Mohon tunggu...
Nathania GwendyIndarmastuti
Nathania GwendyIndarmastuti Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar SMA

Halo

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kontroversi Seputar Aborsi di Indonesia: Analisis Medis, Yuridis, dan Etis

1 Juni 2024   10:56 Diperbarui: 1 Juni 2024   10:57 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ABORSI merupakan isu yang senantiasa memicu kontroversi di Indonesia, negara yang terkenal religius dan konservatif. Praktik ini dilarang dengan pengecualian ketat yang diatur dalam perundang-undangan. Akibatnya, banyak perempuan Indonesia terpaksa untuk menjalani aborsi di klinik gelap atau ilegal yang tidak berizin. Hal ini meningkatkan risiko malpraktek dan membahayakan kesehatan mereka. Namun, aborsi di klinik bersertifikat pun tidak menjamin terhindarnya perempuan dari risiko medis.

Perdebatan mengenai aborsi semakin kompleks karena dilatarbelakangi oleh berbagai faktor. Ketidakmampuan finansial dan mental untuk membesarkan anak menjadi alasan utama sebagian besar perempuan memilih aborsi. Tidak hanya itu, aborsi terkadang menjadi jalan keluar dalam kasus kehamilan tidak diinginkan, seperti akibat kekerasan seksual.

Wacana legalisasi aborsi muncul sejalan dengan penguatan isu hak asasi perempuan. Setiap perempuan memiliki hak untuk mengatur fungsi reproduksinya secara otonom. Perhatian yang difokuskan pada janin yang belum lahir acapkali mengabaikan hak dan kepentingan perempuan  yang tengah mengandung sebagai individu. Keputusan personal, seperti apakah seorang perempuan harus melahirkan, seharusnya tidak di tangan negara.

Pandangan yang mendukung legalisasi aborsi (pro-choice) didasarkan pada argumen yuridis dan medis. Pelarangan aborsi tidak serta merta menghentikan praktik tersebut. Sebaliknya, hal ini justru mendorong praktik aborsi ilegal yang jauh dari standar keamanan dan kesehatan. Sebagai contoh, Amerika Serikat mengalami penurunan drastis angka kematian akibat aborsi ilegal, dari 32 kematian menjadi 2 kematian, pasca legalisasi aborsi pada tahun 1976. Argumen lain yang mendukung legalisasi aborsi didasarkan pada perkembangan janin. Studi yang dilakukan oleh neurolog Inggris dari Royal College of Obstetricians and Gynecologists menyatakan bahwa korteks janin belum berkembang, bagian otak yang berperan sebagai reseptor dan modulasi rasa sakit, hingga usia 26 minggu. Sedangkan, aborsi umumnya dilakukan pada trimester pertama kehamilan (sekitar 8-12 minggu) yang mengindikasikan janin kemungkinan besar tidak merasakan sakit selama prosedur aborsi.

Namun, legalisasi aborsi juga memunculkan dilema tersendiri. Aborsi, meskipun dilakukan dengan prosedur medis yang aman, tetap memiliki risiko efek samping bagi perempuan, mulai dari komplikasi ringan seperti kram perut dan mual hingga komplikasi serius seperti kerusakan leher rahim, pendarahan hebat, dan kanker. Selain itu, terdapat pandangan yang berpendapat bahwa aborsi adalah tindakan yang tidak etis karena dianggap sebagai pembunuhan terhadap manusia. Pandangan ini, yang dianut oleh kelompok pro-life, berlandaskan pada keyakinan bahwa kehidupan dimulai pada saat konsepsi, yaitu saat sperma membuahi sel telur. Konsekuensi dari isu aborsi tidak hanya berdampak pada perempuan dan janin, tetapi juga memunculkan perdebatan filosofis dan teologis yang rumit. Isu aborsi berkaitan erat dengan nilai-nilai moral, hak asasi perempuan, dan perkembangan ilmu kedokteran. Belum adanya titik temu dalam perdebatan ini membuat aborsi akan terus menjadi isu kontroversial.

Perdebatan aborsi merupakan isu yang kompleks. Di tengah perdebatan yang tidak kunjung reda, yang terpenting adalah masyarakat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan penghormatan terhadap hak asasi perempuan.  Selain itu, pendekatan holistik diperlukan dengan menyediakan layanan konseling dan edukasi komprehensif mengenai risiko dan konsekuensi aborsi. 

Sumber:

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun