Meningkatnya kasus penculikan anak meresahkan setiap orang untuk selalu waspada akan bahaya, terutama kepada mereka yang memiliki anak. Di awal tahun 2023, Indonesia sudah digegerkan dengan banyaknya kasus penculikan anak. Baru sampai bulan Februari, kasus penculikan anak sudah sampai 28 kasus.Â
Menurut Departemen Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA), pada tahun 2022, jumlah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya mencapai 15 kasus.
Banyak sekali kasus penculikan anak di Indonesia dan yang paling menggegerkan adalah kasus Malika. Malika adalah korban penculikan yang dilakukan oleh Iwan Sumarno pada 7 Desember 2022. Awalnya, Sumarno mengajak Malika membeli ayam goreng di dekat kios orang tuanya pada pukul 10.00 WIB. Sumarno sudah kenal dekat dengan keluarga Malika.Â
Oleh sebab itu, ajakan Sumarno langsung disetujui oleh Malika. Namun, Malika tak kunjung kembali ke kios sampai siang hari, tepatnya pukul 14.00 WIB. Berdasarkan hasil penelusuran polisi melalui rekaman kamera pengawas, Sumarno naik Bajaj bersama Malika.Â
Keduanya turun di daerah Stasiun Kota. Malika menghilang selama 26 hari. Tepat pada 2 Januari 2023 malam hari, polisi berhasil menemukan Malika di kawasan Pasar Cipadu, Tangerang Kota. Malika berada di dalam gerobak, yang biasa digunakan Sumarno untuk bekerja sebagai pemulung.
Kasus-kasus seperti ini tidak terjadi tanpa alasan. Motif setiap tersangka penculikan beragam, dan dipengaruhi oleh beberapa faktor utama seperti rendahnya pengawasan orangtua.Â
Akibat dari kelalaian orangtua dalam mengawasi anaknya, anak bisa menjadi korban penculikan. Hal ini menjadikan sasaran empuk bagi pelaku penculikan untuk melakukan aksinya. Untuk itu, dalam upaya menghindari kejadian serupa diperlukan pengawasan dari orangtua setiap saat. Namun, bukan berarti orang tua bersifat otoriter atau over-protective kepada anak. Hal ini hanya akan membuat anak menutup diri dan merasa tidak nyaman karena kekurangan personal space.
Faktor lain maraknya penculikan anak adalah akibat ketidakmampuan dalam finansial. Kondisi ekonomi suatu keluarga sangat menentukan kualitas kehidupan anak. Keluarga yang mapan akan menyediakan lingkungan dan sarana yang memadai sebagai bekal anaknya, baik dalam pendidikan maupun statusnya di masyarakat sosial.Â
Hal tersebut membuat keluarga yang mapan tidak mudah untuk terpengaruhi oleh pelaku. Tetapi sebaliknya, keluarga yang kurang secara finansial tidak mampu dalam menyediakan dan memfasilitasi kebutuhan anaknya sehingga anak tumbuh dalam lingkungan yang kurang layak.Â
Kerentanan ini  dimanfaatkan oleh pelaku untuk menculik anak dengan berbagai keuntungan yang ditawarkan oleh pelaku kepada korban. Untuk itu, pentingnya edukasi dalam berumah tangga guna menciptakan keluarga yang sehat, siap dan mapan di segala aspek. Dengan lingkungan yang sehat dan keluarga yang siap, anak mampu bertumbuh kembang menjadi pribadi yang baik.
Dari kasus Malika, dapat dilihat faktor yang menyebabkan penculikan itu terjadi adalah rendahnya pengawasan orangtua. Orangtua Malika terlalu percaya pada Sumarno yang dikenal dekat dengan anak-anak, tapi kenyataannya ia malah menculik Malika.Â