Munculnya sastra periode reformasi ditandai dengan banyaknya karya-karya sastra modern, seperti puisi,cerpen, dan novel yang bertema sosial politik. Banyak penyair-penyair yang yang semulanya jauh dari tema sosial politik, kemudian ikut meramaikan dan membuat karya sastra.
Tokoh dan karya sastrawan pada periode reformasi yaitu sebagai berikut:
1. Ahmadun Yosi Herfanda
Beliau lahir di Kaliwungu, kendal, 17 Januari 1958. Pendidikan beliau yaitu Alumnus FEBS IKIP Yogyakarta dengan menyelesaikan S2 di jurusan Magister Teknologi Informasi di Universitas Paramadina Mulia, Jakarta 2005. Ia juga pernah menjadi ketua III Himpuan Sarjana Kesastraan Indonesia (1993-1995) dan ketua Presedium Komunitas Sastra Indonesia (1992-2002), tahun 2003 bersama cerpenis Hudan Hidayat dan Maman S. Mahayana menerbitkan Creative Writing Institute. Ahmadun Pernah menjadi Anggota Dewan Penasihat Majelis penulis Forum Lingkar Pena.
Beberapa karya dari beliau yaitu ladang hijau (Eska Publishing, 1980), sang matahari (kumpulan puisi, bersama Ragil Suwarna Pragolapati, Nusa Indah, Ende, 1984), Syair Istirah (bersama Emha Ainun Nadjib dan Suminto A. Sayuti, Masyarakat Poetika Indonesia, 1986), Sajak Penari (kumpulan puisi, Masyarakat Poetika Indonesia, 1990), Sebelum Tertawa Dilarang (kumpulan cerpen, Balai Pustaka, 1997).
2. Acep Zamzam Noor
Beliau lahir di Tasik pada tanggal 28 Februari 1960. Beliau berasal dari etnis Sunda dan dibesarkan dalam lingkungan kehidupan pesantren itu memiliki latar belakang pendidikan yang cukup beragam. Pendidikan yang pernah dilaluinya, antara lain, adalah Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, SMA di Jakarta (tamat 1980), menjadi santri di Pondok Pesantren As-Syafi'iyah, Jakarta, Fakultas Seni Rupa dan Desain, ITB (tamat 1987), serta Universita' Italiana per Stranieri, Perugia, Italia (1991---1993). Sebelum berkuliah di ITB, ia pernah tercatat sebagai mahasiswa STSRI "ASRI" Yogyakarta, jurusan seni lukis, tetapi mengundurkan diri. Beliau juga pernah bekerja di berbagai media massa cetak, antara lain harian Pikiran Rakyat. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di berbagai media massa cetak, antara lain Pikiran Rakyat, Horison, Kalam, Dewan Sastra, Republika, Kompas, dan Media Indonesia.
      Beberapa karya dari beliau yaitu Tamparlah Mukaku! (kumpulan sajak, 1982), Aku Kini Doa (kumpulan sajak, 1986), Kasidah Sunyi (kumpulan sajak, 1989), The Poets Chant (antologi, 1995), Aseano (antologi, 1995), Kota Hujan (1996), A Bonsai's Morning (antologi, 1996), Di Luar Kota (1997), Di atas Umbria (1999).
3. Korrie Layun Rampan
Beliau lahir di Samarinda, Kalimantan Timur, pada tanggal 17 Agustus 1953. Beliau berasal dari keluarga pegawai negeri ayahnya bernama Paulus Rampan, pensiunan tentara berpangkat sersan. Ibunya bernama Reinhay Rampan. Pendidikan beliau dimulai dari SD yang hanya ditempuh selama empat tahun. Beliau  lulus SD tahun 1964. Oleh karena prestasinya yang baik, Korrie mendapat beasiswa dari Pemerintah Daerah Tingkat I Kalimantan Timur untuk bersekolah di SMP hingga perguruan tinggi. Setelah lulus SMA di Samarinda tahun 1970, beliau juga melanjutkan studi ke Yogyakarta. Mula-mula ia memilih Jurusan Keuangan dan Perbankan sampai sarjana muda, kemudian beralih ke Fakultas Sosial Politik, Universitas Gadjah Mada.
Beberapa karya dari beliau yaitu Cuaca di Atas Gunung dan Lembah (1985), Matahari Makin Memanjang(1986), Perhiasan Matahari(1989), Manusia Langit (1997), Sebuah Pembicaraan (1982), Nyanyian Tanah Air (1981).
4. Habiburrahman El Shirazy
Beliau lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada tanggal 30 September 1976. Setelah lulus dari Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) Surakarta pada tahun 1995, ia melanjutkan studinya di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, jurusan Hadist fakultas Ushuluddin hingga lulus pada tahun 1999. Gelar Postgraduate Diploma (Pg.D) ia raih setelah Habiburrahman EL Shirazy lulus Strata 2 (S2) dari Institute for Islamic Sudies, Kairo, pada tahun 2001.
Banyak sekali karya-karya yang telah ia ciptakan dan diminati oleh masyarakat, antara lain : Di Atas Sajadah Cinta (ditayangkan di televisi, 2004), Ayat-Ayat Cinta (versi film, 2004), Pudarnya Pesona Cleopatra (2005), Ketika Cinta Berbuah Surga (2005), Dalam Mihrab Cinta (2007), Ketika Cinta Bertasbih (2007), Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007), Bumi Cinta (2010) dan The Romance.
5. Andrea Hirata
Beliau lahir di Belitong, pada tanggal 24 Oktober 1967. Pendidikan yang pernah ditempuhnya, antara lain, adalah Jurusan Ekonomi, Universitas Indonesia yang kemudian mendapat beasiswa untuk melanjutkan S2 di Universite de Paris, Sorbonne, Perancis dan Sheffield Hallam University, United Kingdom.
      Karya dari beliau antara lain Laskar Pelangi (2005), Sang Pemimpi (2006), Edensor (2007) Maryamah Karpov, Padang Bulan & Cinta di Dalam Gelas (2010), Sebelas Patriot (2011).
6. Ayu Utami
Beliau lahir di Bogor pada tanggal 21 November 1968. Pendidikan yang pernah ditempuhnya antara lain adalah SD Regina Pacis, Bogor (1981), SMP Tarakanita 1 Jakarta (1984), SMA Tarakanita 1 Jakarta (1987). Selanjutnya, Ayu masuk Jurusan Sastra Rusia Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1994) dilanjutkan ke Advanced Journalism, Thomson Foundation, Cardiff, UK (1995) dan Asian Leadership Fellow Program, Tokyo, Japan (1999).
Karya dari beliau antara lain yaitu Novel Saman, KPG, Jakarta, 1998 Novel Larung, KPG, Jakarta, 2001, Kumpulan Esai "Si Parasit Lajang", Gagas Media, Jakarta, 2003, Novel Bilangan Fu, KPG, Jakarta, 2008.
7. Dewi Lestari
Beliau lahir di Bandung pada tanggal 20 Januari 1976. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMU 2 Bandung, ia melanjutkan pendidikan hingga memperoleh gelar Sarjana Fisip jurusan Hubungan Internasional dari Universitas Katolik Parahyangan, Bandung pada 1999.
      Beberapa karya dari beliau yaitu Novel Supernova: Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh, 2001, Novel Supernova: Akar, 2004, Kumpulan Prosa dan Puisi "Filosofi Kopi" 2003, Novel Supernova: Petir, 2005.
8. Djenar Maesa Ayu
Beliau lahir di Jakarta pada tanggal 14 Januari 1973. Djenar Maesa Ayu adalah seorang penulis berbakat yang juga merambah dunia seni peran. Perempuan yang akrab disapa Nai ini mewarisi bakat seninya dari kedua orang tuanya, Sjuman Djaya, seorang sutradara film dan Tutie Kirana, aktris di era 1970-an. Nai mengaku dulu ia tidak terlalu pandai menulis, tapi kemudian ketika Nai memulai kiprahnya di dunia kepenulisan, ia bertemu sejumlah sastrawan Indonesia yang dijadikan guru penulisnya, seperti Seno Gumira Ajidarma, Budi Darma, dan Sutardji Coulzum Bachri.
Beberapa karya dari beliau yaitu Kumpulan cerita pendek yang memuat 11 cerpen (2001-2002), Novel Nayla (2005), Kumpulan cerpen Jangan Main-main dengan Kelaminmu (2004).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H