Mohon tunggu...
Nathalea Layadi
Nathalea Layadi Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kritik Sastra dengan Pendekatan Mimetik terhadap Novel "Hilanglah Si Anak Hilang" Karya Nasjah Djamin

28 Februari 2022   22:06 Diperbarui: 28 Februari 2022   22:13 5369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Hilanglah Si Anak Hilang” merupakan salah satu karya Nasjah Djamin. Ia adalah seorang novelis yang lahir di Perbaungan, Sumatera Utara pada 24 September 1925. Nasjah Djamin merupakan anak ketujuh dari delapan bersaudara, ia memiliki nama asli Noeralamsyah. Dia tinggal di Yogyakarta, kemudian menikahi Umi Naftiah pada tahun 1967 dan menetap disana bersama keempat anaknya. Beliau meninggal dunia pada 4 September 1997 di Yogyakarta. Novel “Hilanglah Si Anak Hilang” diterbitkan pertama kali dalam sebuah surat kabar Minggu Pagi dan akhirnya terbit dalam bentuk berupa buku oleh penerbit Nusantara, Bukittinggi pada tahun 1963. Novel ini kembali dicetak pada tahun 1977 dan 1993. Cetakan kedua dan ketiga buku ini diterbitkan oleh Pustaka Jaya, Jakarta. Setelah itu muncul edisi elektronik pada tahun 2020. Edisi ini hadir pada aplikasi iPusnas yang telah hadir sejak 16 Agustus 2016.

Si Kuning sang tokoh utama pada novel ini adalah seorang seniman yang berpenghasilan seadanya karena jarang menjual lukisan karyanya. Kebanyakan dari lukisannya adalah Marni, sang gadis pujaan hati. Dahulu kuning adalah seorang yang taat agama, Centani alias Ani sang kakak perempuan yang mengajarkannya. Namun, sejak ia pergi ke Yogyakarta, ia melupakan apa itu sembahyang.

Sekembalinya Kuning ke rumah orang tuanya, ia terus ditanyakan kapan akan menikah oleh paman dan ibunya. Sampai mengusut-usut akan menjodohkannya apabila tidak segera menikah. Kakak perempuannya, Centani, yang tidak ia jumpai selama 15 tahun ternyata sudah menikah. Sampai akhirnya menawarkan Kuning untuk berjodoh dengan Meinar. Meinar adalah salah satu perempuan yang diajarkan mengaji dan sembahyang oleh Ani kakak perempuan Kuning. Kemudian, ia tidak sengaja bertemu dengan Marni yang ternyata tinggal tidak jauh dari rumahnya. Disitu ada Akbar pula, kakak laki-laki Kuning, segera ia kenalkan Marni. Akbar terlihat tidak menyukai kehadiran Marni, kemudian bergegas pamit untuk pergi dari sana. Mereka yang ditinggalkan berdua, saling bercerita. Marni yang menikahi Pak Kadir, ia dikenal sebagai gadis kotor sejak SMP. Ada alasan tersendiri mengapa ia menjadi seorang gadis kotor. Ia terpaksa, demi menyelamatkan jiwa Ibu dan adiknya.

Kuning, yang terus dikejar dengan perjodohan dan pertanyaan “Kapan akan menikah?” , lama-kelamaan menjadi bimbang. Kedua perempuan itu sama-sama kotor. Meskipun Meinar terlihat suci, suatu hari ia mengakui perlakuannya pada Kuning. Awalnya Kuning berpikir dia seorang gadis suci dan tidak ingin membuat hidupnya kotor. Perasaan Kuning semakin bergejolak karena ternyata Meinar menderita penyakit paru-paru yang sangat menentukan lama hidupnya. Sedangkan Marni, perempuan yang dinikahi hanya sebagai perempuan simpanan. Waktu bertemu dengan Marni, Kuning tidak sengaja bermalam di Rumah Marni. Ia tahu itu adalah tindakan yang salah, dan pasti dimaki habis-habisan keluarganya. Marni sangat dicintai olehnya, tapi Kuning tidak bisa karena dia sudah memiliki suami. Tidaklah mungkin memiliki seseorang yang sudah hak orang lain. Keluarga Kuning juga tidak setuju apabila ia berjodoh dengan Marni.

Setelah berpikir-pikir, Kuning memutuskan akan menikahi Marni. Pak Kadir juga telah menyetujui hal tersebut. Marni masih tampak tidak setuju dengan keputusan Kuning, dan selalu menolak. Sekembalinya ke rumah, lagi-lagi Kuning dilanda kebingungan. Ibunya berusaha menasehati Kuning dan berdoa pada Yang Kuasa. Meinar juga ada disana dan berusaha menahan Kuning. Namun, keputusannya sudah bulat, ia akan kembali ke Yogyakarta.
Saat sudah cukup lama di Yogyakarta, Kuning menerima surat dari Pak Kadir, Marni dan Meinar. Ternyata Marni sudah meninggal dunia, ia meminum satu tabung pil tidur dan memang sudah bertekad untuk bunuh diri dalam surat yang ia tulis. Setelah membaca isi surat Meinar, Kuning tersadar bahwa manusia harus saling menghargai bukan saling mengasihani.

Penjelasan Teori Pendekatan Mimetik

Dalam sebuah kritik sastra diperlukan agar kita dapat lebih memahami isi dari sebuah karya sastra dengan baik. Banyak sekali jenis pendekatan yang dapat digunakan. Salah satunya adalah pendekatan mimetik yang digunakan dalam kritik sastra ini. Menurut Abrams (Siswanto, 2008), “pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra.” (hal. 188). Selain itu, menurut Semi (1985) “pendekatan mimetik bertolak dari pemikiran bahwa sastra sebagaimana hasil seni yang lain merupakan pencerminan atau representasi kehidupan nyata.” (hal. 43). Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa pendekatan mimetik adalah cara pandang terhadap karya sastra yang merupakan cerminan kehidupan nyata.

Ketaatan dalam Beragama
Dalam novel ini, terutama pada bagian awal saat cerita baru saja dimulai, banyak sekali dialog-dialog yang berisikan peringatan atau dapat dikatakan sindiran halus agar pembaca ingat bahwa beribadah penting dan tidak dapat dilupakan umat agama apapun. Tertulis pada novel ini (Djamin, 2020), “ ”Mak sembahyang dulu, Ning,” terdengar suara Mak. Ia meletakkan telekung, memandangi aku dengan matanya yang tenang. Dan mata itu hendak berkata “Sudah kaulupakan sembahyangmu sekarang?” “ (hal. 20) dan juga “ “Kau sudah tidak sembahyang-sembahyang lagi, Kuning?” terdengar suara Ani di punggungku.” (hal.50). Seringkali orang tua mengingatkan kita untuk banyak berdoa dan bersyukur pada Yang Maha Kuasa. Tetapi kita terkadang menganggapnya sepele dan tidak menyempatkan diri untuk berdoa ataupun beribadah. Meskipun pada zaman ini banyak sekali orang yang melupakan ibadah karena kesibukannya masing-masing dan berbagai alasan lainnya, seharusnya kita menyempatkan diri dan meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan Yang Maha Kuasa.

Perjodohan
Dalam novel ini, perjodohan merupakan masalah utama yang membuat sang tokoh utama yaitu, Kuning, menjadi frustasi karena ia enggan untuk dijodohkan dengan gadis yang tidak ia cintai. Tertulis pada novel ini (Djamin, 2020), “ Tanpa mengangkat muka kubilang pelan, “Jadi Mak bermaksud mau memperjodohkan si Meinar dengan aku.” (hal.23) dan juga “ Katanya tegas, “Uing! Si Ani bukan mau menipumu dengan menjodohkan kau dengan aku! Tidak seorangpun tahu aku telah memakan buah terlarang! Si Ani tidak. Mak tidak, semua orang tidak. 

Hanya aku, dia, alam, dan sekarang, kau!” “ (hal.72). Kata “perjodohan” seringkali membuat yang mendengar menjadi risih, karena  “perjodohan” dianggap memaksa seseorang untuk mencintai “jodoh”-nya itu. Untungnya, pada zaman ini, kata itu sudah sangat jarang didengar. Tetapi permasalahan Kuning dan kisah cintanya sangatlah rumit, dimana ia terus ditanya-tanya “Kapan akan menikah?”, sedangkan wanita yang ia cintai sendiri sudah milik laki-laki lain. Pertanyaan “Kapan akan menikah?”, tentu sering membuat kalangan jomblo apalagi yang sudah bertahun-tahun tidak menjalin hubungan spesial dengan lawan jenis, menjadi tertekan dan tidak tahu ingin menjawab apa.

Melalui karya sastra berupa novel yang telah ditulis oleh Nasjah Djamin, kita dapat mengulas hal yang sering dianggap sepele seperti beribadah sampai ke masalah perjodohan. Tentunya hal tersebut sangatlah berkesinambungan dengan masalah-masalah di zaman ini. Maka dari itu, saya merekomendasikan novel ini untuk dibaca kalangan remaja sampai dewasa. Dari novel ini, pembaca dapat merealisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, tidak hanya tentang ibadah dan percintaan. Selain itu, orang tua juga dapat memahami perasaan dan sudut pandang seorang anak yang sedang kebingungan dengan permasalahan percintaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun