflik LCS, tentu kedaulatan Indonesia juga turut terguncang. Sebagai negara kesatuan yang berdaulat, Indonesia tentu akan berupaya semaksimal mungkin untuk mempertahankan keamanan setiap titik dari wilayahnya, termasuk Kepulauan Natuna Utara. 

Indonesia memilih beberapa langkah yang lebih halus dalam merespon konflik LCS, dimana, pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Indonesia mengusung visi misi menjadi poros maritim dunia. Dalam arti lain, inilah yang menjadi kekuatan bagi Indonesia untuk mempertahankan akses kemaritiman serta memperkuat pengamanan di wilayah maritim Indonesia yang menjadi salah satu perbatasan sekaligus jalur keluar-masuk perdagangan internasional. 

Selain menjadi kekuatan bagi Indonesia untuk mempertahankan wilayah perbatasan, hal ini dapat dimanfaatkan untuk mengkomunikasikan pentingnya keamanan dan pertahanan di wilayah perbatasan terkhususnya wilayah kemaritiman Indonesia yang turut terseret dalam klaim sepihak Tiongkok. 

Dinamika yang terjadi di LCS tentu menunjukkan bahwa Indonesia harus mengambil langkah cerdas dalam menangani hal tersebut, langkah yang tetap mempertahankan kepentingan nasional Indonesia dengan cara yang halus seperti memasukkan benang ke jarum. Ini dapat dilakukan dengan naval diplomacy. Naval diplomacy merupakan penggunaan kekuatan angkatan laut suatu negara untuk mencapai kepentingan nasional serta tujuan diplomatiknya tanpa harus terlibat dalam peperangan. 

Show of force misalnya, merupakan salah satu bentuk naval diplomacy dimana sebuah negara memiliki hak untuk menunjukkan eksistensi militer mereka di wilayah-wilayah strategis guna mengirim sinyal yang kuat terhadap negara lain mengenai kemampuan serta eksistensi militer mereka. 

Show of force ini telah dilaksanakan Indonesia dalam beberapa kesempatan seperti, melakukan latihan bersama militer dengan Amerika Serikat di Batam dengan jarak sekitar 480 km dari Kepulauan Natuna (Arif et al., 2020, 141). Presiden Joko Widodo juga menyebutkan bahwa tidak ada gunanya untuk terlibat secara langsung dalam konflik LCS, namun, ada gunanya bagi Indonesia untuk tetap menunjukkan eksistensi militer serta pertahanan mereka di wilayah yang tersinggung oleh LCS sebagai sebuah bentuk peringatan bagi Tiongkok. 

Selain itu, Indonesia juga memiliki UU No. 32 Tahun 2014 tentang kelautan, yang pada intinya menjelaskan bahwa sistem pertahanan kelautan dibentuk dengan tujuan untuk mengelola kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah negara, serta melindungi segenap bangsa Indonesia. 

Peraturan undang-undang ini dirasa cukup untuk menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kekuatan besar dalam melindungi kedaulatan negaranya serta melindungi seluruh wilayah milik Indonesia, sehingga dapat mempersempit akses Tiongkok maupun negara asing untuk dapat bertingkah semau mereka yang dapat mengusik kedaulatan Indonesia.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun