"Kalian adalah masa depan, generasi berpendidikan terbaik, yang paling terbuka, dan yang paling tidak cepat berprasangka, masa depan adalah milik kalian." --Joe Biden kepada Generasi Z
Dunia menyadari bahwa masa di mana Generasi Z atau Gen Z yang memegang peran penting dalam dunia politik akhirnya telah tiba.Â
Timbul pertanyaan mengenai siapakah Gen Z ini sebenarnya? Gen Z lahir di antara tahun 1995 hingga 2010, generasi muda ini setidaknya mendominasi sepertiga dari total populasi dunia (Brown, 2020). Gen Z lahir di tengah perkembangan teknologi yang tergolong maju dan tumbuh beriringan dengan perkembangan tersebut.Â
Generasi ini terkenal lebih kompeten serta mampu menyaring hal-hal negatif yang dihasilkan oleh teknologi. Mereka menyandang gelar digital native, memiliki karakteristik yang ambisius (suka mencari informasi), serba instan, berjiwa bebas (tak mudah dikekang otoritarianisme), positif (optimis dan percaya diri), serta berpikiran kritis sehingga tidak serta merta menelan sebuah informasi secara bulat-bulat.
Saat ini para aktor demokrasi begitu mempertimbangkan kekuatan yang dipegang oleh Gen Z. Diketahui bahwa Gen Z merupakan generasi yang bersikap pasif-agresif terhadap politik. Mereka sering membicarakan politik, namun selalu mencoba untuk menjaga jarak paling jauh dari instrumen di dalamnya, yaitu partai dan lembaga politik.Â
Mereka merasa bahwa segala instrumen dalam politik sangat dekat dengan berbagai norma negatif. Partai politik dipandang sebagai tempat berkembang biaknya korupsi, lembaga politik yang sarat dengan konspirasi, dan cara aktor politik dalam melakukan pendekatan dengan pemilih sudah ketinggalan zaman dan memberikan efek jemu.Â
Secara khusus, Gen Z terlihat begitu progresif terhadap Hak Asasi Manusia. Dari latar belakang inilah muncul sebuah rumusan masalah tentang bagaimana pergerakan demokrasi dan HAM dijadikan sebagai tolak ukur bagi Gen Z di Thailand dalam melihat apakah penguasa serta negara benar-benar berpihak pada rakyat atau tidak.
Dalam menganalisis permasalahan ini, penulis menggunakan teori Demokrasi Klasik. Pada teori yang disampaikan oleh John Locke, Montesquie, dan lain-lain ini dipaparkan bahwa demokrasi merupakan bentuk dari kehendak rakyat untuk kebaikan bersama dan publik.Â
Pemerintahan konstitusional dituntut untuk memberikan batasan serta membagi yuridiksi mayoritas, sekaligus mampu memberikan proteksi atas kebebasan individu. Locke menyatakan bahwa negara tercipta karena suatu perjanjian kemasyarakatan antar rakyat.Â
Demokrasi bertujuan untuk melindungi hak asasi dan kebebasan dari ancaman-ancaman yang berbahaya. Namun pada akhirnya, rakyat tidak dapat menyampaikan semua aspirasi mereka kepada negara karena adanya pembatasan kekuasaan.
Pada bulan November tahun 2019, dua anak muda Thailand, Ford dan James, meluncurkan kampanye #FreeYouth di grup Facebook yang mereka namakan "Free Youth". Grup Facebook Free Youth yang ditujukan untuk menjadi ruang virtual bagi kaum muda untuk berdiskusi dan bertukar ide tentang masa depan Thailand ini tanpa disangka memicu salah satu protes anti-pemerintah terbesar dalam sejarah kontemporer Thailand.Â
Grup Free Youth kemudian tumbuh menjadi Free Youth Movement (FYM), yang mencari perubahan politik dan sosial yang luas (Sinpeng, 2021). FYM beserta aliansinya kemudian melancarkan sebuah gerakan protes yang dipimpin anak-anak muda Thailand dengan tuntutan atas reformasi monarki, dan mengakhiri kudeta militer.Â
Para pengunjuk rasa ingin kekuasaan dan pengeluaran Raja Vajiralongkorn untuk dibatasi (BBC, 2020). Gerakan pro-demokrasi yang dipimpin oleh mahasiswa sebagai bagian dari Gen Z ini adalah yang pertama kalinya dalam sejarah Thailand modern dengan kenyataan bahwa monarki Thailand telah dibicarakan secara terbuka dengan cara yang kritis.Â
Gerakan ini menuntut tiga perubahan utama pada pemerintah Thailand saat ini, yaitu pembubaran parlemen, konstitusi baru yang akan melayani rakyat, serta ditiadakannya intimidasi dan penangkapan sepihak terhadap individu-individu yang menggunakan hak demokratis mereka dalam mengkritik pemerintahan (Bamrungchok, 2020). Â
Gerakan ini berkemungkinan besar dipicu oleh kekesalan penduduk Thailand terhadap pemerintah akibat semakin kacaunya perekonomian di Thailand selama pandemi berlangsung, dan diperparah dengan tindakan Pemerintah Thailand yang menandatangani dekrit darurat mengenai pelarangan aksi demonstrasi anti-pemerintah dengan alasan agar COVID-19 tidak mengalami penyebaran.
Gen Z di Thailand memanfaatkan teknologi untuk mengatur strategi serta jalannya protes, sekaligus menjembatani jarak antara aktivisme online dan offline. Pandangan anti-pemerintah dan ketidakpuasan mereka terhadap politik menyebar dengan cepat ke seluruh dunia melalui media sosial seperti Twitter dan TikTok.Â
Mereka menggunakan bentuk sindiran berupa sarkasme dan menyampaikan protes secara tersirat dalam trend yang sedang viral. Gerakan ini menghasilkan respons berupa pemberian izin oleh pemerintah Thailand kepada para rakyatnya untuk menyatakan pendapat serta keinginan demi kepentingan reformasi, namun pemerintah Thailand masih menangkap para pelaku protes yang dianggap melanggar batasan-batasan yang dipayungi oleh berbagai undang-undang represif di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Thailand.
Ambisi Gen Z di Thailand terhadap perubahan positif atas pemerintahan setelah beberapa dekade lamanya semenjak protes terakhir dilakukan, menjadi salah satu bukti bahwa generasi ini tidak bisa dipandang sebelah mata.
 Perpaduan antara rasa penasaran yang tinggi, pemikiran yang kritis, serta kecakapan akan teknologi menciptakan kekuatan yang berpengaruh besar terhadap demokrasi, khususnya HAM, dan dunia perpolitikan.
REFERENSI
Bamrungchok, D. (2020, Agustus 28). #WhatsHappeningInThailand? Thai youth activists rally to protect democracy, freedom of speech. Retrieved Oktober 1, 2021, from EngageMedia: https://engagemedia.org/2020/thailand-youth-democracy-freedom-speech/
BBC. (2020, Desember 4). Thailand's youth rebellion: Protest movement demands monarchy reform. Bangkok, Bangkok, Thailand. Retrieved Oktober 1, 2021, from https://www.bbc.com/news/av/world-asia-55180986
Biden, J. (2020, Oktober 6). "The future is yours" Joe Biden's message to a Gen Z voters . Biden Town Hall. Joe Biden Official Youtube Channel. NBC. Retrieved Oktober 1, 2021, from https://www.youtube.com/watch?v=QXYzsFfvpLg
Brown, A. (2020, September 23). Everything You've Wanted To Know About Gen Z But Were Afraid To Ask. Retrieved Oktober 1, 2021, from Forbes: https://www.forbes.com/sites/abrambrown/2020/09/23/everything-youve-wanted-to-know-about-gen-z-but-were-afraid-to-ask/?sh=11a53f503d19
Sinpeng, A. (2021, Januari 26). Hashtag activism: social media and the #FreeYouth protests in Thailand. CRITICAL ASIAN STUDIES, 2. doi:https://doi.org/10.1080/14672715.2021.1882866
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI