Pergeseran revolusi industri dari era 4.0 menjadi era society 5.0 menimbulkan dampak yang cukup menonjol baik bagi kehidupan masyarakat, kondisi sosial dan ekonomi. Pada era society 5.0 menggiring konsep bahwa masyarakat dituntut terlibat aktif dalam pemanfaatan teknologi. Perkembangan teknologi dari tahun ke tahun menciptakan berbagai inovasi yang pastinya bertujuan memudahkan kegiatan individu. Namun, suatu perubahan pastinya tidak terlepas dari dampak negatif maupun positif yang menyertai, begitupun transformasi teknologi ini yang memiliki dampak berbeda bagi tiap individu maupun negara yang menerapkan perubahan tersebut. Adanya transformasi digital menandakan semakin masifnya penggunaan internet dan platform digital lain. Keberadaan transformasi ini menjadi salah satu faktor yang berperan dalam pertumbuhan ekonomi dimana selalu digaungkan bahwa memiliki proyeksi berkelanjutan yang positif dalam perekonomian suatu negara. Merujuk pada dampak transformasi digital terhadap dunia perekonomian, hal ini ditandai dengan adanya model bisnis baru yang berkembang seperti e-commerce dalam berbagai platform digital. Inovasi dari teknologi digital tersebut juga memunculkan sebuah sistem keuangan digital yang biasa disebut dengan Fintech (Financial Technology) dimana  akan berfokus pada inovasi pada keuangan sebagai kiat perubahan demi mencapai transaksi yang efektif dan efisien.Â
Perkembangan suatu bisnis saat ini telah terbantu dengan inovasi seperti artificial intelligence dan machine learning yang mampu mengotomasi proses transaksi dan efisiensi sehingga dapat menurunkan biaya transaksi dan diharapkan mampu memberikan keuntungan bagi konsumen dan bisnis. Contoh dari inovasi teknologi tersebut diantaranya uang elektronik (e-money), mobile banking, dompet digital, dan blockchain. Bank sentral pun mendorong penggunaan transaksi non tunai  karena mampu menghemat biaya dibanding transaksi tunai. Jika dijabarkan, biaya yang mampu dihemat yaitu biaya cetak uang, biaya distribusi uang, dan biaya cash handling. Selain guna penghematan biaya, transaksi non tunai lebih  mampu mengefisienkan waktu dimana merujuk pada velocity of money, transaksi uang elektronik juga lebih cepat dibanding melalui kartu kredit ataupun debit.Â
Bukan hanya efisiensi waktu yang diunggulkan, ketersediaan pelayanan transaksi kecil, serta riwayat transaksi yang jelas menunjang pembukuan keuangan juga menjadi poin penting dari transaksi uang elektronik ini. Fitur keamanan yang ditawarkan seperti chip dan PIN membantu pengguna dalam meminimalisir risiko pencurian dan penipuan. Sedangkan, ancaman dari peredaran uang palsu menjadi permasalahan pada transaksi tunai. Kelebihan yang paling menarik dari transaksi non tunai ialah promo diskon yang ditawarkan dari penggunaan kartu kredit dan kredit online, sehingga dari beberapa perbandingan yang disebutkan banyak masyarakat lebih memilih menggunakan transaksi non tunai.Â
Ditilik lebih luas lagi, pertumbuhan Fintech pastinya memiliki trade off dalam perkembangannya. Misalnya dalam lingkup negara berkembang, disini kita memiliki kesenjangan digital yang belum merata di tiap daerah. Hal tersebut menimbulkan keterbatasan kapasitas dalam daya saing untuk mencapai terciptanya transformasi digital yang optimal. Sehingga dalam mengembangkan digitalisasi dalam bidang fintech perlu adanya pertimbangan bagi pembuat kebijakan antara stabilitas keuangan dan integrasi pasar, efisiensi dan persaingan, serta yang paling penting terkait privasi konsumen.Â
Bank Indonesia menyatakan bahwa terdapat dua bentuk transaksi e-money yang digunakan di Indonesia yakni berbasis chip dan server. Perbedaan paling menonjol yaitu jika berbasis chip masih menggunakan kartu, sedangkan yang server tidak. Namun, menurut saya banyak pengguna yang lebih suka uang elektronik berbasis server karena hanya perlu melalui aplikasi yang terkoneksi di handphone yang sering disebut e-wallet atau dompet digital dan dirasa lebih efisien karena bisa dibawa kemanapun melalui transaksi QRIS. Bersumber dari media Bank Indonesia, penggunaan transaksi QRIS mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi mencapai 149,5% yoy per Januari 2024. Transaksi uang elektronik mengalami peningkatan sebesar 39,28% yoy yaitu mencapai Rp83,37 triliun. Sedangkan jumlah uang kartal per Januari 2024 meningkat sebesar 9,21% yoy setara dengan Rp1.015,68 triliun. Dalam data tersebut menunjukkan bukti bahwa terdapat perbedaan yang cukup besar antara uang tunai dan transaksi dalam versi elektronik sehingga memunculkan suatu kebiasaan yaitu less cash society.Â
Dibalik suksesnya penggunaan e-money dalam kegiatan perekonomian, masih saja muncul isu yang menimbulkan konflik yaitu sempat ramai dari pihak e commerce dan toko offline. Hal ini terjadi karena semakin masifnya penggunaan e-money, masyarakat lebih menyukai belanja pada platform online di e commerce karena pastinya lebih efisien waktu dan dapat menjangkau pasar yang lebih luas. Pilihan masyarakat tersebut menimbulkan permasalahan pada penurunan penjualan pada toko offline karena mungkin toko tersebut masih belum menerima pembayaran e-money sedangkan saat ini kebanyakan orang pengguna uang elektronik tersebut. Hal itu menimbulkan kesadaran sosial untuk semua toko yang ada untuk terus beradaptasi dalam pemanfaatan teknologi digital agar tetap kompetitif dalam persaingan pasar dan pengalaman berbelanja yang lebih terintegrasi bagi konsumen.
Revolusi transaksi berupa uang elektronik memang mampu menghemat biaya transaksi dengan menawarkan berbagai keuntungan bagi penggunanya. Dengan hal itu diharapkan, dengan upaya edukasi dan literasi digital berkelanjutan dan pengembangan infrastruktur bagi transaksi digital, e-money mampu menjadi jembatan sebagai solusi transformatif  bagi perekonomian kedepannya. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H