PUNGUTAN LIAR PREMAN KEPADA PEDAGANG KAKI LIMA BERKEDOK UANG KEMANANAN DAERAH KOPO KOTA BANDUNG
Bandung 7 februari, pungutan liar terhadap pedagang kaki lima sudah menjadi rahasia umum yang sudah mendarah daging di lingkungan para pedagang, hal yang menjadi lumrah dikarenakan terjadi terus menerus dari generasi ke generasi dan sulit sekali ditumpas
Berdagang merupakan setiap hak warga negara untuk memperoleh penghasilan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, para pedagang menyiapkan dagangannya dari malam hari hingga subuh untuk memenuhi kebutuhan sehari hari dengan harapan memperoleh kehidupan yang lebih baik. Contohnya Peli salah satu pedagang batagor di SDN Angkasa 05 Kopo Bandung, yang dari subuh sudah bersiap menyiapkan bahan berjualan, dimulai dari berbelanja bahan kebutuhan yang diperlukan seperti tahu, tepung, ikan, minyak, gas, dll
Hari dimulai ketika Peli berangkat dari rumahnya di daerah Soreang menuju lokasi berjualan dimana ia sudah berjualan kurang lebih 5 tahun di SDN Angkasa 05 Kopo Bandung. Pagi hari dimulai dengan menggoreng batagor yang sebelumnya telah disiapkan dari rumah, anak -- anak sekolah mulai berdatangan kurang lebih pukul 6.50 pagi dan mulai berkerumun disekitar lapak berjualan Peli, anak -- anak membeli batagor biasanya dimakan untuk sarapan dengan harga kurang lebih Rp 5000
Sudah 5 tahun Peli berjualan di daerah tersebut, bahkan disaat pandemic corona ia masih menjajakan dagangannya di tempat yang sama dikarenakan berjualan hanyalah satu -- satunya mata pencaharian Peli untuk menyambung hidup. Pagi menjadi siang dimana anak -- anak sekolah sedang belajar dan antrian para pembeli sudah mulai berkurang, Peli sambal menunggu datangnya pembeli mengambil istirahat dengan bersantai di sekitar gerobak ditempat ia berjualan
Hidup menjadi pedagang tidaklah mudah banyak rintangan yang seringkali membuat Peli merasa terpuruk, tantangan yang dihadapi seperti bahan pokok yang kini semakin mahal seperti minyak goreng yang sebelunya di harga Rp 15.000 kini sudah menjadi Rp 20.500, kelangkaan pasokan kedelai yang berujung harga tahu untuk bahan batagor meningkat hingga yang menjadi kesulitan terbesar Peli adalah adanay pungutan liar oleh preman yang berkedok untuk menjamin keamanan serta izin berjualan
Keluh kesah Peli dalam menghadapi para preman sudah menjadi pil pahit yang harus ditelan selama ia berjualan, preman datang seminggu sekali untuk meminta jatah kepada setiap pedagang yang dianggap berjualan di daerah preman itu berada, dalam kasus ini SDN Angkasa 05
Preman meminta jatah kepada para pedagang sejumlah Rp 50.000 dalam satu minggu dan mengancam Peli bila tidak memberikan uang tersebut maka Peli tidak dapat berjualan di daerah preman tersebut, apabila Peli memaksa berjualan maka dagangannya diancam untuk di obrak-abrik oleh preman tersebut. Jatah para preman tentu memberatkan Peli dalam menyambung hidup dikarenakan penghaslian Peli dalam sehari seringkali tidak menentu, Peli bercerita penghasilannya berkisar diantara Rp 50.000 -- 130.000 dalam sehari, bahkan bisa dibawah nilai tersebut, penghasilannya pun perlu diputar lagi untuk menjadi modal untuk berdagang lagi di esok hari dan belum dipotong untuk biaya makan dan minum sehari hari yang semakin memberatkan beban Peli
Pungutan oleh preman juga banyak dikeluhkan oleh pedagang yang lainnya yang merasa terbebani dengan adanya oknum yang merasa berkuasa atas suatu tempat dan memanfaatkan pedagang untuk kepentingannya. Peli pun tidak bisa berbuat banyak, ia merasa takut dagangannya akan dirusak oleh preman dan tidak bisa mendapat izin berjualan di daerah SDN Angkasa 05
Pungutan liar seringkali menjadi bahan perbincangan yang sudah masuk ke ranah hukum yang dapat menjerat para pungutan liar dengan pasal 6 huruf W Peraturan Pemerintah No.2 tahun 2003, namun dengan hukum yang berlaku sulit sekali melakukan tindakan dikarenakan tidak adanya pengawasan terhadap oknum oknum yang melakukan pungutan terhadap para pedagang
Keadaan ini yang seringkali membuat para pedagang tidak memiliki kuasa dikarenakan tidak ada pihak ketiga yang melindungi mereka dalam menghadapi preman yang dianggap memiliki kuasa atas suatu wilayah. Pedagang tidak mempunyai pilihan lain selain mengikuti aturan dari preman dikarenakan para pedagang tidak memiliki daerah lain untuk menjajakan dagangan mereka dan merasa takut dagangannya tidak akan laku di daerah lain selain dimana mereka saat ini berjualan