Mohon tunggu...
Nathanael Nicolas Sudewo
Nathanael Nicolas Sudewo Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Seorang pelajar yang tertarik ilmu teknik dan transportasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penyalahgunaan Ilmu: Kasus Guru Besar Mencoreng Pendidikan Indonesia

7 November 2024   07:14 Diperbarui: 7 November 2024   07:14 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan merupakan hal terpenting bagi seseorang agar mereka dapat sukses dalam hidupnya. Sejak kecil, kita telah menerima pendidikan, dimulai dari keluarga, kemudian taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), hingga kuliah dan mendapatkan pekerjaan. Namun, banyak orang yang belum tahu bahwa tingkat tertinggi pendidikan, terutama di Indonesia, adalah S3, yang memberikan gelar doktor atau profesor kepada lulusannya.

Doktor atau profesor sering disebut juga sebagai guru besar. Guru besar ini menjadi tonggak pendidikan di universitas-universitas, berpengaruh terhadap negara, dan memengaruhi seluruh sistem pendidikan. Mereka adalah pemegang gelar pendidikan tertinggi dan terlengkap di bidang-bidang tertentu. Mereka sering dianggap sebagai orang yang berpendidikan tinggi, memiliki pemikiran yang cerdas, serta sikap dan akhlak yang baik sebagai cerminan dari akal budi mereka yang sudah diasah dan berilmu. Namun, tidak semua doktor, profesor, dan guru besar menggunakan ilmu, kemampuan, serta tanggung jawabnya untuk melakukan hal-hal baik. Sering kali, mereka malah menyalahgunakan posisi dan kekuasaannya.

Rektor UNS Prof Jamal Wiwoho usai menjalani pemeriksaan di Kejari Solo, Kamis (31/8/2023). Sumber : Detik.com
Rektor UNS Prof Jamal Wiwoho usai menjalani pemeriksaan di Kejari Solo, Kamis (31/8/2023). Sumber : Detik.com
Kasus penyimpangan yang melibatkan para doktor ini ternyata bukan hal baru, melainkan sudah banyak terjadi, baik berupa kecurangan maupun tindakan kriminal yang dilakukan oleh sebagian penerima gelar doktor. Kasus-kasus ini terbukti melalui berbagai sumber berita. Dalam berita yang dilansir Kompas.com, terdapat kasus korupsi yang melibatkan Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Jamal Wiwoho, yang dituding menutupi dugaan korupsi sebesar Rp 57 miliar di kampusnya. Hal ini menunjukkan betapa tidak jujurnya rektor UNS tersebut, yang seharusnya memberikan pendidikan dan mengatur UNS menjadi tempat pendidikan terdepan, justru malah terlibat dalam korupsi yang merugikan universitas.

Tidak hanya kasus korupsi, terdapat juga kasus lain, seperti kasus pelecehan seksual. Dilansir dari Kompas.com, seorang profesor dari Universitas Halu Oleo bernama Prof. B diduga melakukan tindak pelecehan seksual terhadap seorang mahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, tidak semua profesor yang berpendidikan tinggi memiliki hati yang baik. Bahkan, mereka dengan berani melakukan tindakan pelecehan seksual. Perumpamaannya, seperti dokter yang seharusnya menyembuhkan, namun justru melukai pasiennya. Seorang profesor yang melakukan pelecehan seksual telah mengkhianati kepercayaan yang diberikan kepadanya. Keduanya berada dalam posisi otoritas dan pengaruh, yang seharusnya digunakan untuk membimbing dan mendidik, bukan untuk mengeksploitasi.

Tindakan pelecehan ini tidak hanya merusak kehidupan korban, tetapi juga mencoreng reputasi institusi dan profesi secara keseluruhan. Seperti pasien yang mungkin takut untuk mencari perawatan medis setelah mendengar kasus tersebut, mahasiswa pun bisa kehilangan kepercayaan pada sistem pendidikan dan figur otoritas akademik. Seharusnya, para petinggi pendidikan ini menggunakan ilmu dan kekuatannya untuk tujuan baik, bukan untuk keuntungan pribadi atau kejahatan, karena peran mereka sangat penting dalam pendidikan dan inovasi masa depan yang bisa didapatkan dari ilmu yang telah mereka peroleh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun