Sebelum masa kejayaannya sekarang, Bayer Leverkusen pernah mengalami periode sulit yang mengarah pada degradasi mereka dari Bundesliga. Meskipun merupakan klub yang telah menikmati sejumlah kesuksesan dalam sejarahnya, termasuk menjadi runner-up Liga Champions UEFA pada tahun 2002, tetapi tidak semua musim berjalan mulus bagi mereka.
Ada beberapa faktor yang mungkin telah berkontribusi pada penurunan performa Leverkusen yang mengarah pada degradasi. Salah satunya mungkin adalah pergantian pelatih yang tidak stabil atau kurangnya konsistensi dalam manajemen klub. Selain itu, cedera pemain kunci atau kepergian pemain berpengaruh besar juga dapat menjadi faktor yang berdampak negatif pada performa tim.
Taktik yang kurang efektif atau kegagalan dalam merespons perubahan dalam taktik lawan juga dapat menjadi faktor yang menyebabkan penurunan performa. Terkadang, situasi di luar kendali klub seperti masalah keuangan atau ketidakstabilan di level manajerial juga dapat berkontribusi pada penurunan performa tim. Pemain pemain dalam skuad yang seringkali kurang mendukung atau tidak sesuai dengan pelatih juga dapat menghambat jalannya pertandingan. Pemain pemain yang tidak sesuai menyebabkan strategi yang direncanakan pelatih menjadi sia-sia. Untuk itu solusi yang dapat diambil adalah juga dengan melakukan transfer pemain untuk mendapatkan pemain pemain yang bisa cocok dengan strategi yang direncanakan oleh pelatih.
Meskipun pengalaman degradasi adalah masa-masa sulit bagi klub dan para pendukungnya, seringkali itu juga menjadi momen refleksi dan pembelajaran yang penting. Klub dapat menggunakan pengalaman tersebut untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap berbagai aspek klub, memperbaiki kelemahan, dan kembali membangun tim dengan fondasi yang lebih kuat untuk masa depan yang lebih cerah. Salah satu langkah dan solusi efektif yang diambil oleh manajemen adalah dengan merekrut Xabi Alonso sebagai pelatih.
Xabi Alonso, adalah salah satu tokoh yang patut diperhitungkan dalam dunia sepak bola. Namanya tidak hanya dikenal sebagai pemain yang brilian di lapangan, tetapi juga sebagai pelatih yang menjanjikan dengan gagasan taktik yang inovatif. Namun, sebelum membahas taktik terbarunya bersama Bayer Leverkusen, mari kita kembali sejenak ke awal karirnya dan rekor-rekor yang telah ia pecahkan.
Xabi Alonso, yang berasal dari Basque Country, memulai karir profesionalnya di klub Real Sociedad pada tahun 1999. Namun, namanya benar-benar melambung saat ia pindah ke Liverpool FC pada tahun 2004. Di Anfield, ia menjadi salah satu gelandang terbaik di dunia, memenangkan Liga Champions UEFA pada tahun 2005 bersama The Reds. Alonso kemudian melanjutkan karirnya di Real Madrid dan Bayern Munich, memenangkan berbagai gelar domestik dan internasional.Tidak hanya sukses di level klub, Xabi Alonso juga merupakan pilar timnas Spanyol yang mendominasi sepak bola dunia pada awal 2010-an. Bersama La Furia Roja, ia memenangkan Piala Dunia FIFA 2010 dan dua gelar Kejuaraan Eropa pada 2008 dan 2012.
Setelah pensiun sebagai pemain pada tahun 2017, Xabi Alonso tidak berhenti di situ. Ia memutuskan untuk mengejar karir kepelatihan dan menunjukkan bakatnya di belakang garis. Pada tahun 2023, Alonso mengambil alih sebagai manajer Bayer Leverkusen di Bundesliga Jerman. Di bawah kepemimpinan Alonso, Leverkusen mengalami transformasi yang mengejutkan. Dari awalnya berjuang di zona degradasi, mereka bangkit dan menjadi salah satu kekuatan terkuat di Bundesliga. Hingga saat ini Xabi Alonso telah membawa timnya melakoni 45 laga tanpa kekalahan. Salah satu kuncinya adalah strategi taktis yang digunakan oleh Alonso.Di balik kesuksesan ini terdapat taktik cemerlang dari Xabi Alonso yang patut untuk dianalisis lebih dalam.
1. Pengenalan Formasi 3-4-3 Dengan Fondasi Pertahanan yang Kokoh
Salah satu keputusan paling berani yang diambil oleh Alonso adalah pengenalan formasi 3-4-3. Dengan tiga bek tengah, dua gelandang tengah, dan dua gelandang sayap, formasi ini memberikan keseimbangan yang lebih baik antara pertahanan dan serangan. Trio bek tengah, yang terdiri dari Jonathan Tah, Edmond Tapsoba, dan Sven Bender, bekerja sama dengan sangat baik untuk menutup ruang di belakang dan memberikan perlindungan yang solid bagi kiper.
Perubahan ini tidak hanya memberikan kestabilan di belakang, tetapi juga memberi Leverkusen keleluasaan lebih dalam membangun serangan. Dua gelandang sayap, yang seringkali menjadi kunci dalam menghidupkan serangan, diberikan peran penting dalam memperluas sayap permainan tim. Mereka tidak hanya bertanggung jawab dalam memberikan lebar permainan, tetapi juga berperan dalam memberikan umpan-umpan yang kreatif untuk membongkar pertahanan lawan.
Alonso juga menggunakan gelandang tengah dengan bijaksana dalam sistem ini. Mereka menjadi poros penting dalam mengatur ritme permainan, memastikan kontrol bola dan distribusi yang akurat dalam membangun serangan. Dengan pola permainan yang terorganisir dengan baik, Leverkusen mampu mengontrol jalannya pertandingan dan mengimbangi permainan lawan, baik dalam serangan maupun bertahan.
2. Prinsip High Pressing dan Kontrol Posisi Memaksa Lawan ke Kesalahan
Alonso juga menerapkan prinsip high pressing yang agresif, terutama di area tengah lapangan. High pressing adalah taktik di mana tim berusaha untuk menekan lawan sejak zona pertahanan mereka sendiri, dengan tujuan untuk merebut bola kembali secepat mungkin dan memulai serangan. Dalam konteks Leverkusen yang dikelola oleh Alonso, high pressing menjadi salah satu aspek kunci dari gaya bermain mereka. Mereka tidak hanya menekan lawan dengan tiga pemain depan dan dua gelandang tengah, tetapi juga melakukan ini dengan intensitas tinggi dan koordinasi yang baik. Ketika tim lawan mencoba untuk membangun serangan dari belakang, Leverkusen akan segera menekan mereka dengan tiga pemain depan dan dua gelandang tengah. Ini tidak hanya mengganggu aliran permainan lawan, tetapi juga memberikan kesempatan bagi Leverkusen untuk merebut bola di area lawan dan menciptakan peluang gol.
Selanjutnya, kontrol posisi juga menjadi kunci dalam strategi pertahanan yang efektif. Dalam fase bertahan, Leverkusen dibawah Alonso terbiasa menjaga disiplin posisi yang ketat. Pemain-pemainnya memiliki pemahaman yang baik tentang pola pergerakan dan penekanan, sehingga mereka dapat bekerja sama untuk menutup ruang dan mencegah lawan untuk menembus pertahanan mereka. Dengan demikian, mereka tidak hanya mampu mengurangi jumlah gol yang diterima oleh tim, tetapi juga meminimalkan peluang lawan untuk menciptakan serangan berbahaya.
Secara keseluruhan, kombinasi antara high pressing yang agresif dan kontrol posisi yang ketat membuat Leverkusen menjadi tim yang sulit untuk ditaklukkan di lapangan. Mereka tidak hanya memaksa lawan ke dalam kesalahan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk mengontrol jalannya permainan dan menciptakan peluang-peluang bagi mereka sendiri. Mereka mampu mengurangi jumlah gol yang diterima oleh tim dengan menutup celah di belakang dan melakukan pressing yang efektif.
3. Fleksibilitas dalam Serangan Kreativitas dan Dinamika di Lini Depan
Di sisi penyerangan, Leverkusen dibawah Alonso memperlihatkan pola permainan yang sangat dinamis dan kreatif, memanfaatkan kekuatan individual dan kerja sama tim untuk menciptakan peluang-peluang berbahaya. Dengan kehadiran pemain-pemain seperti Moussa Diaby, Florian Wirtz, dan Patrick Schick, tim ini mampu menghasilkan serangan-serangan cepat dan kombinasi-kombinasi cerdas.
Salah satu pemain yang mencuat di bawah kepelatihan Alonso adalah Florian Wirtz, yang pada usia muda 20 tahun telah menjadi salah satu pemain kunci Leverkusen. Dalam perannya sebagai gelandang serang, Wirtz menunjukkan kematangan dan kreativitas yang luar biasa. Dia tidak hanya memiliki kemampuan passing yang brilian, tetapi juga mampu menciptakan peluang bagi rekan setimnya dengan visi permainan yang luar biasa. Akan tetapi ada satu aspek yang menjadi evaluasi bagi seorang Florian Wirtz adalah keseimbangan tubuhnya (body balance). Ia terkadang mudah kehilangan penguasaan ketika mendapatkan gangguan dari lawan. Hal itu membuat Wirtz tidak bisa menahan bola dengan lama, disebabkan oleh kuda-kuda dan body balancenya yang tidak begitu kuat. Selain itu kesalahan umpan dan sentuhan masih sering menjadi masalah bagi Wirtz.Terkadang arah passingnya mudah ditebak oleh lawan dan di beberapa momen dribblingnya terlihat kurang sempurna, karena jarak bola yang terlalu jauh dari kakinya atau temponya yang terlalu lambat sehingga bola dapat direbut oleh lawan terlebih dahulu. Solusinya Wirtz bisa melakukan latihan pada umpan, sentuhan dan bisa belajar dari pemain senior yang sudah lebih berpengalaman soal mental agar tidak mudah goyah di dalam tekanan bek lawan.
Selain itu, peran Alex Grimaldo sebagai bek kiri juga patut diperhatikan. Dengan kualitas teknis yang tinggi dan kemampuan serangan yang baik, Grimaldo tidak hanya solid dalam pertahanan tetapi juga memberikan kontribusi signifikan dalam membangun serangan dari belakang. Kehadirannya memberikan dimensi ekstra dalam menyerang dari sisi lapangan. Aspek yang masih menjadi kelemahan dari Grimaldo sendiri adalah atribut bertahannya yang masih kurang menonjol, karena didalam strategi Alonso sendiri Ia lebih banyak digunakan sebagai “Attacking Wing-Back”. Solusi yang dapat diberikan adalah dengan sering melakukan scanning pada area blind side. Fungsi ini disebut dengan fungsi balance. Grimaldo dapat melakukan marking dan covering dengan lebih baik lagi agar kemampuan atau atribut bertahannya dapat berkembang.
Formasi yang digunakan sendiri memberikan kebebasan kepada para gelandang sayap untuk menyerang dari sisi lapangan, sementara gelandang tengah memiliki peran penting dalam mengatur serangan dan memberikan umpan-umpan kunci kepada penyerang. Ini menciptakan tekanan yang konstan bagi pertahanan lawan dan memaksa mereka untuk bertahan dalam situasi yang sulit. Dengan demikian, pola permainan yang kreatif dan dinamis di sisi penyerangan di bawah Alonso tidak hanya mengandalkan individu-individu berkualitas, tetapi juga didukung oleh kerja sama tim yang baik dan pemahaman taktis yang kuat, membuat Leverkusen menjadi ancaman yang serius bagi setiap tim lawan.
4. Peningkatan dalam Permainan Bola Mati Memanfaatkan Set-Pieces dengan Efektif
Di bawah arahan Xabi Alonso, Bayer Leverkusen mengalami peningkatan yang signifikan dalam permainan bola mati. Mereka telah mengubah situasi tendangan sudut dan tendangan bebas menjadi momen berbahaya yang dapat dimanfaatkan untuk mencetak gol. Cara Leverkusen memanfaatkan ketinggian dan kekuatan fisik para bek tengah mereka menjadi kunci utama dalam kesuksesan mereka dalam bola mati.
Pertama-tama, trio bek tengah Leverkusen, yang terdiri dari Jonathan Tah, Edmond Tapsoba, dan Sven Bender, telah menjadi ancaman yang sangat nyata dalam serangan set-piece. Kemampuan dalam mengarahkan bola membuat mereka menjadi target yang sulit untuk dipertahankan oleh pertahanan lawan. Mereka tidak hanya berperan sebagai pemain bertahan, tetapi juga sering kali menjadi penyerang tambahan dalam situasi tendangan sudut atau tendangan bebas.
Selain itu, strategi yang terorganisir dengan baik dan pelatihan yang intensif di bawah Alonso membuat Leverkusen menjadi sangat efektif dalam mengeksekusi bola mati. Mereka tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik semata, tetapi juga mengandalkan gerakan yang terkoordinasi dan taktik yang dipelajari dengan baik. Posisi para pemain di dalam kotak penalti, gerakan pra-rencana, dan umpan silang yang tepat menjadi bagian penting dari pendekatan mereka dalam bola mati.
Hasilnya, Leverkusen telah mencetak gol secara konsisten dari situasi bola mati, yang telah memberikan mereka keunggulan tambahan dalam pertandingan. Mereka telah belajar untuk memanfaatkan setiap kesempatan yang mereka miliki dan membuat pertahanan lawan merasa tertekan setiap kali situasi bola mati terjadi. Ini bukan hanya tentang mencetak gol langsung, tetapi juga tentang menciptakan kebingungan di antara lawan dan menekan mereka secara mental.
5. Sukses Melalui Kombinasi Taktik yang Efektif dan Kinerja Pemain
Dengan kombinasi taktik yang efektif dan performa gemilang para pemain kuncinya, Bayer Leverkusen di bawah arahan Xabi Alonso telah menorehkan transformasi luar biasa. Dari masa-masa sulit di zona degradasi, mereka bangkit menjadi kekuatan yang diperhitungkan di Bundesliga. Tidak hanya memberikan instruksi taktis yang tepat, Alonso juga mampu membangun semangat juang yang membara di antara para pemainnya.
Namun, seperti yang dialami oleh banyak klub, tantangan tidak berhenti setelah meraih kesuksesan sesaat. Untuk mempertahankan momentum positif ini dan meraih pencapaian yang lebih besar, Bayer Leverkusen perlu mempertimbangkan langkah-langkah strategis ke depan. Salah satu langkah penting adalah menjaga konsistensi dalam performa. Ini berarti konsistensi dalam tampil di tiap pertandingan, baik di Bundesliga maupun di kompetisi Eropa.
Selain itu, manajemen klub harus terus memperkuat skuad dengan merekrut pemain berkualitas. Membangun tim yang seimbang dan kompetitif adalah kunci untuk menghadapi tantangan di masa depan. Sementara itu, pengembangan pemain muda juga tidak boleh diabaikan. Leverkusen harus terus memberikan kesempatan kepada talenta-talenta muda dan memastikan mereka berkembang secara optimal.
Tidak hanya itu, klub juga harus siap menghadapi tantangan taktis yang mungkin muncul. Analisis mendalam terhadap lawan dan persiapan matang sebelum pertandingan adalah hal yang mutlak diperlukan. Dan tentu saja, stabilitas dalam manajemen klub juga menjadi kunci. Dengan kepemimpinan yang kuat dan terorganisir, Leverkusen dapat menjaga momentumnya dan terus meraih kesuksesan di masa mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H