Mohon tunggu...
Natasha A
Natasha A Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi, Agama, dan Politik

27 November 2016   13:52 Diperbarui: 27 November 2016   15:02 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akhir-akhir ini, Indonesia dihebohkan dengan issue yang berkaitan dengan tuduhan penistaan agama. Tuduhan penistaan agama yang dituduhkan kepada Calon Gubernur DKI Jakarta, Basuka Tjahjya Purnama itu telah membawa demo 4 November lalu.  Demo tersebut membawa ratusan ribu massa dengan membawa bendera merah putih dan sebagian bendera organisasi massa berlambangkan FPI. Demo 4 November lalu menuntut Ahok yang dituduhkan kasus penistaan agama itu supaya ditindak lanjut dalam ranah hukum. Aksi yang dikatakan sebagai aksi damai itu berujung dengan sebuah kericuhan yang sempat membuat Presiden Joko Widodo kecewa. Namun, perjuangan aparat TNI Polri untuk menjaga keamanan pasca demo tersebut sangat perlu diapresiasi.

Dalam kasus yang sedang melanda negara Indonesia tersebut, politik menjadi sebuah hal yang sedang menggetarkan hati rakyat. Kasus yang bermula merupakan sebuah tuntutan atas tuduhan penistaan agama, kini memicu rakyat pada sebuah intoleransi terhadap kemajemukan yang ada di NKRI ini. Politik memang sebuah sarana sebagaimana digunakan untuk menciptakan kesejahteraan rakyat melalui orang-orang pilihan rakyat yang dipercaya dapat memimpin bangsa menjadi sebuah negara yang adil dan sejahtera. Namun, politik telah menutup hati dan pikiran sebagian aktornya untuk berebut kuasa dan memperoleh kepentingan pribadi dan golongan tanpa memikirkan nasib negara. Aksi unjuk rasa 4 November lalu diduga ditunggangi oleh para aktor politik yang dikabarkan lebih berarah pada sebuah aksi makar. Bukan hanya menginginkan Ahok untuk jatuh dalam penjara, diduga aksi tersebut telah dimanfaatkan untuk menghasut rakyat agar mengarah pada aksi penggulingan pemerintahan masa pemerintahan Joko Widodo ini.

Indonesia adalah sebuah negara demokrasi dimana rakyat mempunyai hak untuk mengemukakan pendapatnya melalui aksi unjuk rasa yang diatur dalam Undang Undang No. 9 Tahun 1998. Aksi unjuk rasa 4 November silam diikuti oleh Ketua FPI, Muhammad Rizieq Shihab, yang biasa disapa Habib Rizieq. Benarkan aksi unjuk rasa yang dipimpinnya lalu bertujuan untuk menjatuhkan Ahok agar tidak dapat mengikuti Pilkada dengan tuduhan kasus penistaan agama? Orang yang dikenal sebagai ketua Front Pembela Islam ini sangat membawa pengaruh pada sebagian besar masyarakat muslim di Indonesia. Berbagai orasi ia lakukan pada banyak kalangan rakyat pengikutnya untuk melakukan aksi demo dengan prinsip rela ‘berjihad’ demi membela agamanya. Dalam beberapa video youtube, Ketua FPI ini menyampaikan khotbahnya mengenai ketidakpantasan kaum muslim memilih pemimpin nonmuslim yang dikarenakan rakyat pada regional  tersebut bermayoritas agama muslim. Dalam khotbahnya, ia mengungkapkan bahwa etnis Tionghoa tidak pantas menjadi pemimpin di NKRI dengan alasan yang serupa, yakni mayoritas rakyat Indonesia adalah rakyat pribumi. Melalu orasi-orasinya inilah, ia mengajak massa untuk melakukan aksi unjuk rasa. Namun, ungkapan sang ketua FPI tersebut tentu mengundang unsur intoleransi terhadap agama maupun etnis lain. Kemajemukan yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini haruslah dihargai sebagaimana yang sudah tercantum dalam dasar negara Pancasila. Unjuk rasa 4 November lalu, yang seharusnya merupakan sarana berpendapat pada bidang politik sebagai bentuk negara demokrasi ini secara tidak langsung malah mengandung intoleransi SARA. Melalui ungkapannya pada berbagai video youtube itu, Habib Rizieq secara tidak langsung menyinggung ‘minoritas haruslah tetap menjadi minoritas’.

Sebagai negara kesatuan yang sudah berdaulat dan berdiri dibawah nama Indonesia dengan bendera pusaka Merah Putih, kemajemukan yang ada justru haruslah menjadi sebuah sarana untuk kita hargai dan  jaga satu sama lain. Memang negara kita ini kaya dengan berbagai keanekaragaman, tapi kesatuan adalah kesatuan, “Bhinekka Tunggal Ika”. Tidak peduli agama dan etnis apa yang ada pada diri kita, tidak peduli apakah kita merupakan golongan mayoritas ataupun minoritas, yang patut kita sadari adalah bahwa kita adalah satu yang berdiri dibawah bendera yang sama. Dibawah nama negara Indonesia kita tercinta, kita semua sudah bertekad untuk menjadi sebuah kesatuan yang memiliki  cita-cita dan tujuan yang sama, yakni demi memajukan  tanah air kita. Oleh karena itu, mari kawan kita wujudkan sebuah bangsa yang penuh kedamaian serta fokus dalam membangun sebuah bangsa yang lebih indah bagi semua rakyat dan kalangan dunia. INDONESIA!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun