Mohon tunggu...
Nathalia
Nathalia Mohon Tunggu... -

just outside my window..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Apa Kabarmu Arimbi?

7 November 2012   11:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:49 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Apa kabarmu Arimbi?

Aku memasukkan kartu pos itu ke dalam laci. Berpuluh kartu pos sudah bertumpuk di dalamnya. Kartu pos-kartu pos dengan aneka macam foto-foto pemandangan yang indah, gedung-gedung atau sekedar simbol-simbol dari beraneka macam tempat, daerah dan negara. Namun semua kartu pos itu tetap hanya berisikan satu kalimat tanya. Kalimat yang menanyakan kabarku, bukan sebuah kisah pendek tentangnya, sang pengirim kartu. Aku tak pernah membalasnya. Entah kemana surat balasan akan aku kirimkan. Dia tak pernah memberikan alamat. Kartu-kartu itu hanya serupa kabar, bahwa dia sedang singgah dan berada di kota ini atau di kota itu. Dan dia biarkan imajinasiku bermain. Mereka-reka apa yang dia lakukan di kota-kota yang teralamat dalam kartu. "Kau tahu aku, lebih dari diriku sendiri, Arimbi". Ucapnya dulu saat aku menggugat akan pertanyaan-pertanyaanku yang tak kunjung mendapat jawab, kecuali pandangan matanya yang semakin lurus menusuk manik hitam mataku, membuatku luluh dan bibirku yang haus, menyambut lembut lumatan bibirnya. Mungkin dia benar. Aku tahu apa yang dia lakukan. Dia hanya akan mencari tempat yang menurutnya paling nyaman. Lantas duduk di sana, mencangking secangkir kopi, menyeruputnya perlahan dan mulai memandang sekitar, menikmati suasana, mengamati orang-orang, dalam diam. Itu saja, dan selalu, memang hanya itu yang dia lakukan. "Banyak hal yang bisa kau petik hanya dari mengamati sekitar, Arimbi. Belajarlah untuk bersikap seperti alam yang sepertinya diam, tenang tapi terus berkembang". Ucapnya lagi sambil tersenyum dan mengacak-acak rambutku. Itu serupa kode, agar aku diam, tak usah lagi sibuk bicara mengomentari segala peristiwa yang ada. Tetiba hari itu datang. Meski berat, aku relakan dia pergi dan berjanji menunggunya kembali. Kembali padaku. Aku menutup laci, lantas bangkit berdiri dari pinggir kasur tempat aku sedari tadi duduk dan beranjak keluar kamar. "Namun kini, aku milikmu dan aku kepunyaanmu. Kau tahu aku, lebih dari diriku sendiri. Janjiku tak purna, aku tak lagi menunggunya. Dia hanya masa lalu". Kau mengangguk dan mengulurkan tanganmu, menyambutku. "Aku tahu. Kau boleh tetap menyimpannya" ujarmu. Lantas sesungging senyum paling manis, aku berikan sebagai hadiah.

*********

Ilustrasi gambar Sunset in Blackpool oleh Inge

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun