Perlombaan senjata atau arms-race tentu merupakan salah satu bentuk respons terhadap adanya perbedaan ideologi. Ditambah dengan tingkat kompleksitas dunia internasional sekarang dimana banyaknya macam kepentingan nasional dari berbagai negara yang mengharuskan mereka untuk memilih pihak mana yang mereka rasa dapat melengkapi atau menyeimbangi kepentingan nasional mereka.Â
Banyak negara yang mulai melangkah lebih maju, sehingga dunia internasional sudah  bukan lagi tentang Amerika Serikat dan Uni Soviet ataupun Rusia. Namun, pada dasarnya fenomena arms-race yang kita ketahui sekarang bukan hanya melibatkan negara yang dianggap 'powerful' namun juga melibatkan negara-negara yang bisa disebut sebagai negara kecil yang kini memiliki potensi untuk menjadi negara kuat, khususnya di bidang militer. Negara-negara seperti Korea Utara, Pakistan, Israel, India, telah dikenal menjadi negara yang menciptakan banyak senjata nuklir.
Saya pernah  membaca sebuah argumentasi mengenai perlombaan senjata yang tidak selama-lamanya dapat berujung pada terjadinya perang, menurut saya argumen tersebut tentu tidak tepat karena menurut saya semakin banyak negara yang mengembangkan kualitas militer mereka terutama dalam hal persenjataan tentu menjadi sebuah bentuk peringatan terhadap negara lain untuk ikut serta mengembangkan kualitas persenjataan militer negara mereka, itu telah menjadi sifat alami negara maupun aktor internasional dalam merespon adanya apa yang mereka anggap sebagai ancaman, ini kerap kali dikenal sebagai security dilemma dalam studi hubungan internasional.Â
Memang tidak menutup kemungkinan perlombaan senjata tidak selamanya menghasilkan perang, tapi menurut saya presentase kemungkinan tersebut sangatlah kecil. Ditambah dengan banyaknya perkembangan teknologi yang membuat banyak negara di kemudian hari menciptakan banyak alat militer yang lebih canggih.Â
Hal tersebut tentu akan menjadi perhatian bagi negara-negara lain, terutama oleh negara-negara adidaya. Entah mereka akan menjalin hubungan dengan negara tersebut karena mereka merasa memiliki privilage dalam artian mereka dapat secara mudah menjalin kerjasama dengan negara lain, atau mereka yang menganggap bahwa negara yang sedang mengembangkan persenjataan militer mereka murni sebagai ancaman maka negara-negara adidaya ini akan ikut berlomba-lomba meningkatkan kualitas dan kehebatan senjata yang mereka miliki.
National Interest dan Perbedaan Ideologi Sebagai Salah Satu Pencetus
 Hubungan diplomasi yang terkotak-kotakan memang terlihat jelas dan akan semakin jelas ketika banyaknya statement-statement beberapa negara mengenai ketertarikan mereka terhadap negara lain.Â
Ketertarikan tersebut tentunya dipengaruhi oleh adanya kesamaan cara pandang ataupun ideologi yang mirip atau bahkan sama, sebut saja kita mengenali dua negara adidaya yang telah diakui sejak era perang dingin, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet yang kemudian terpecah dan  hadir-lah Rusia sebagai negara adidaya hasil pecahan Uni Soviet, tentu kita sudah tidak asing dengan bagaimana mereka berseteru dan saling bertolak belakang secara ideologi maupun cara pandang.
Memang jika kita telisik, perlombaan antar negara tidak hanya dilatar belakangi oleh tingginya 'gengsi' negara-negara tersebut, namun tentu juga ada faktor lain, yaitu adanya perbenturan ideologi, dimana adanya negara-negara adidaya ini yang memiliki ideologinya masing-masing dan bagaimana mereka berusaha dengan cara apapun untuk mempertahankan ideologi yang mereka anut.Â