Mungkin jika kita mendengar kota Jakarta, yang mucul dibenak kita ialah kota megah dengan gedung-gedung pecakar langkitnya. Namun siapa sangka bahwasanya Jakarta memiliki sejarah kota yang amat  panjang. Mulai jaman pra kolonial sampai pasca proklamasi, Jakarta adalah salah satu kota di Indoensia yang mengalami banyak perubahan tata ruang yang sangat menonjol.Â
Hal itu dikarenakan Jakarta mendapat banyak pengaruh dari berbagai elemen, terutama pada jaman kolonial. Perkembangan kota Jakarta  sebelum kemerdekaan masih kuat dipengaruhi oleh unsur kolonial Belanda. Namun, pada momen awal kemerdekaan Indonesia, karakter pasca kolonial atau antitesis dari kota kolonial sedikit diminimalisir dengan dibangunnya monumen-monumen,
Pasca proklamasi kemerdekaan, Jakarta ditunjuk sebagai Ibu Kota Republik Indonesia. Jakarta sebagai ibukota Republik Indonesia yang baru berlokasi  di Jalan Medan Merdeka Selatan dengan Walikota Bapak Soewirjo (23 September 1945-November 1947) atau dulu bernama Balaikota Praja. Namun tak berselang lama, situasi keamanan di Jakarta menjadi mengkhawatirkan.Â
Hal itu disebabkan akibat adanya Perang Revolusi tahun 1946-1949. Â Kemudian akhirnya Ibukota Republik Indonesia dihijrahkan dari Jakarta ke Yogyakarta. Namun, setelah adanya penyerahan kedaulatan Republik Indonesia dari Pemerintah Belanda secara resmi, mulailah era baru bagi Jakarta. Pada tanggal 15 Januari 1950, Presiden Soekarno menetapkan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia (Serikat) lagi.
Bisa dikatakan bahwa perkembangan kota Jakarta pasca proklamasi menjadi sangat penting karena Jakarta dianggap sebagai kota yang bercitra internasional dan pusat kekuatan non-blok (non-block movement) misalnya, penyelenggaraan acara-acara politik,olahraga, dan budaya yang bertaraf internasional. Dilihat dari segi penyediaan sarana fisik telah dibangun atas pengarahan Presiden Soekarno sendiri.Â
Berbagai bangunan gedung dan sarana/prasarana dikenal sebagai proyek-proyek mercusuar. Kemudian di bawah kepemimpinan presiden Soeharto yaitu pada masa orde baru (1965-1998) Jakarta tumbuh dan berkembang dengan berbagai macam pembangunan yang hampir merata di semua bidang.
Keinginan presiden, masyarakat, serta pemerintah Jakarta saat pasca proklamasi kemerdekaan bisa bilang sama yaitu membumihanguskan bangunan serta peninggalan kolonial Belanda. Pada saat itu memang nampak banyak sekali simbolik kolonial Belanda yang terdapat di berbagai sudut kota. Simbolik tersebut sengaja dibuat oleh Belanda sebagai bentuk hegemoni atas kota Jakarta. Kemudian akhirnya semua simbolik kolonial belanda yang ada di Jakarta dihancurkan dan diganti dengan berbagai bangunan yang mencerminkan nasionalisme.Â
Berbagai elemen turut serta dalam merancang kembali tatanan kota Jakarta. Hal itu bertujuan untuk terciptanya tatanan kota Jakarta yang lebih baik lagi dengan mendirikan berbagai bangunan yang berciri khas nasionalisme atau anti kolonial seperti berbagai monumen maupun cagar budaya yang tersebar di kawasan Jakarta terutama Jakarta Pusat. Jakarta Pusat bisa dikatakan daerah yang mendominasi pendirian bangunan-bangunan pasca proklamasi misalnya, Lapangan Merdeka/ Monas, Jembatan dan Patung Harmoni, Kompleks Halaman Gedung Proklamasi (Monumen Proklamasi), dan Menara Kemayoran.
Pada awal kemerdekaan Indonesia, Presiden Sukarno ikut merancang kota Jakarta sebagai kekuasaan pusat kota dan pusat dari negara yang merdeka. Beliau dan berbagai elemen  merencanakan untuk membangun tugu Monumen Nasional (Monas), Masjid Istiqlal, dan Hotel Indonesia. Kemudian pada masa Orde Lama (antara tahun 1945-1965), hubungan yang terbangun antara pra dan pasca prokalmasi menjadi dasar dalam pembentukan sebuah bangsa dan negara sebagai tahap perkembangan pertama. Berlanjut pada masa Orde Baru dibawah Presiden Soeharto pembangunan seperti Monumen Lubang Buaya untuk mengenang pembunuhan para Jendral dan pengkhianatan PKI tahun 1965, lalu kemudian pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) sebagai miniatur suku dan budaya Indonesia.
Dalam konteks pelestarian dan revitalisasi, banyak bangunan-bangunan kolonial di Kota Jakarta yang masih digunakan baik untuk perkantoran atau ekonomi. Marsely L. membagi  revitalisasi Jakarta menjadi 2 identitas yaitu, pertama identitas Kolonial Belanda, yang direpresentasikan dengan revitalisasi Gedung Arsip Nasional di Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat. Kedua identitas nasionalisme dan kultur Indonesia yang direpresentasikan oleh pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) pada tahun 1971 oleh Presiden Soeharto. Hingga kini elemen-elemen  kolonial tersebut masih menjadi bagian dari identitas pasca-kolonial Indonesia pada bangunan-bangunan kolonial yang direvitalisasi.
Berikut tabel perkembangan Kota Jakarta dari Masa Prasejarah hingga Sekarang (pengaruh budaya, peralihan budaya, dan proses kebudayaan yang membentuk identitas kota)
Jaman
Periode waktu
Pengaruh Budaya
Peralihan Budaya
Proses Kebudayaan
Kota
Prasejarah
Sebelum abad ke 5
Neolitik
Prsejarah-Protosejarah[ii]
Akulturasi
Tradisional
Tarmanegara
Abad 5-10
Hindu
Prasejarah-Hindu
Akulturasi
Tradisional
Kalapa
Abad 10-16
Hindu
Hindu-Islam
Akulturasi
Tradisional
Jayakarta
1527-1619
Islam
Islam-Kolonial
Penetrasi
Tradisional
Batavia
1620-1799
Islam
Kolonial-Indisch
Asimilasi
Kolonial
Nieuw Batavia
1800-1941
Indisch
Indisch--Jepang
Penetrasi
Kolonial-Indisch
Djakarta
1942-1945
Jepang
Jepang-Anti Barat
Penetrasi
Pasca-Kolonial
Kotapraja Jakarta
1945-1965
Anti Barat
Anti Barat-Barat
Difusi
Pasca-Kolonial
DKI Jakarta (1)
1965-1998
Barat
Anti Barat-Barat
Difusi
Pasca-Kolonial
DKI Jakarta (2)
1999-kini
Barat
Barat-Global (?)
Difusi
Pasca-Kolonial
Dari adanya tabel diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Jakarta memang memiliki sejarah kota yang sangat panjang. Selain itu Jakarta juga mendapat banyak pengaruh budaya sehingga hal itu dapat membentuk identitas kota. Terutama pada masa kolonial yang memberikan banyak sekali pengaruh bagi kota Jakarta dalam insfranstruktur bangunan. Namun akhirnya pasca proklamasi kemerdekaan, berbagai bangunan tersebut dihancurkan dengan maksud untuk melupakan belenggu penjajahan oleh kolonial Belanda. Â
Daftar Pustaka
Sulistyo Ary, "Jakarta dari Masa ke Masa : Kajian Identitas Kota Melalui Tinggalan Cagar Budaya" dalam Berkala Arkeologi Sangkhakala, No. 1, Vol. 23, 2020, hlm. 1-17.
Makkelo lham Daeng, " Sejarah Perkotaan : Sebuah Tinjauan Historiografis dan Tematis" dalam Jurnal Lensa Budaya, No. 2, Vol. 12, 2017, hlm. 83-101.
Roosmalen. 2015. Sejarah Penataan Ruang Indonesia. Yogyakarta : Ombak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H