Judul : Sang Pemimpi
Penulis : Andrea Hirata
Penyunting : Imam Risdiyanto
Penerbit : Bentang Pustaka
Tebal : 295 halaman
Cetakan : Juli 2006
 Novel sang pemimpi merupakan novel karya Andrea Hirata kedua dari tetralogi
Laskar Pelangi. Mengajarkan akan pentingnya memiliki usaha yang kuat untuk
menambah ilmu meskipun dalam keadaan sera keterbatasan merupakan inti dari
novel Laskar Pelangi.
 Sedangkan dalam novel Sang Pemimpi, penulis mencoba untuk mengajak
pembacanya untuk berimajinasi dalam alam pikiran kita. Perjuangan untuk
mewujudkan apa yang kita impikan. Dengan mimpi yang bisa membuat hal yang
mustahil menjadi kenyataan. Penulis juga mencoba untuk memberikan sudut pandang
yang berbeda tentang kebahagiaan, cara hidup, dan nasib.
 Para pembaca akan disuguhi dengan sampai membuat takjub. Emosi yang
disampaikan penulis membuat pembaca seperti masuk dalam cerita novel itu sendiri.
Kesedihan yang mengarukan, proses kehidupan yang penuh akan perjuangan, dan
kebahagiaan yang menggembirakan.
 Kata-kata yang terdapat dalam novel ini seakan-akan membuat pikiran dan nafas
ini seperti terhenti sejenak. Sangat menyentuh jiwa sampai tidak bisa disampaikan
dengan kata-kata. Novel Sang Pemimpi seperti membuat alam bawah sadar kita
bagaimana proses untuk menjalni sebuah kehdiupan.
 Sesudah lulus SMP, tiga anak pemimpi yaitu Ikal, Arai, dan Jimbron meneruskan
pendidikanya ke SMA Bukan Main, petualangan ketiga anak itu pun dimulai. Arai
merupakan saudara dari Ikal yang menjadi yatim piatu dari kelas 3 sekolah dasar,
dia merupakan anak yang sabar dan tabah dalam menjalani kehidupanya.
Coba bayangkan, saat Ikal dan sang ayah menjemput Arai, mereka sangat prihatin
dengan kondisi Arai, oleh karena itu Arai tinggal bersama dengan Ikal dan ayah
ibunya. Arai sudah dianggap seperti anak sendiri oleh ayah dan ibu Ikal.
Sedangkan Jimbron adalah anak angkat dari seorang pendeta yang bernama
Geovanny yang selalu bersedia untuk mengantarkan Jimbron setiap sorenya ke
Masjid supaya Jimbron menjadi Muslim yang taat. Tiga anak ini selalu bersama dan
mempunyai impiannya masing-masing.
 Ketiga anak dalam novel sang pemimpi ini menetap di sebuah kamar di pinggiran
Dermaga Magai. Setiap harinya dari jam dua pagi mereka bertiga harus sudah
bangun karena harus bekerja menjadi kuli ikan di Dermaga itu. Pak Mutsar sering