Apakah kalian pernah melihat orang-orang yang sedang melakukan gotong royong? Atau mungkin menjumpai orang-orang yang sedang berdemo? Lalu mengapa ada orang-orang yang bergabung dalam suatu komunitas? dan pernahkah kalian menyesuaikan penampilan sesuai dengan acara yang akan kalian hadiri? Kenapa kalian melakukan itu? Apa pernah terbesit dipikiran kalian tentang itu semua?Â
Jika ditanya kenapa kita dapat melakukan itu semua, tentu karena ada alasan yang melatarbelakanginya. Ada dorongan dari dalam maupun luar diri yang mendorong kita melakukan tindakan-tindakan tersebut. Itulah mengapa fokus tulisan kali ini adalah 'makna' dari tindakan sosial. Teori ini dipopulerkan oleh salah satu tokoh besar sosiologi yakni Max Weber, yang pemikiran-pemikirannya masih sangat relevan hingga saat ini. Sebelum itu, mari kita cermati biografi singkat dari tokoh Weber.Â
Menurut e-book karya George Ritzer bertajuk Sociological Theory Edisi ke-delapan yang diterbitkan oleh penerbit McGraw-Hill pada 2011, Max Weber lahir di Erfurt, Jerman pada 21 April 1864 silam. Masih dari sumber yang sama, disebutkan pula bahwa orientasi intelektual dan perkembangan psikologis Weber merupakan efek dari adanya perbedaan antara kedua orangtuanya. Ayahnya yang seorang birokrat-yang berorientasi pada hal-hal duniawi-sangat kontras dengan sang ibu, seorang Calvinis yang taat.
Sejak remaja, Weber sudah menunjukkan ketertarikannya terhadap dunia akademis. Ia memutuskan untuk mengambil studi di Universitas Heidelberg saat usianya 18 tahun dan menyelesaikan program doktoral di Universitas Berlin, hingga akhirnya menjadi pengacara dan mulai mengajar di Universitas tersebut. Dari kerja kerasnya ia pun mendapat posisi sebagai Profesor Ekonomi di Heidelberg pada 1896.
Terlepas dari karir akademis Weber yang gemilang, kematian ayahnya pada 1897 justru membuat ia jatuh ke dalam depresi berkepanjangan. Bila ditinjau dari Ebook berjudul "Classical Sociological Theory" karya Craig Calhoun, Joseph Gerteis, James Moody, Steven Pfaff, dan Indermohan Virk edisi kedua, ketertarikannya terhadap ilmu sosial-khususnya sosiologi-muncul setelah kondisi kejiwaanya berangsur-angsur pulih beberapa tahun kemudian.Â
Beranjak dari biografi Weber, kali ini kita akan melangkah lebih jauh pada makna tindakan sosial yang diusungnya. Dikutip dari Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No.2 , tahun 2012 yang bertajuk "Alfred Schutz: Rekonstruksi Teori Tindakan Max Weber" karya Muhammad Supraja-Menurut pendapat Weber, tindakan adalah perilaku yang bermakna, tindakan sosial adalah tindakan, yakni perilaku bermakna yang diarahkan pada orang lain-(Warriner dalam Truzzi, 1974).Â
Maksudnya, di dalam "tindakan" tersebut-termasuk semua perilaku manusia ketika dan sepanjang tindakan-individu memberi suatu makna subjektif terhadapnya. Misalnya seperti penerapan protokol kesehatan pada masa pandemi seperti sekarang, tiap orang tentu memiliki pemaknaan yang berbeda akan hal tersebut. Ada seseorang yang menerapkan protokol kesehatan dengan alasan rasional, yakni untuk memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19 di Indonesia. Ada pula yang menerapkannya sebagai bentuk kepatuhan terhadap peraturan dan kebijakan yang ada. Ada yang menerapkan protokol kesehatan karena kebiasaan hidup bersih dan sehat telah menjadi tradisi turun-temurun di keluarganya. Dan ada pula yang menerapkan protokol kesehatan dengan alasan afeksi seperti melindungi keluarganya agar tidak tertular virus Covid-19.
Weber mengidentifikasi empat jenis dasar tindakan menggunakan metodologi idealnya untuk mengklarifikasi arti dari suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Tipologi ini secara signifikan tidak hanya digunakan untuk memahami apa yang dimaksud Weber sebagai 'tindakan', melainkan juga menjadi bagian dari dasar perhatian Weber terhadap struktur sosial dan institusi yang lebih besar (George Ritzer, 2011: 126-127).
Pertama adalah rasionalitas tujuan, atau tindakan yang "ditentukan oleh ekspektasi terkait perilaku objek di lingkungan dan manusia lainnya; ekspektasi ini digunakan sebagai 'kondisi' atau 'alat' untuk mencapai tujuan rasional yang dikejar dan telah diperhitungkan oleh seseorang (Weber, 1921/1968:24). Berdasarkan contoh yang telah disebutkan sebelumnya, dengan memutuskan untuk menerapkan protokol kesehatan artinya seseorang telah memikirkan dan memperhitungkan secara matang terkait tujuan dari penerapan protokol tersebut, yakni untuk memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19 di Indonesia.Â
Kedua adalah rasionalitas nilai, yakni tindakan yang "ditentukan oleh kesadaran akan nilai demi kepentingan bersama terkait etika, estetis, religius, atau bentuk perilaku lainnya, terlepas dari prospek kesuksesannya" (Weber, 1921/1968:24--25). Pada contoh diatas, penerapan protokol kesehatan sebagai bentuk kepatuhan terhadap kebijakan pemerintah menunjukkan adanya kesadaran seseorang terhadap nilai-nilai di masyarakat.Â
Ketiga, tindakan afektual yakni tindakan yang ditentukan oleh kondisi emosional seseorang. Adanya keterkaitan emosional dengan orang lain misalnya keluarga, membuat seseorang mampu melakukan tindakan tertentu--dalam hal ini penerapan protokol kesehatan--secara spontan tanpa berpikir panjang.Â