Muka Kris terlihat pasrah melihat temannya begitu berapi-api.
      "Mel, semangat sekali kamu kali ini. Kamu memang muka seolah-olah kamu akan maju berperang sambil membawa senapan api." Kris celetuk.
      "Heh, tentu saja aku akan maju berperang. Perang demi hadiah, hahay!" Mela memiliki senyum yang lebar. "Lagipula, aku sudah mempelajari semua hal tentang Tangerang. Kurang apa lagi aku?"
      28 Februari 1993 dicatat sebagai hari berdirinya kota Tangerang. Oleh karena itu, pemerintah setempat mengadakan lomba cerdas cermat berhadiah untuk merayakan hari berdirinya kota Tangerang. Kris tahu betul temannya menginginkan hadiah-hadiahnya, sehingga dia tidak terkejut Ketika Mela mencalonkan diri untuk mewakili kecamatan Karawaci dalam lomba cerdas cermat tahun ini.
      "Kamu hanya belajar dari Wikipedia, Mel..." Muka pasrahnya Kris terlihat lebih pasrah.
      "Emang aku harus belajar dari mana lagi?"
      "Ya dari mana, gitu."
      Dua teman itu sedang berada di lapangan Ahmad Yani, tempat lomba cerdas cermat itu akan diadakan. Terdapat sebuah panggung besar, kursi-kursi plastik untuk menonton lombanya sambil duduk, dan juga bazaar makanan dan minuman. Terdapat 13 peserta yang berpartisipasi dalam lomba ini, dengan setiap kecamatan di kota Tangerang mengirim satu perwakilan. Ada beberapa peserta yang sedar menunggu lombanya dimulai. Ada yang sedang duduk mengobrol bersama yang lain, ada juga yang sedang membaca-baca buku catatannya.
      Setelah beberapa menit menunggu, Master of Ceremonies, atau yang lebih dikenal sebagai MC dari lombanya, akhirnya hadir. Dengan mikrofon di tangan, dia berseru, "Halo, semuanya! Halo, halo!" Suaranya menggema ke seluruh lapangan, dan Mela yang sedang memakan sosis bakar dengan lahap memutuskan untuk mendengarkan sang MC.
      "Selamat siang! Apa kabar? Semoga kabar hadirin semuanya baik. Namaku Rudi, dan aku akan menjadi MC lomba cerdas cermat tahun ini!" MC-nya berseru dengan semangat. Dia memiliki sebuah kertas di tangannya, lalu membaca aturan-aturan lombanya.
      Setelah pembacaan aturan-aturan lomba, tibalah saat lombanya diadakan. Mela, beserta dengan 12 peserta lain, naik ke atas panggung. Di depan setiap peserta terdapat sebuah meja kecil yang diatasnya ada sebuah tombol bel merah, sebuah kertas kosong, dan sebuah pensil untuk mencatat. Dan di belakang para peserta adalah sebuah layar besar yang di sana dituliskan nomor-nomor peserta, serta banyak poin setiap peserta.