Hizbut Tahrir (HT) merupakan organisasi politik Islam yang memiliki tujuan utama untuk membentuk khilafah atau negara Islam dan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. HT berasal dari ideologi yang dirumuskan oleh Taqiuddin an-Nabhani, seorang pemikir asal Palestina, pada tahun 1950-an. Meskipun secara global HT menegaskan penolakannya terhadap penggunaan kekerasan, namun retorika yang digunakan sering kali tegas dan provokatif. HT juga mengutuk terorisme, namun mereka berupaya menggambarkan serangan teroris di Indonesia sebagai hasil manipulasi dan konspirasi yang melibatkan pihak Barat.
Peran Hizbut Tahrir di Asia Tengah
Hizbut Tahrir (HT) di wilayah Asia Tengah memiliki peran yang aktif dan terus berkembang. Beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan pengaruh HT di wilayah ini melibatkan dominasi kaum Muslim di Asia Tengah, kondisi ekonomi yang sulit pasca-runtuhnya Kesatuan Soviet, dan kekosongan ideologi setelah kejatuhan paham komunisme. HT berhasil merekrut ribuan anggota di negara-negara seperti Tajikistan, Uzbekistan, Kazakhstan, dan Kyrgyzstan. Meskipun pemerintah di beberapa negara tersebut telah mengambil langkah-langkah represif terhadap anggota HT, popularitas organisasi ini terus meningkat, khususnya di kalangan mahasiswa, pedagang, intelektual, dan perempuan.
Tantangan Masa Depan
Meskipun Hizbut Tahrir (HT) terus tumbuh dan mendapatkan dukungan di beberapa negara, tantangan-tantangan yang dihadapi HT dalam mencapai tujuannya tidak dapat diabaikan. Salah satu tantangan utama adalah sistem demokrasi yang telah lama terkonsolidasi di Indonesia. Sistem ini telah memengaruhi pola pikir masyarakat dan telah menjadi bagian yang sangat melekat dalam tatanan politik negara. Selain itu, sebagian besar organisasi massa Islam di Indonesia memiliki pandangan yang moderat dan lebih condong pada substansi Islam daripada pada formalisasi khilafah. Mereka juga berperan dalam menangkal paham radikal dan sekuler. Selain itu, lembaga-lembaga seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga memiliki peran penting dalam menentang ideologi yang bersifat radikal dan sekuler.
Implikasi terhadap Sistem KenegaraanÂ
Usaha Hizbut Tahrir (HT) untuk secara resmi mewujudkan khilafah al-Nubuwwah bisa mengubah ideologi Negara Indonesia dan menentang pengaruh ideologi Barat. Akan tetapi, hal ini sulit dicapai dalam waktu dekat. Sistem demokrasi yang sudah terkonsolidasi di Indonesia menjadi hambatan utama dalam mencapai tujuan tersebut. Selain itu, masyarakat madani yang berpandangan moderat lebih mendukung substansi Islam daripada formalitas khilafah. Peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang moderat pun juga menjadi rintangan.
Meskipun Hizbut Tahrir terus berkembang dan mendapat dukungan di beberapa negara, termasuk di Asia Tengah, tantangan yang dihadapinya harus diperhatikan. Prospek dan masa depan Hizbut Tahrir dalam memperjuangkan konsep khilafah al-Nubuwwah tetap penuh dengan rintangan, terutama di negara-negara yang sudah memiliki sistem demokrasi yang terkonsolidasi. Mewujudkan visi mereka terkait khilafah, meskipun tampak sulit dalam waktu dekat, namun Hizbut Tahrir tetap memiliki peran dalam menyadarkan masyarakat akan pentingnya menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H