Mohon tunggu...
Natasya Pinkan Tawaris
Natasya Pinkan Tawaris Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ekonomi Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hubungan Kondisi Perekonomian Masyarakat terhadap Layanan Kesehatan yang Didapat

1 Juli 2023   15:59 Diperbarui: 1 Juli 2023   16:04 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia dan merupakan modal setiap warga negara dan setiap bangsa dalam mencapai tujuannya dan mencapai kemakmuran. Seseorang tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya jika dia berada dalam kondisi tidak sehat. Sehingga kesehatan merupakan modal setiap individu untuk meneruskan kehidupannya secara layak. Oleh karena itu, kesehatan merupakan hal yang sangat penting untuk semua orang sesuai dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menimbang bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dan disebutkan juga dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 huruf H ayat 1: "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh layanan kesehatan".

Status ekonomi sosial masyarakat yang sangat beragam membuat adanya kesenjangan sosial ekonomi. Kesenjangan sosial ekonomi merupakan ketidakseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi antargolongan. BPS telah melaporkan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur menggunakan rasio gini sebesar 0,381 pada September 2022. Angka tersebut turun 0,003 poin dibandingkan pada Maret 2022 yang sebesar 0,384. Angka ini menunjukan masih adanya ketimpangan pendapatan di Indonesia sehingg pada kenyataannya menimbulkan perbedaan sulit atau mudahnya akses yang didapat oleh masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan.

Seseorang yang memiliki pendapatan tinggi cenderung lebih sadar akan kesehatan. Pengetahuan yang lebih dan kemampuan ekonomi yang lebih baik membuat mereka akan memanfaatkan pelayanan kesehatan dibandingkan dengan seseorang yang berpendapatan lebih rendah. Seseorang yang berpendapatan lebih rendah umumnya tidak terlalu mementingkan kesehatan. Masyarakat yang berpendapatan rendah sering sekali dihadapkan pada situasi dimana mereka harus memprioritaskan kebutuhan dasar seperti makanan ataupun tempat tinggal. Mereka harus melakukan pengorbanan yang lebih jika mementingkan perawatan kesehatan yang memadai. Kesadaran tentang pentingnya kesehatan bisa menjadi kurang berarti jika layanan kesehatan tidak tersedia atau sulit terjangkau oleh masyarakat menengah kebawah. Oleh karena itu, pemerintah berupaya membuat program kesehatan yang adil dengan memperhatikan seluruh lapisan masyarakat terutama masyarakat menengah kebawah agar mendapat akses layanan kesehatan dengan mudah. Selain itu, pemerintah juga perlu untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya kesadaran tentang kesehatan kepada masyarakat menengah ke bawah agar tidak ragu lagi untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada.

Hubungan antara perekonomian masyarakat dan layanan kesehatan dapat memiliki dampak yang signifikan. Tingkat kesejahteraan ekonomi suatu masyarakat dapat mempengaruhi aksesibilitas, kualitas, dan penggunaan layanan kesehatan. Berikut beberapa cara di mana perekonomian masyarakat dapat memengaruhi layanan kesehatan:

1. Aksesibilitas: Masyarakat dengan perekonomian yang kuat cenderung memiliki akses yang lebih baik terhadap layanan kesehatan. Mereka dapat dengan mudah membayar biaya perawatan medis, transportasi, dan obat-obatan. Sebaliknya, individu dengan keterbatasan ekonomi sering menghadapi kesulitan dalam mencapai layanan kesehatan yang diperlukan karena biaya yang tinggi atau jarak yang jauh.

2. Kualitas layanan: Perekonomian masyarakat dapat berdampak pada kualitas layanan kesehatan yang tersedia. Fasilitas kesehatan yang berada di daerah dengan perekonomian yang rendah mungkin memiliki sumber daya yang terbatas, staf medis yang kurang, atau fasilitas yang kurang modern. Sebaliknya, di daerah dengan perekonomian yang kuat, layanan kesehatan mungkin lebih canggih, tersedia teknologi medis terbaru, dan dikelola oleh personel medis yang terlatih dengan baik.

3. Kepatuhan terhadap perawatan: Perekonomian juga dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan masyarakat terhadap perawatan kesehatan. Orang dengan keterbatasan ekonomi mungkin cenderung menunda atau mengabaikan perawatan medis yang diperlukan karena biaya yang tinggi. Mereka juga mungkin tidak mampu membeli obat-obatan atau mengikuti pengobatan jangka panjang yang diperlukan untuk kondisi kronis. Akibatnya, kesehatan mereka bisa memburuk.

4. Upaya pencegahan: Masyarakat dengan perekonomian yang lebih baik biasanya memiliki akses yang lebih baik ke program pencegahan dan promosi kesehatan. Mereka mungkin dapat mengikuti pemeriksaan kesehatan rutin, vaksinasi, dan layanan skrining, yang dapat mendeteksi masalah kesehatan lebih awal. Di sisi lain, masyarakat dengan perekonomian yang rendah mungkin tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk berpartisipasi dalam program-program ini, yang dapat meningkatkan risiko terkena penyakit yang dapat dicegah.

Untuk mencapai kesetaraan dalam akses dan pemanfaatan layanan kesehatan, penting bagi pemerintah dan organisasi kesehatan untuk mengimplementasikan kebijakan dan program yang memperhatikan masalah perekonomian masyarakat. Ini bisa termasuk pemberian subsidi atau bantuan keuangan bagi mereka yang tidak mampu, pendekatan pencegahan yang terjangkau, dan upaya untuk meningkatkan aksesibilitas geografis terhadap layanan kesehatan.

Kondisi kesehatan masyarakat Indonesia saat ini terbilang masih buruk. Penyebab buruknya aspek kesehatan di Indonesia adalah tidak meratanya pelayanan kesehatan yang berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia karena adanya ketimpangan pendapatan masyarakat Indonesia. Pelayanan kesehatan adalah salah satu bentuk kongkret pelayanan publik. Sehat adalah hak azasi setiap manusia, kesehatan merupakan sebuah investasi bagi negara, dalam artian hanya manusia yang sehat baik jasmani dan rohani saja yang dapat melakukan pembangunan kelak dan untuk dapat mewujudkan tujuan pembangunan nasional diperlukan tenaga sumber daya manusia yang tangguh, mandiri dan berkualitas.

Pemerintah berusaha mewujudkan layanan kesehatan yang adil, yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat terutama masyarakat menengah ke bawah. Salah satu bentuk dari terwujudnya pembangunan kesehatan yang menyeluruh yaitu digagasnya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS). Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 menetapkan, Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai 1 Januari 2014. BPJS Kesehatan didirikan sebagai hasil penggabungan antara dua Lembaga sebelumnya, yaitu PT Askes (Asuransi Kesehatan) dan PT Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja). Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan Kesehatan Nasional).

Peserta BPJS kesehatan yang diwajibkan adalah setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang tinggal di Indonesia minimal selama 6 bulan. Meskipun demikian, sejumlah kendala tetap dirasakan masyarakat ketika mengakses layanan tersebut, terutama terkait dengan ketentuan yang diterapkan Pemerintah. Peserta dalam BPJS kesehatan terbagi menjadi dua kelompok besar berdasarkan asal pembiayaan. Kelompok pertama adalah penerima bantuan iuran, peserta dalam kategori ini adalah masyarakat yang memiliki kesulitan dalam ekonomi.Pemerintah langsung memberikan kartu anggota dan setiap bulan tidak perlu membayar iuran. Semua pembiayaan dari peserta lain dan bantuan pemerintah. Kelompok kedua dari peserta BPJS kesehatan adalah masyarakat yang masuk dalam golongan non-penerima bantuan iuran.Peserta dalam kategori ini mendaftarkan diri secara kolektif keluarga atau individu setiap bulannya dibebani iuran berdasarkan kelas yang dipilih. Kelas yang disediakan ada 3, pertama ada peserta kelas 1, kelas 2 dan yang terakhir kelas 3. Peserta memilih besaran iuran sesuai dengan kelas yang dipilih. Kelas 1 sebesar Rp 150.000 per orang dalam satu bulan, kelas 2 sebesar Rp 100.000 per orang dalam satu bulan dan terakhir kelas 3 sebesar Rp 35.000 per orang dalam satu bulan.

Setiap peserta BPJS Kesehatan mendapatkan pelayanan yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan yaitu Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PKTP) dan Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PKTP) adalah pelayanan kesehatan bersifat non spesialistik seperti puskesmas, rumah sakit kelas D Pratama dan faskes penunjang seperti apotik dan laboratorium yang meliputi pelayanan rawat jalan dan juga rawat inap. Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan bersifat spesialistik tingkat lanjutan seperti rumah sakit umum baik pemerintah ataupun swasta dan beberapa rumah sakit khusus. BPJS Kesehatan juga mengcover kondisi gawat darurat seperti pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis dasar. Manfaat khusus yang dapat diakses oleh peserta BPJS Kesehatan mungkin bervariasi tergantung pada jenis peserta, tingkat iuran dan kebijakan BPJS Kesehatan yang berlaku.

Respon masyarakat terhadap pelayanan BPJS Kesehatan dapat bervariasi. Beberapa masyarakat mungkin merasa puas dengan layanan yang diberikan, sementara yang lain mungkin menghadapi tantangan atau ketidakpuasan tertentu. Berikut adalah gambaran umum mengenai respon masyarakat terhadap pelayanan BPJS Kesehatan:

1. Keuntungan aksesibilitas: BPJS Kesehatan memberikan akses terhadap layanan kesehatan bagi masyarakat yang sebelumnya tidak mampu membayar biaya perawatan secara langsung. Oleh karena itu, banyak individu yang mengapresiasi keberadaan BPJS Kesehatan karena dapat mengakses perawatan medis yang mereka butuhkan.

2. Tantangan aksesibilitas: Meskipun BPJS Kesehatan memberikan akses kesehatan yang lebih luas, ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh masyarakat terkait aksesibilitas layanan. Beberapa masyarakat mungkin menghadapi kesulitan dalam mencari fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan di daerah mereka. Selain itu, antrian panjang dan waktu tunggu yang lama di fasilitas kesehatan juga bisa menjadi masalah.

3. Ketersediaan fasilitas dan tenaga medis: Beberapa masyarakat mungkin menghadapi kendala dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai karena keterbatasan fasilitas kesehatan dan tenaga medis yang tersedia. Terutama di daerah yang terpencil atau kurang berkembang, fasilitas kesehatan mungkin terbatas, sementara jumlah tenaga medis mungkin tidak mencukupi.

4. Klaim dan pembayaran: Masyarakat terkadang menghadapi kendala dalam proses klaim dan pembayaran dengan BPJS Kesehatan. Beberapa pengguna layanan mungkin mengalami kesulitan dalam memahami prosedur klaim atau mengurus administrasi yang diperlukan. Terkadang, ada juga keluhan tentang penolakan klaim atau keterlambatan pembayaran.

5. Kualitas pelayanan: Persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan BPJS Kesehatan bisa bervariasi. Beberapa orang mungkin merasa puas dengan layanan dan perawatan yang mereka terima, sementara yang lain mungkin mengeluhkan kurangnya ketersediaan obat, fasilitas yang kurang memadai, atau kekurangan tenaga medis.

Penting untuk dicatat bahwa respon masyarakat terhadap pelayanan BPJS Kesehatan sangat dipengaruhi oleh pengalaman pribadi mereka dan berbagai faktor lainnya seperti lokasi geografis, infrastruktur kesehatan daerah, dan kebijakan operasional BPJS Kesehatan itu sendiri. Untuk meningkatkan pelayanan dan memenuhi kebutuhan masyarakat, BPJS Kesehatan terus melakukan evaluasi, peningkatan, dan memperbaiki sistem yang ada.

Program BPJS sangat membantu masyarakat dalam mengakses layanan Kesehatan, namun seiring berjalannya waktu terjadilah ketimpangan dalam pelayanan Kesehatan, BPJS yang terealisasi pada tahun 2014 ini banyak mendapat kritik dari masyarakat karena pelayanan yang kurang memuaskan dibandingkan mereka yang berobat menggunakan pelayanan umum dengan biaya yang ditanggung sendiri, padahal untuk memiliki kartu BPJS masyarakat juga memiliki kewajiban untuk membayar setiap bulannya, pembayaran ini pula yang dulunya sangat memberatkan masyarakat ekonomi kebawah, tenaga kesehatan semakin kewalahan dan pastinya masyarakat akan menyalahkan performa dari pelayanan kesehataan serta tenaga kesehatan yang bertugas, padahal perlu diketahui bahwa cara pencairan dana BPJS tergolong sangat sulit dan memiliki peraturan-peraturan yang perlu dipenuhi pihak penyedia pelayanan Kesehatan, yang mana jika tidak dipenuhi maka hal ini akan merugikan instiusi pelayanan kesehatan sendiri.

Sulitnya prosedur untuk pengecekan ke rumah sakit karena adanya klaim berjenjang, diluar keadaan darurat peserta memang diharuskan memeriksakan penyakit yang diderita ke fasilitas kesehatan tingkat pertama berupa puskesmas atau klinik terlebih dahulu.Setelah itu barulah masyarakat pengguna BPJS mendapat rujukan ke rumah sakit. Namun, jika di bandingkan layanan kesehatan swasta lainnya, masyarakat dapat langsung ke rumah sakit yang sudah diajak bekerja sama. Layanan BPJS kesehatan hanya dapat melindungi diri di wilayah Indonesia saja. Berbeda dengan layanan kesehatan swasta lainnya yang bisa memproteksi kesehatan masyarakatnya di rumah sakit yang bekerja sama hingga di seluruh dunia. Selain itu tidak adanya kesempatan untuk mendapat fasilitas kesehatan tingkat pertama. Meskipun masyarakat telah mendaftar pada kelas 1 dan kelas 2, namun kenyataannya memang terjadi hal yang tidak sesuai. Masyarakat pengguna BPJS sering mendapat fasilitas kelas 3. Hal ini terbukti karena kebanyakan peserta BPJS yang memiliki ekonomi yang berkecukupan dengan sengaja memilih BPJS kelas 3 agar iuran BPJS yang dibayar setiap bulan lebih sedikit. Inilah yang menyebabkan peserta BPJS yang kurang mampu sulit untuk mendapatkan perawatan BPJS kelas 3.

Dengan banyaknya kesenjangan dan kritik terhadap layanan BPJS, pemerintah berencana untuk melakukan penghapusan kelas iuran di BPJS Kesehatan. Kelas 1, 2 dan 3 dalam BPJS Kesehatan akan dihapuskan dan diganti menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Dimana yang biasanya pelayanan kesehatan terdapat enam pasien dalam satu ruangan inap, maka dengan sistem KRIS dalam satu ruangan inap hanya terdapat empat pasien saja. Hal ini diharapkan dapat mengurangi infeksi yang terjadi dengan pengurangan jumlah pasien di satu ruangan. Kelas standar diharapkan menjadi solusi atas polemik kenaikan iuran BPJS Kesehatan, termasuk mengantisipasi lonjakan permintaan peserta untuk turun kelas demi menghindari membayar lebih mahal.

Penghapusan Kelas 1, 2 dan 3 BPJS Kesehatan ini akan dilakukan secara bertahap. Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan alasan mengapa Kelas dalam BPJS Kesehatan dihapus yang pertama untuk menciptakan keadilan bagi masyarakat yang dimaksudkan agar semua orang atau peserta BPJS Kesehatan berhak untuk mendapatkan layanan baik medis dan non medis yang sama dan merata. Yang kedua adalah untuk mencegah kembali terjadi defisit karena nantinya iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menjadi satu nilai juga. Sementara, menurut Wakil Menteri Kesehatan RI yaitu Dante Saksono Harbuwono mengatakan bahwa pengapusan kelas BPJS Kesehatan dilakukan untuk meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan terhadap masyarakat Indonesia. Penghapusan Kelas BPJS Kesehatan ini masih dalam tahap uji coba sehingga saat ini peserta BPJS masih tetap membayar iuran sesuai dengan kelas yang dipilihnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun