Mohon tunggu...
Romeo
Romeo Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - siswa

human

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila sebagai Landasan Karakter Bangsa Indonesia

14 April 2023   19:41 Diperbarui: 14 April 2023   19:50 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia sebagai sebuah negara memiliki keberagaman budaya, bahasa, agama, dan suku yang sangat kaya. Sebagai negeri lautan yang ditaburi oleh pulau-pulau (archipelago), Indonesia terletak di antara dua benua yaitu Asia dan Australia serta dua samudra yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. 

Sebagai negara archipelago, Indonesia memiliki keanekaragaman budaya, bahasa, dan adat istiadat yang melimpah. Semua itu dipersatukan dalam sebuah ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Yang mempersatukan Indonesia adalah pengalaman ketertindasan, ketidakadilan yang diderita bersama, dan penghinaan bahwa orang asing menjadi tuan di negeri sendiri selama ratusan tahun. 

Dalam pengalaman ketertindasan bersama, rakyat mulai menyadari harkat kemanusiaan. Perjuangan untuk meraih kemerdekaan pada 1945 menjadi tonggak sejarah yang sangat penting dan mempersatukan rakyat dalam semangat nasionalisme. 

Secara etimologi, kata Nusantara berasal dari bahasa Jawa Kuno yang terdiri dari dua kata, yaitu "nusa" yang berarti pulau dan "antara" yang berarti antara atau di antara. Nusantara memiliki arti kepulauan di antara atau tengah-tengah. Salah satu warisan dari jenius Nusantara adalah Pancasila. 

Jenius Nusantara merefleksikan sifat laut, yang memiliki makna menyerap tanpa mengotori lingkungannya, dan mampu menampung segala keragaman jenis dan ukuran. 

Istilah ini juga melambangkan kesatuan bangsa dan keberagaman budaya indonesia yang kaya dan bervariasi di berbagai wilayah. Jenius nusantara juga merefleksikan sifat tanah yang subur.

 Sifat tanah yang subur, memudahkan segala hal yang di tanam untuk tumbuh. Makna dari konsep diatas, jenius nusantara adalah kesanggupan untuk menerima dan menumbuhkan. Di sini, apa pun budaya dan ideologi yang masuk, sejauh dapat dicerna oleh sistem sosial dan tata nilai setempat, dapat berkembang secara berkelanjutan. 

Indonesia adalah satu-satunya negeri di muka bumi yang menyebut negerinya dengan "tanah air". Selama masih ada lautan yang bisa dilayari dan selama masih ada tanah yang bisa ditanami, selama itu pula masih ada harapan. 

Salah satu landasan utama yang menjadi dasar negara Indonesia adalah Pancasila sebagai Weltanschauung (pandangan dunia), dasar statis yang mempersatukan sekaligus bintang penuntun (Leitstar) yang dinamis, yang mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuannya, alat pemersatu Bangsa Indonesia dari sabang sampai ke merauke, dan satu dasar falsafah. 

Oleh karena Pancasila adalah satu dasar falsafah, maka pancasila memiliki landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang kuat sebagai basis moralitas. Sesuai namanya "Pancasila" yang berarti "Lima sila", setiap sila memiliki aspek sejarah, akal sehat, dan aktualisasinya. 

Sila pertama yang berbunyi "KeTuhanan yang maha esa" memiliki nilai religiusitas sebagai sumber etika dan spiritualitas yang ber fundamen etik kehidupan bernegara. 

Di dalam kerangka hubungan antara negara dan agama, diharapkan bahwa negara dapat bertindak sebagai pelindung dan pengembang kehidupan beragama, sedangkan agama diharapkan dapat memainkan peran publik yang berkaitan dengan etika sosial. 

Hal ini merupakan suatu upaya untuk memastikan bahwa  hak asasi manusia untuk beragama dan kepercayaan dapat diakui dan dihargai, serta mengelola nilai-nilai sosial dan moral yang positif di dalam masyarakat.  Agar terjalin hubungan harmonis antara agama dan negara, dibutuhkan pemahaman bahwa peran keduanya sebaiknya dibedakan, namun tidak perlu dipisahkan. 

Hal ini dapat tercapai dengan memastikan bahwa batas otoritas masing-masing entitas dipahami dan dihormati secara bersamaan. Sila Ketuhanan menekankan prinsip bahwa moralitas dan spiritualitas keagamaan berperan penting untuk menjaga keutuhan dan keberlangsungan suatu negara. 

Oleh karena itu, komunitas agama harus aktif melakukan introspeksi dan pembaharuan, dengan menggali nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam agama, serta menyesuaikan dengan tuntutan zaman dan perkembangan kehidupan manusia.

Sila kedua berbunyi "kemanusiaan yang adil dan beradab" memiliki nilai-nilai kemanusiaan universal yang diakui dalam etika-politik, yang bersumber dari hukum Tuhan, hukum alam, dan sifat-sifat sosial manusia. 

Hal ini dianggap signifikan dalam membentuk fondasi moral dan prinsip yang memandu tindakan dan kebijakan politik yang menghargai Hak Asasi Manusia (HAM). Landasan etik sebagai prasyarat persaudaraan universal ini adalah "adil" dan "beradab". Komitmen bangsa Indonesia dalam memuliakan nilai-nilai kemanusiaan itu sangat visioner, mendahului "Universal Declaration of Human Rights" yang baru dideklarasikan pada 1948. 

Prinsip kebangsaan yang mengarah pada persaudaraan dunia dikembangkan melalui dua cara yaitu eksternalisasi dan internalisasi. Eksternalisasi meliputi upaya untuk memperluas pengaruh prinsip kebangsaan ke luar negeri, misalnya melalui diplomasi, perdagangan internasional, atau kerjasama internasional. 

Sedangkan internalisasi melibatkan upaya untuk memperkuat dan menanamkan prinsip kebangsaan di dalam negeri, melalui pendidikan, pembentukan budaya, atau kebijakan  nasional. Keduanya memiliki peran penting dalam pengembangan prinsip kebangsaan dan menjaga hubungan yang harmonis antara negara-negara di dunia. 

Sila ketiga yang berbunyi "Persatuan Indonesia", aktualisasi nilai-nilai etis kemanusiaan harus terlebih dahulu ditanamkan secara kuat dalam lingkungan pergaulan kebangsaan sebelum menjangkau pergaulan dunia yang lebih luas. 

Indonesia sebagai negara persatuan kebangsaan yang mengatasi paham golongan dan perseorangan, memperlihatkan persatuan dalam keragaman dengan konsep kebangsaan yang mengekspresikan persatuan dalam keragaman. 

Wawasan kosmopolitanisme dan pluralisme terpadu dalam dasar negara (Pancasila) dan perundang-undangannya, memberikan kemungkinan bagi keragaman komunitas untuk tidak kehilangan akar tradisi dan kesejarahan-nya. 

Konsepsi kebangsaan Indonesia menyerupai perspektif "etnosimbolis" yang memadukan unsur kebaruan dalam kebangsaan dengan unsur-unsur lama dari kebangsaan. Dengan begitu, Indonesia memiliki prinsip dan visi kebangsaan yang kuat, yang dapat mempertemukan kemajemukan masyarakat dalam sebuah komunitas politik bersama. 

Pada awal-awal masa kemerdekaan, semangat nasionalisme begitu kental dan membahana di seluruh lapisan masyarakat. Kemerdekaan Indonesia merupakan produk nasionalisme rakyat Indonesia yang bersatu padu melawan penjajah. 

Saat itu penjajah adalah musuh bersama bagi rakyat Indonesia yang memimpikan kebebasan dari kungkungan penjajah. Makna Nasionalisme saat itu adalah semangat mengusir penjajah dari bumi Nusantara. 

Pasca kemerdekaan semangat nasionalisme masih menggelora seiring dengan mulainya era pembangunan untuk menampakan diri sejajar dengan bangsa lain di dunia. Konsep nasionalisme telah memainkan peran penting dalam memimpin Indonesia menuju kemerdekaannya. 

Namun, jika kemerdekaan hanya dilihat sebagai jembatan emas untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional, tidak cukup hanya mengandalkan nasionalisme negatif yang hanya fokus pada apa yang bisa dilawan. 

Yang dibutuhkan adalah nasionalisme yang lebih progresif yang menekankan apa yang bisa ditawarkan. Proyek historis nasionalisme progresif tidak hanya tentang membela negara, tetapi juga tentang meningkatkan kondisi negara. Kemajuan dan kesejahteraan adalah produk terpenting dari nasionalisme dan patriotisme. 

Dalam kesadaran nasionalisme progresif dan patriotisme, Indonesia tidak hanya merupakan sebuah bangsa tetapi juga suatu gagasan, seperti yang diungkapkan oleh Bung Hatta, yang mewakili tujuan politik. "Karena itu melambangkan dan berusaha untuk sebuah tanah air di masa depan dan untuk mencapainya, setiap orang Indonesia akan berjuang dengan segala kekuatan dan kemampuannya." Untuk mengatasi masalah yang dihadapi bangsa, dibutuhkan patriotisme progresif untuk mewujudkan kemerdekaan nasional tanpa jatuh ke dalam sempitnya sikap xenophobia. 

Sejalan dengan tujuan nasional, patriotisme progresif diorientasikan pada melindungi seluruh bangsa dan seluruh keturunan bangsa Indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum, mempromosikan kecerdasan nasional, berpartisipasi dalam menjaga tatanan dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 

Nasionalisme Indonesia sejak masa penjajahan, awal kemerdekaan sampai dengan sekarang mengalami berbagai asumsi dan pemaknaan yang bervariasi, tergantung dari tantangan yang berbeda di setiap zaman. Seiring dengan perubahan tatanan dunia baru, nasionalisme menghadapi tantangan dan menemukan bentuknya sendiri sesuai dengan tuntutan zaman. 

Sila keempat yang berbunyi "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan". Pancasila sila keempat memiliki nilai ketuhanan, kemanusiaan, cita-cita kebangsaan harus menghargai kedaulatan rakyat dalam semangat permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. 

Dalam visi demokrasi permusyawaratan, demokrasi diperkuat melalui kedaulatan rakyat, yang menghubungkan kebebasan politik dengan kesetaraan ekonomi, dengan semangat persaudaraan dalam kerangka "musyawarah-mufakat". Dalam konteks prinsip musyawarah-mufakat, proses pengambilan keputusan tidak hanya ditentukan oleh kekuatan mayoritas (mayorokrasi) atau pihak minoritas yang terdiri dari elite politik dan pengusaha (minorokrasi), melainkan dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan yang memperhatikan dan menghargai daya rasionalitas deliberatif dan kearifan yang dimiliki oleh setiap warga negara tanpa pandang bulu. 

Hal ini menunjukkan bahwa dalam sistem demokrasi, keputusan haruslah dihasilkan melalui proses musyawarah dan mufakat yang melibatkan seluruh elemen masyarakat dengan prinsip saling mendengar, saling menghargai, dan saling mempertimbangkan argumen satu sama lain. Dalam proses musyawarah-mufakat, setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk menyuarakan pendapatnya dan memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi kepentingan bersama. Dalam hal ini, nilai-nilai rasionalitas deliberatif dan kearifan yang dimiliki oleh setiap warga negara harus diperhatikan secara adil dan merata, sehingga keputusan yang dihasilkan bukanlah semata-mata keputusan mayoritas atau keputusan yang diambil oleh pihak minoritas yang memiliki kekuasaan. 

Dengan demikian, prinsip musyawarah-mufakat dalam sistem demokrasi menunjukkan bahwa keputusan harus diambil melalui proses yang melibatkan seluruh elemen masyarakat dengan memperhatikan hikmat dan kebijaksanaan yang memperhatikan daya rasionalitas deliberatif dan kearifan, sehingga keputusan yang dihasilkan dapat mencerminkan kepentingan bersama dan menguntungkan bagi seluruh rakyat Indonesia. Gagasan demokrasi permusyawaratan ala Indonesia ini visioner, mendahului konsep "demokrasi deliberatif" dan sejalan dengan konsep "sosial-demokrasi".

Dalam kerangka orientasi etis yang mengutamakan hikmah-kebijaksanaan, pengaktualisasian sistem demokrasi dilakukan dengan memprioritaskan nilai-nilai Ketuhanan menurut landasan kemanusiaan yang adil serta beradab, serta menghargai nilai-nilai persatuan dan keadilan. Dalam konteks ini, demokrasi yang berbasis pada prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa yang tercermin dalam landasan kemanusiaan yang adil serta beradab, memerlukan upaya dan kewajiban dari para pengelola negara untuk menjaga dan memupuk budi pekerti yang luhur serta memelihara cita-cita moral yang tinggi dalam masyarakat. Selain itu, demokrasi yang berbasis pada nilai-nilai persatuan dan keadilan juga memerlukan perlindungan yang tepat untuk seluruh bangsa Indonesia dan semua keturunan Indonesia melalui keberadaan kesatuan dan persatuan serta penegakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, dalam implementasi demokrasi, nilai-nilai Ketuhanan menurut landasan kemanusiaan yang adil dan beradab serta nilai-nilai persatuan dan keadilan menjadi prinsip utama yang harus dipegang teguh oleh pihak-pihak terkait, sebagai upaya menjaga keutuhan dan kesejahteraan bangsa Indonesia. 

Sila kelima yaitu "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia" memiliki  pandangan Pemikiran Pancasila, kelima nilai, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, kesetaraan dan keadilan sosial, serta demokrasi permusyawaratan, memperoleh arti yang penuh sejauh mampu mewujudkan keadilan sosial. Penyelenggaraan keadilan sosial harus mencerminkan nilai etis keempat sila lainnya di satu sisi, dan otentisitas praktik Pancasila dapat diukur dari keberhasilannya dalam mencapai keadilan sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di sisi lain. Dalam visi keadilan sosial menurut Pancasila, keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan fisik dan spiritual, peran individu dalam pasar dan peran manusia sebagai makhluk sosial dalam negara, serta pemenuhan hak sipil dan politik dengan hak ekonomi, sosial, dan budaya menjadi tujuan yang diinginkan. Dalam kondisi sosial-ekonomi yang dipenuhi oleh kesenjangan, persaingan ekonomi harus ditempatkan dalam kerangka kooperatif berdasarkan asas kekeluargaan. Cabang produksi yang penting bagi negara dan yang memenuhi kebutuhan hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Sumber daya alam, seperti tanah dan air, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, harus dikuasai oleh negara dan digunakan sebaik-baiknya untuk kemakmuran rakyat. Dalam upaya mencapai keadilan sosial, setiap pelaku ekonomi harus memiliki peran masing-masing dalam semangat kekeluargaan yang saling menguntungkan. Peran individu dalam pasar harus diberdayakan, tetapi Negara harus tetap memainkan peran penting dalam menyediakan kerangka hukum dan regulasi, fasilitas, penyediaan, dan rekayasa sosial, serta penyediaan jaminan sosial. 

Kelima sila tersebut memiliki landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang kuat, memiliki dimensi perspektif historis, rasionalitas, dan fakta yang relevan. Untuk dapat memperkokoh dan mempertahankan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), perlu upaya yang konkret dan terukur dalam meningkatkan pengetahuan.  Hal ini dapat dilakukan melalui pembangunan karakter bangsa yang berlandaskan pada nilai-nilai pancasila. Upaya dalam bidang pendidikan yang dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran warga negara Indonesia akan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Pendidikan yang berbasis mengamalkan nilai-nilai pancasila dapat membantu membangun karakter yang kuat pada setiap individu, dan memupuk semangat nasionalisme dan patriotisme. Perlu memperdalam pemahaman, penghayatan, dan kepercayaan nilai-nilai Pancasila serta saling keterkaitannya untuk diamalkan secara konsisten di semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu, diperlukan proses "radikalisasi Pancasila" untuk membuatnya menjadi ideologi negara yang operasional dan mampu memenuhi kebutuhan pragmatis serta fungsional. Proses tersebut melibatkan pengembalian Pancasila sebagai ideologi negara, mengembangkan Pancasila sebagai ilmu, menjaga konsistensi dengan produk hukum, mengabdi pada kepentingan horizontal, dan menjadikan Pancasila sebagai kritik kebijakan negara. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun