Mohon tunggu...
Natasha Nugroho
Natasha Nugroho Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pengesahan RUU PPRT sebagai Pengakuan Hak Perempuan: Dinamika Negara dan Moralitas Agama

17 Oktober 2024   22:55 Diperbarui: 17 Oktober 2024   23:00 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengesahan RUU Perlindungan PRT dapat menjadi tonggak sejarah dalam menghapus praktik perbudakan modern serta mengurangi kekerasan dan diskriminasi terhadap PRT di Indonesia. Kondisi semakin memprihatinkan dengan fakta bahwa 14 persen dari PRT adalah pekerja di bawah umur. Oleh karena itu, jika ada kelompok yang mengatasnamakan Islam tetapi menentang RUU ini, tindakan tersebut tidak selaras dengan semangat Islam yang mengedepankan prinsip rahmatan lil alamin. Sebagai makhluk yang hidup di bumi, PRT juga memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dan manfaat yang layak.

Pada tahun 2017, relevansi perspektif dari agama lain mengenai isu ini juga terwujud melalui deklarasi anti perbudakan modern oleh para pemuka agama. Deklarasi tersebut ditandatangani oleh tokoh-tokoh lintas agama, termasuk Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Muhyidin Junaidi, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Marsudi Syuhud, serta perwakilan dari Muhammadiyah dan Parisada Hindu Dharma Indonesia. Tokoh agama lain seperti Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia Henriette Hutabarat Lebang, Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo, perwakilan Wali Buddha Indonesia Banthe Victor Jaya Kusuma, dan Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Konghucu Uung Sendana Unggaraja juga ikut mendukung deklarasi tersebut.

Sehingga, meskipun juga sudah mendapatkan dukungan dari berbagai pemuka agama dengan landasan kemanusiaan dan moralitas, isu hak pekerja rumah tangga (PRT) masih menjadi pekerjaan rumah yang mendesak untuk diselesaikan. Perlindungan terhadap PRT bukan hanya masalah sosial, tetapi juga menyentuh aspek moral dan spiritual yang sudah diakui oleh berbagai agama di Indonesia. Sayangnya, meski seruan untuk keadilan telah lama digaungkan, pengesahan RUU Perlindungan PRT terus terhambat. Hal ini menunjukkan bahwa perjuangan untuk memberikan perlindungan yang layak bagi PRT—sebagai pekerja formal yang berhak atas perlakuan manusiawi—masih sangat relevan dan perlu menjadi prioritas utama dalam kebijakan hukum nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun